Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Hukum Pernikahan Dan Perceraian Diatas Kertas Dengan Tujuan Bermukim Pada Negara Kafir

103432

Tanggal Tayang : 28-10-2014

Penampilan-penampilan : 13288

Pertanyaan

Apa pendapat anda, jika ada seseorang yang menceraikan istrinya secara administrasi saja, maksudnya ia mengeluarkan surat cerai dari instansi terkait, namun ia sebenarnya tidak menceraikannya, tidak mengucapkan kalimat yang berarti cerai. Hal tersebut bertujuan agar surat cerai tadi digunakan untuk menikah dengan wanita eropa agar bisa mendapatkan izin kependudukan, setelah ia mendapatkan kewarganegaraan tersebut ia akan menceraikan istri keduanya tadi, dan kembali dengan akad istri tuanya, maka bagaimanakah pendapat syari’at tentang perbuatan tersebut ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Pernikahan itu adalah “mitsaq ghalidza” (ikatan yang kuat) dan merupakan bagian dari hukum-hukum syari’at yang agung, yang dengannya menggauli wanita menjadi halal, ditetapkannya hak berupa mahar dan warisan, anak-anak mereka pun dengan jalan pernikahan itu akan dinisbahkan kepada bapaknya, dan lain sebagainya.

Dengan bercerai maka seorang wanita menjadi haram bagi suaminya, juga haram mendapatkan warisan, dan halal bagi laki-laki lain dengan syarat-syarat yang telah diketahui bersama.

Tujuan kami menjelaskan hal ini adalah untuk memperingatkan umat Islam agar tidak mudah menggunakan dua akad tersebut di luar ketentuan Allah, dan tidak menjadikannya ladang untuk bermain-main. Yang kami sayangkan adalah bahwa kami telah mengetahui ada seseorang yang menikah dengan wanita tidak untuk menghalalkan yang sebelumnya diharamkan untuk menikmatinya, juga tidak untuk membentuk keluarga yang harmoni akan tetapi untuk mendapatkan tujuan duniawi, seperti: hak kepemilikan tanah, mendapatkan visa tertentu, atau mendapatkan kewarganegaraan, atau bertujuan agar seorang wanita bisa leluasa untuk bepergian ke luar negeri. Semua yang disebutkan tadi menjelaskan kepada kita bahwa suami tersebut bukanlah suami yang sebenarnya, atau wanita tersebut bukanlah istri yang sesungguhnya, pernikahan tersebut hanya fiktif belaka, hanya berupa tulisan di atas kertas. Ini adalah main-main terhadap hukum-hukum syari’at, tidak dihalalkan untuk dilakukan, juga tidak boleh membantu untuk mendirikan lembaganya, dan justru sangat dilarang jika seseorang melakukannya dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang haram seperti untuk mendapatkan kependudukan di negara yang tidak islami.

Maka sama saja hukumnya terkait dengan masalah perceraian, talak adalah hukum syari’at, seseorang tidak boleh main-main, juga meremehkan hukum-hukumnya, yang kemudian dikenal dengan istilah “Thalak Shuri” (talak secara gambaran saja)  hitam di atas putih saja.

Dan hendaklah diketahui oleh mereka semua, bahwa mereka semua telah berdosa kepada Allah, karena Allah –ta’ala- mensyari’atkan nikah dan talak untuk menjadikan istri hanya disebutkan dalam akad saja dan tidak memiliki hukum dan hak apapun. Termasuk mereka juga harus mengetahui dengan melangsungkan akad saja, maka semua hukum nikah sudah berlaku kepada keduanya jika syarat dan rukunnya sempurna, dan jika satu saja tidak terpenuhi maka pernikahannya adalah bathil. Demikian juga halnya dengan perceraian, begitu diucapkan oleh suami kepada istrinya maka telah jatuh talak. Dalam agama tidak ada istilah nikah atau talak shuri (gambaran saja). Dosanya akan bertambah kepada keduanya jika tujuan pernikahannya untuk mendapatkan perbuatan yang diharamkan, seperti lari dari melunasi hutang kepada banyak orang, atau agar seorang wanita bertujuan untuk mendapatkan bantuan bagi wanita yang dicerai oleh suaminya baik dari negara ataupun yayasan tertentu, atau bertujuan untuk menjadi warga negara yang tidak islami dan lain sebagainya dari beberapa tujuan yang diharamkan.

Syeikh Islam –rahimahullah- berkata:

“Allah telah melarang untuk menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan permainan, dan hendaknya seseorang menggunakan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam akad tertentu dengan penuh keseriusan dengan tujuan yang ditetapkan oleh syari’at, oleh karenanya Allah melarang untuk bermain-main dan ada unsur kedzaliman, juga dilarang untuk menghalalkan (menjadi muhallil), sebagaimana yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya:

( ولا تتخذوا آيات الله هزوا )

“Dan janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan”. (QS. Al Baqarah: 231)

Dan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( ما بال أقوام يلعبون بحدود الله ويستهزؤن بآياته ، طلقتك ، راجعتك ، طلقتك ، راجعتك )

“Ada apa gerangan suatu kaum yang bermain-main dengan hukum-hukum Allah, dan mengolok-olok tanda-tanda kekuasaan-Nya: talak dan rujukmu, talak dan rujukmu”.

Maka menjadi jelas bahwa diharamkan bermain-main dengan hal tersebut”. (Al Fatawa al Kubro: 6/65)

Atas dasar itulah maka:

Jika seseorang menikahi wanita, maka ia menjadi halal baginya dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syari’at, rukunnya sempurna dan tidak ada penghalang, maka pernikahan tersebut adalah sah dan berlaku juga hak dan kewajiban dalam pernikahan.

Jika seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan perkataan, maka telah jatuh talaknya, meskipun tidak berniat untuk menjatuhkan talak.

Adapun talak dengan tulisan tanpa diucapkan, maka harus dirinci sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 72291.

Kedua:

Menikah dengan wanita eropa tersebut dengan tujuan mendapatkan kependudukan lalu akan menceraikannya di kemudian hari adalah perbuatan yang diharamkan, telah kami sebutkan fatwa Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baaz tentang haramnya perbuatan ini pada jawaban soal nomor: 2886.

Yaitu, jika ia menikahinya dengan tidak melengkapi syarat nikah, seperti tidak adanya wali, atau ada penghalang lain yang menghalangi sahnya pernikahan, seperti kalau ia telah berzina dan belum bertaubat, atau bukan wanita ahli kitab, maka menikahinya adalah haram, dan pernikahan tersebut adalah batal.

Namun jika ia menikahinya dengan sempurna rukun dan syaratnya, tidak ada penghalang, maka pernikahannya sah dan berlaku semua tanggung jawab rumah tangga, dan haram berniat untuk menceraikannya.

Ketiga:

Perbuatan buruk tersebut, yaitu; dengan berusaha mendapatkan surat cerai dari istri pertamanya, kemudian menikah dengan istri keduanya untuk mendapatkan kewarganegaraan kemudian menceraikannya, menyebabkan dua efek negatif yang lain:

1.Hanya untuk trik mendapatkan tujuan tertentu, berpura-pura, bersaksi palsu, yaitu; dengan menipu negara tertentu agar mendapatkan kependudukan, ini hukumnya adalah haram.

2. Dengan talak dan nikah yang pura-pura ia menginginkan untuk tinggal di negara kafir, padahal agama kita telah melarang untuk tinggal di negara kafir tanpa adanya kebutuhan tertentu; karena akan membahayakan agama dan akhlak kita, baik bagi personal maupun anggota keluarga.

Dari Jabir bin Abdullah –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( أَنَا بَرِيءٌ مِن كُلِّ مُسلِمٍ يُقِيمُ بَينَ أَظهُرِ المُشرِكِينَ ) رواه أبو داود ( 2645 ) وصححه الألباني في " صحيح أبي داود " .

“Saya berlepas diri dari setiap muslim yang bertempat tinggal di tengah-tengah orang musyrik”. (HR. Abu Daud 2645 dan dishahihkan oleh al Baani dalam “Shahih Abu Daud”)

Dan telah disebutkan sebelumnya penjelasan dalam masalah ini pada jawaban soal nomor: 27211.

Maka sebagai nasehat bagi seluruh saudara kami agar mereka semua bertaqwa kepada Allah –ta’ala- yang berkaitan dengan akad-akad yang disyari’atkan, dan tidak menjadikannya sebagai alat untuk mendapatkan tujuan duniawi, apalagi jika tujuannya adalah haram maka lebih utama untuk dicegah. Dan hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah –ta’ala- (untuk menjaga) istri-istri dan anak-anak mereka dan hendaklah mereka merenungi bahwa bisa jadi karena perbuatannya akan menyebabkan keluarga mereka mengalami kesulitan hidup yang nyata atau tidak mendapatkan hak-hak mereka dan lain sebagainya dari semua bentuk kerusakan yang menjadi dampak dari akad-akad dengan cara yang tidak dibenarkan.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam