Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Istikharah Untuk Semua Urusan

112151

Tanggal Tayang : 26-10-2014

Penampilan-penampilan : 6893

Pertanyaan

Kami sering mendengar tentang shalat Istikharah. Akan tetapi kami jarang melakukannya. Apakah hal ini dibenarkan? Mohon penjelasannya.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Shalat Istikharah merupakan salah satu bentuk realisasi penghambaan kepada Allah Ta'ala. Hati seorang muslim bergantung kepada Allah Azza wa Jalla dan berlepas dari ketergantungan terhadap makhluk. Mewujudkan hal tersebut saat kondisi hati tidak menentu, merupakan puncak penghambaan dan kesempurnaan tawakal. Hal itu tersebut karena seorang hamba sangat membutuhkannya, maka hatinya menjadi tenang manakala dia bersandar kepada Sang Khaliq yang Maha Kuasa dan Maha Mengatur. Maka apabila dia menghadapi masalah, kecil maupun besar, segera dia menghadap kepada Allah memohon dipilihkan yang terbaik untuknya.

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kami istikharah dalam semua urusan bagaikan surat dalam Al-Quran." (QS. Bukhari, no. 6382)

Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam Kitab Fathul Bari (11/184), "(Shalat istikharah) berlaku secara umum, baik perkara besar maupun kecil. Betapa banyak perkara kecil melahirkan sesuatu yang besar."

Al-Aini berkata dalam Umdatul Qari (7/223), "Ucapan 'dalam semua perkara' menunjukkan keumuman. Seseorang tidak menganggap sebuah perkara karena kecilnya dan tidak menghiraukannya lalu dia tidak istikharah di dalamnya. Betapa banyak yang menganggap remeh sebuah perkara, ternyata ketika dia melakukannya atau meninggalkannya, hal tersebut mendatangkan bahaya yang sangat besar. Karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Hendaklah salah seorang dari kalian memohon kepada Rabbnya, bahkan termasuk tali sandalnya."

Karena itu menjadi jelas bahwa merupakan kekeliruan apabila istikharah hanya dilakukan untuk sesuatu yang jarang terjadi. Seharusnya seorang muslim selalu merujuk kepada Allah dalam setiap urusannya yang dia ragu padanya dengan istikharah. Bahkan Zainab binti Jahsy radhiallahu anha melakukan shalat istikharah ketika ditawarkan menikah dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Imam Nawawi mengomentari sikapnya tersebut dengan berkata dalam kitabnya Syarah Muslim (9/224)

"Di dalamnya terdapat anjuran untuk istikharah bagi siapa saja yang hendak melakukan sesuatu, apakah perkara itu sudah tampak atau belum. Hal ini sesuai dengan hadits Jabir dalam Shahih Bukhari, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kami istikharah dalam semua urusan bagaikan surat dalam Al-Quran." Kemungkinan dia (Zainab) melakukan istikharah karena dirinya khawatir tidak dapat memenuhi hak Nabi shallallahu wa sallam."

Terdapat dalam Liqoat Maftuh bersama Syekh Utsaimin (Liqo, no. 85, soal pertama)

Soal:

Fadhilatus Syekh, apakah dua rakaat Istikharah disyariatkan hanya pada perkara yang belum jelas kebaikan padanya? Apakah shalat itu dilaksanakan pada perkara-perkara yang jelas kebaikannya, seperti imam masjid, melamar wanita saleh dan semacamnya. Mohon penjelasannya?

Beliau menjawab, "Shalat istikharah adalah apabila seseorang memiliki keinginan terhadap suatu perkara, lalu dia ragu tentang akibatnya, maka dia memohon kebaikan dari Allah Ta'ala, maksudnya dia memohon kepada Allah Ta'ala di antara dua perkara, terus melaksanakannya atau meninggalkannya. Akan tetapi hendaknya dia tidak istikharah terhadap segala sesuatu. Maksudnya, tidak mesti seseorang ingin makan siang, lalu dia istikharah kepada Allah, jika ingin berangkat shalat berjamaah, dia istikharah. Istikharah hanya dilakukan pada perkara yang dia tidak tahu bagaimana kesudahannya. Misalnya menjadi imam masjid. Jika ada tawaran kepadanya untuk menjadi imam masjid sementara bimbang dalam dirinya antara menerima dan menolak, maka hendaknya dia istikharah kepada Allah Ta'ala. Menjadi imam tentu baik, akan tetapi bagaimana seterusnya, karena seseorang tidak tahu, apakah dia kemudian dapat menunaikan kewajiban imam atau tidak, apakah dia dapat konsisten di masjid tersebut atau tidak, apakah dirinya cocok dengan jamaah atau tidak. Maka dia tidak istikharah apakah menjadi imam itu baik atau tidak, akan tetapi istikharah tentang bagaimana kesinambungannya. Betapa banyak orang yang menjadi imam masjid, namun berikutnya dia mengalami kelesuan sehingga tidak dapat menunaikan kewajibannya, atau mengalami problem dengan jamaahnya yang tidak menginginkan dirinya menjadi imam. Demikian juga seperti masalah menikah wanita salehah. Kesimpulannya, perkara apa saja yang anda bimbang padanya, maka hendaknya anda istikharah kepada Allah dan berserah diri kepadanya memohon yang terbaik di antara dua perkara."

Lihat jawaban soal no. 11981 dan 2217.

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam