Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Kajian Tentang Usia Aisyah rhadiallahu anha Saat Dinikahi Nabi shallallahu alaihi wa sallam

Pertanyaan

Saat saya membaca tulisan di beberapa grup milis, saya dapatkan tema menarik yang saya inginkan jawaban dari orang yang mengerti sirah untuk menjelaskan hal ini. Kesimpulannya adalah bahwa sebagian sahabat memiliki kesimpulan akhir yang menuduh riwayat Bukhari bahwa Aisyah saat dinikahi Nabi shallallahu alaihi wa sallam berusia 6 tahun dan digauli saat dia berusia 9 tahun. Pengamat ini tidak cukup hanya mengkritisinya dengan logika angka dan merujuk kepada sejarah, tapi dia juga mengkritisi yang diriwayatkan dalam hadits-hadits yang masyhur dalam Bukhari dan Muslim. Dia membuktikan kecerdasannya dan kesuksesannya..

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Batasan usia Aisyah radhiallahu anha saat dinikahi Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat dia berusia 6 ahun dan digauli saat dia berusia 9 tahun, bukanlah merupakan ijtihad para ulama, sehingga perlu lagi dikaji benar atau tidaknya. Akan tetapi dia merupakan peristiwa sejarah yang valid dan menguatkan keshahihannya serta keharusan menerimanya. Hal tersebut karena beberapa sebab;

1-Terdapat riwayat yang bersumber dari pelaku pada peristiwa itu, yaitu Aisyah radhiallahu anha tentang dirinya, yaitu dengan dia berkata,

تَزَوَّجَنِى النَّبِي صلى الله عليه وسلم وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ ، فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً ، فَأَتَتْنِي أُمِّي أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي ، فَصَرَخَتْ بِي فَأَتَيْتُهَا لاَ أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي ، فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ ، وَإِنِّي لأَنْهَجُ ، حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِي ، ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي ، ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ ، فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ ، فَقُلْنَ : عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ ، وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ . فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي ، فَلَمْ يَرُعْنِي إِلاَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ضُحًى ، فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ ، وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ (رواه البخاري، رقم 3894 ومسلم، رقم 1422)

“Aku dinikahi oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat aku berusia 6 tahun. Lalu kami datang ke Madinah, dan kami tinggal di Bani Harits bin Khazraj. Lalu aku menderita sakit sehingga rambutku rontok kemudian banyak lagi. Lalu ibuku, Ummu Ruman, mendatangiku saat aku berada di ayunan bersama teman-temanku. Lalu dia memanggilku, maka aku mendatanginya, aku tidak tahu apa yang dia inginkan. Maka dia mengajakku hingga aku tiba di depan pintu sebuah rumah. Aku sempat merasa khawatir, namun akhirnya jiwaku tenang. Kemudian ibuku mengambil sedikit air dan mengusapkannya ke wajah dan kepalaku. Kemudian dia mengajakku masuk ke rumah tersebut. Ternyata di dalamnya terdapat beberapa orang wanita kaum Anshar. Mereka berkata, “Selamat dan barokah, selamat dengan kebaikan.” Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka dan kemudian mereka mulai merapihkan aku. Tidak ada yang mengagetkan aku kecuali kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada waktu Dhuha. Kemudian ibuku menyerahkan aku kepadanya dan ketika itu aku berusia 9 tahun.” (HR. Bukhari, no. 3894, Muslim, no. 1422)

2. Riwayat Aisyah ini terdapat dalam kitab yang paling shahih setelah Kitabullah Taala, yaitu kitab shahih Bukhari dan Muslim.

3. Terdapat riwayat dari Aisyah dari berbagai jalur sanad, bukan Cuma satu jalur sebagaimana tuduhan orang-orang yang bodoh. 

Jalur yang terkenal adalah riwayat Hisyam bin Urwah bin Zubair, dari bapaknya Urwah bin Zubair, dari Aisyah radhiallahu anha, dan ini merupakan riwayat yang paling shahih. Urwah bin Zubair merupakan orang yang paling mengenal Aisyah, karena Aisyah adalah bibinya.

-Jalur lainnya adalah dari riwayat Zuhri, dari Urwah bin Zubair dari Aisyah dalam riwayat Muslim (1422).

- Jalur lainnya lagi adalah dari riwayat A’masy, dari Ibrahim, dari Aswad, dari Aisyah, dia berkata,

تزوجها رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي بنت ست ، وبنى بها وهي بنت تسع ، ومات عنها وهي بنت ثمان عشرة ( رواه مسلم، رقم 1422) .

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menikahinya saat dia berusia 6 tahun, dan menggaulinya saat dia berusia 9 tahun. Beliau meninggal saat Aisyah berusia 18 tahun.” (HR. Muslim, no. 1422) 

Jalur lain lagi dari Muhamad bin Amr, dari Yahya bin Abdurrahman bin Hatib dari Aisyah radhiallahu anha (HR. Abu Daud, no. 4937) 

Syekh Abu Ishaq Al-Huwaini telah mengumpulkan nama-nama yang mengambil hadits ini dari Urwah, yaitu, Aswad bin Yazid, Qasim bin Abdurrahman, Qasim bin Muhamad bin Abu Bakar, Umrah bin Abdurrahman, Yahya bin Abdurrahman bin Hatib.

Beliau juga mengumpulkan nama-nama yang mengambil hadits ini dari Husyam bin Urwah, yaitu Ibnu Syihab Az-Zuhri, Abu Hamzah Maimun, budak Urwah.  

Para perawi tersebut menyebut beberapa penduduk Madinah yang mengambil riwayat dari Husyam bin Urwah, agar para pembaca mengetahui bahwa hadits ini termasuk yang disampaikan Husyam di Madinah juga. Mereka adalah; Abu Zanad Abdullah bin Zakwan, puteranya Abdurrahman bin Zanad dan Abdullah bin Muhamad bin Yahya bin Urwah.

Adapun perawi yang merupakan penduduk Mekah adalah Sufyan bin Uyaiynah, Jarir bin Abdulhamid Adh-Dhabi, penduduk Ray. Sedangkan dari penduduk Bahrah adalah Hamad bin Salamah, Hamad bin Zaid, Wuhaib bin Khalid, dll.

Lihat ceramah yang disampaikan oleh Abu Ishaq Al-Huwainy yang menjelaskan ketidaktahuan penulis artikel tersebut dalam soal jawab. Berikut linknya. 

http://www.islamway.com/?iw_s=Lesson&iw_a=view&lesson_id=86106

Demikin juga link ini,

http://www.islamway.com/?iw_s=Lesson&iw_a=view&lesson_id=86495

Data ini semuanya untuk menolak syubhat kaum yang bodoh bahwa Husyam bin Urwah sendiri yang meriwayatkan. Walaupun jika diterima perkiraan bahwa Husyam di akhir hidupnya mengalami gangguan hafalan, akan tetapi tuduhan ini hanya dinyatakan oleh Hasan bin Qathan dalam ‘Bayanul Wahmi Wal Iham’ dan dia keliru dalam masalah ini.

Azzahabi rahimahullah berkata,

“Husyam bin Urwah, salah seorang pemuka ulamn, akan tetapi, pada usia senja, hafalannya berkurang, akan tetapi sama sekali tidak rancu. Apa yang dinyatakan oleh Abul Hasan Al-Qathan bahwa beliau dan Suhail bin Abi Shalih kacau hafalannya dan berubah adalah tidak dianggap. Ya, hafalannya sempat terganggu sedikit, daya hafalnya tidak sebagaimana dia semasa mudah, sehingga dirinya lupa sebagian yang dihafal atau keliru. Lalu mengapa? Apakah dia maksum dari sifat lupa? Ketika dia datang Irak di akhir usianya dia banyak meriwayatkan ilmu, salam waktu yang singkat itu, ada beberapa hadits yang tidak dia ingat. Perkara seperti ini dapat terjadi pada Imam Malki, Syu’bah, Waki dan para tokoh perawi yang terpercaya. Maka tinggalkan kesimpangsiuran ini, jangan campuradukkan tokoh ulama terpercaya dengan perawi-perawi yang lemah serta yang riwayatnya sering tercampur. Husyam merupakan Syakhul Islam. Maka kita sedih dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Qathan. Begitupula apa yang diucapkan oleh Abdurrahman bin Kharras,, ‘Dahulu Malik tidak ridha kepadanya. Beliau tidak menyukai haditsnya untuk penduduk Irak.” (Mizanul I’tidal, 4/301-302)

4. Demikian pula yang meriwayatkan kisah pernikahan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah saat dia berusia 9 tahun, adalah orang-orang selain Aisyah dan mereka bertemu dengannya serta orang yang lebih mengetahui tentang Aisyah dibanding selain mereka.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam kitab Musnad, 6/211, dari Muhamad bin Bisyr, dia bekata, telah menyampaikan kepada kami Muhamad bin Amr, dia berkata, telah menyampaikan kepada kami Abu Salamah dan Yahya, keduanya berkata, “Ketika Khadijah wafat, Khaulah binti Hakim, isteri Utsman bin Maz’un, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak ingin menikah (lagi)?’Beliau berkata, ‘(Dengan) siapa?’ dia berkata, ‘Kalau engkau suka dapat dengan seorang gadis, kalau engkau suka, dapat dengan seorang janda.’ Beliau berkata, ‘Dengan gadis (siapa)?’ Dia berkata, ‘Dengan puteri makhluk  Allah yang paling engkau cintai; Aisyah bintu Abu Bakar…” Lalu disebutkanlah kisahnya secara terperinci, di dalamnya disebutkan bahwa ketika akad Aisyah berusiah 6 tahun, kemuian baru digauli ketika dia berusia 9 tahun.”

5. Dan riwayat ini yang langsung Aisyah sendiri yang meriwayatkannya, juga diriwayatkan oleh orang-orang selainnya, hal inilah yang dijadikan sebagai sejarah yang berbicara tentang riwayat hidupnya. Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Perkara ini bukan tempatnya untuk berijtihad, karena ketika seseorang telah meriwayatkan apa yang terjadi pada dirinya, maka tidak ada seorang punyang boleh berijihad

Rujukan-rujukan sejarah telah sepakat bahwa Aisyah radhiallahu anha dilahirkan setelah datangnya Islam. Yaitu 4 atau 5 tahun setelah kenabian . 

Imam Baihaqi rahimahullah berkata ketika beliau berkomentar terhadap hadits, ketika mengomentari hadits,

لم أعقل أبوي قط إلا وهما يدينان الدين

“Aku belum baligh ketika kedua orang tuaku telah memeluk agama itu (Islam).” 

“Aisyah radhiallahu anha di lahirkan dalam masa Islam, karena kedua orang tuanya telah masuk Islam sejak pertama kali Nabi diutus. Terdapat riwayat shahih dari Aswad dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menikahinya saat dia berusia 6 tahun dan menggaulinya saat dia berusia 9 tahun, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat saat dia berusia 18 tahun. Akan tetapi, Asma dilahirkan pada masa jahiliah, lalu dia masuk Islam seiring dengan Islamnya sang bapak. Sebagaiman disebutkan oleh Abu Abdillah bin Mandah, sebuah hikayat dari Ibnu Abi Zanadd, bahwa Asma binti Abu Bakar sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah sedangkan Islamnya Asma terlambat. 

Asma radhiallahu anha berkata, “Ibuku mendatangiku saat dia masih musyrik..” lalu dia mengisahkan, namun sang ibu terbunuh. Ibunya Asma bukan ibunya Aisyah. Karena Islamnya Asma karena Islamnya sang bapak, bukan karena sang ibu. Adapun Abdurrahman bin Abu Bakar, tampaknya dia sudah baligh ketika kedua orang tuanya masuk Islam, namun dia tidak segera mengikuti keduanya masuk Islam dan baru masuk Islam setelah selang waktu sekian lama. Dia adalah anak Abu Bakar yang paling tua.” (As-Sunan Al-Kubra, 6/203)

Az-Zahabi rahimahullah berkata, “Aisyah termasuk yang dilahirkan setelah Islam, dia lebih muda 8 tahun dari Fatimah. Dia berkata, ‘Aku belum baligh saat kedua orang tuaku memeluk Islam.” (Siyar A’lam An-Nubala, 2/139)

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Aku dilahirkan, maksudnya Aisyah, 4 atau 5 tahun setelah diutus (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).” (Al-Ishabah, 8/16)  

Maka, usianya saat hijrah adalah 8 atau 9 tahun. Hal ini sesuai dengan hadits sebelumnya. 

7- Sumber-sumber sejarah juga sepakat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam wafat saat Aisyah berusia 18 tahun, maka ketika hijrah, dia berusia 9 tahun. 

8- Sebagaiman meriwayatkan juga buku-buku sirah, tarikh, biorgrafi, bahwa Aisyah radhiallahu anha wafat saat berusia 63 tahun. Yaitu pada tahun 57 H. Maka usianya sebelum hijrah adalah 6 tahun. Maka jika digenapkan, sebagaimana kebiasaan masyarakat Arab yang menggenapkan dalam menghitung tahun, maka usianya saat hijrah adalah 8 tahun, sedangkan usianya saat digauli Nabi shallallau alaihi wa sallam 8 bulan setelah hijrah adalah 9 tahun. 

9. Apa yang disebutkan sebelumnya, juga sesuai sebagaimana yang diberitakan para ulama tentang perbedaan antara usia Asma binti Abu Bakar dan Aisyah radhiallahu anha. Az-Zahabi rahimahullah berkata, “Dia, maksdunya Asma, lebih tua sepuluh tahun lebih dari Aisyah.” (Siyar A’lam An-Nubala, 2/188) 

Aisyah dilahirkan 4 atau 5 tahun setelah masa kenabian. Abu Nuaim berkata dalam Mu’jam Ash-Shahabat, tentang Asma, bahwa dia dilahirkan 10 tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Maka selisih usia antara Aisyah dan Asma adalah 14 atau 15 tahun. Ini merupakan ucapan AzZahibi terdahulu, yaitu bahwa dia, Asma, lebih tua sepuluh tahun lebih dari Aisyah.”  

10. Meskipun kami kutip angka-angka yang valid dari buku-buku sejarah dan biografi, akan tetapi, pedoman dasar kami adalah riwayat yang berdasarkan sanad shahih, apa yang kami kutip dari buku-buku tersebut bukan kutipan tanpa sanad, akan tetapi, kutipan-kutipan tadi seluruhnya sesuai dengan apa yang telah kami sebutkan di awal jawaban berupa hadits-hadits shahih seterang matahari, karena itu kami sertakan pula informasi penguat dari buku-buku sejarah.

Kedua: 

Adapun jawaban tentang alasan penulis artikel tersebut bahwa sesuai informasi yang disebutkan dalam sebagian referensi bahwa perbedaan usia antara Asma dan Aisyah adalah 10 tahun, maka kami katakan, bahwa sesungguhnya semua itu tidak terdapat dalam sanad yang shahih, seandainya sanadnya shahih, maka mungkin dipahami dengan menyesuaikan dalil-dalil yang tegas sebelumnya.

Adapun dari segi sanad, riwayat ini diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Zanad, dia berkata, “Adalah Asma binti Abu Bakar 10 tahun lebih tua dari Aisyah.”

Riwayat ini berasal dari dua jalur;

Jalur pertama; Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (10/69), dia berkata, “Menyampaikan kepada kami Abul Hasan Ali bin Ahmad Al-Maliki, menyampaikan kepada kami Ahmad bin Abdul Wahid As-Silmy, menyapaikan kepada kami Abu Muhamad bin Zubr, menyampaikan kepada kami Ahmad bin Saad bin Ibrahim Az-Zuhri, menyampaikan kepada kami Muhamad bin Abi Sufyan, menyampaikan kepada kami Al-Ashmai, menyampaikan kepada kami Ibnu Abi Zanad, dia berkata, lalu dia menyebutkannya (riwayat tersebut). 

Jalur kedua:

Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al-Isti’ab Fi Ma’rifatil Ashab (2/616), dia berkata, ‘Telah menyampaikan kepada kami Ahmad bin Qasim, telah menyampaikan kepada kami Muhamad bin Muawiyah, telah menyampaikan kepada kami Ibrahim bin Musa bin Jamil, telah menyampaikan kepada kami Ismail bin Ishaq Alqadhi, telah menyampaikan kepada kami Nashr bin Ali, telah menyampaikan kepada kami Al-Ashmai, dia berkata, telah menyampaikan kepada kami Ibnu Abi Zanad, dia berkata, ‘Asma binti Abu Bakar berkata, dia kurang lebih sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah.

Jika seorang peneliti yang obyektif memperhatikan riwayat-riwayat ini, maka akan tampak baginya bahwa mengambil zahir satu riwayat lalu meruntuhkan dalil-dalil shahih yang bertentangan dengannya, merupakan kejahatan ilmiah.

Hal tersebut sebagai berikut;

1.Sendirinya Abdurrahman bin Abi Zanad (100 – 174 H) dalam menetapkan perbedaan usia Asma dan Aisyah radhiallahu anhuuma sebanyak 10 tahun. Adapun dalil-dalil sebelumnya sangat banyak dan diriwayatkan oleh lebih dari seorang tabiin. Perlu diketahui bahwa yang lebih banyak didahulukan dari yang sedikit.

1-Para ulama sendiri mayoritas melemahkan Abdurrahman bin Abi Zanad. Terdapat dalam biografinya dalam kitab Tahzib At-Tahzib (6/172) mengutip perkataan Imam Ahmad, di dalamnya beliau menyatakan bahwa dia (Abdurrahman bin Abi Zanad) adalah mudhtaribul hadits (haditsnya tidak ajeg). Begitupula ucapan Ibnu Main tentangnya, “Bukan orang yang dijadikan sebagai hujjah oleh ahli hadits.” Ucapan Ibnu Madiny, “Apa yang dia riwayatkan di Madinah adalah shahih, tapi apa yang diriwayatkan di Baghdad telah dirusak oleh orang-orang Baghdad. Dan aku melihat Abdurrahman, maksudnya Ibnu Mahdy, telah menulis hadits-hadits Abdurrahman bin Abi Zanad, dia berkata dalam haditsnya tentang guru-guru merka, lalu orang-orang Baghdad menerimanya dari para ahli fiqih merek dengan menyebutkannya, dari fulan, fulan dan fulan.” Abu Hatim berkata, “Dia menuliskan haditsnya namun tidak dijadikan hujah”. An-Nasai berkata, “Haditsnya tidak dapat dijadikan hujah.” Abu Ahmad bin Adi berkata, “Sebagian yang dia riwayatkan, tidak dapat diikuti.”  

Adapun Tirmizi menyatakan dia sebagai tsiqah dalam sunannya pada hadits no. 1755, maka hal itu bertentangan dengan kritik yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini (kritik) lebih dianggap ketimbang rekomendasi. Khususnya karena sendirinya Abdurrahman bin Abi Zanad dengan redaksi yang bertentangan dengan apa yang telah dikenal dalam kitab-kitab sunah dan sejarah. 

2.Ucapannya dalam riwayat Ibnu Abdil Barr, “Dia (Asma) kurang lebih 10 tahun lebih tua dari Aisyah.” Riwayat ini lebih shahih dari riwayat Ibnu Asakir, karena Nashr bin Ali, yang merawikan dari Al-Ashmai dan sanad Ibnu Abdil Barr adalah tsiqah dan hafiz, sebagaiman disebutkan dalam Tahzib At-Tahzib (10/431), adapun Muhamad bin Abi Sufyan, perawi dari Al-Ashmai dalam sanad Ibnu Asakir, tidak ada seorang pun yang menyatakan tsiqah.

Ucapannya dalam riwayat Ibnu Abdil Bar (atau semacamnya) merupakan dalil bahwa beliau tidak membatasi angka sepuluh tahun, hal ini menunjukkan lemahnya periwayatannya, maka tidak dibenarkan bagi seorang peneliti yang obyektif membantah dalil-dalil sebelumnya (yang shahih) hanya karena riwayat yang meragukan ini.

3.Kemudian, masih mungkin untuk melakukan kompromi antara riwayat ini dengan riwayat-riwayat lainnya. Yaitu dengan mengatakan, bahwa kelahiran Asma adalah 5 atau 6 tahun sebelum diutusnya kenabian, sedangkan Aisyah dilahirkan 4 atau 5 tahun sesudah kenabian. Ketika Asma wafat pada tahun 73 H, usianya 91 atau 92 tahun. Ini yang disebutkan Az-Zahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala (3/380), “Ibnu Zanad berkata, ‘Dia (Asma) 10 tahun lebih tua dari Aisyah.’ Aku (Az-Zahabi) berkata, ‘Maka dengan demikian, usianya adalah 91 tahun. Adapun Husyam bin Urwah berkata, ‘Aisyah usianya 100 tahun dan giginya tidak rontok, dan hal ini tidak diingkari logika.” 

Demikian pula, memungkinkan untuk dikatakan bahwa Asma dilahirkan 14 tahun sebelum masa kenabian. Hal ini diakui oleh penulis penulis itu sendiri dalam artikelnya tersebut. Usianya pada tahun peristiwa hijrah adalah 27 tahun, sedangkan usianya ketika wafat pada tahun 73 H, adalah 100 tahun. Maka kesimpulan ini cocok dengan referensi buku-buku sejarah terkait dengan Asma binti Abu Bakar radhiallahu anha, yaitu bahwa wafatnya terjadi pada tahun peristiwa pembunuhan terhadap Abdullah bin Zubair (73H) dan bahwa dia wafat pada usia 100 tahun. Husyam bin Urwah berkata dari bapakanya, “Asma mencapai usia 100 tahun dan tidak ada giginya yang rontok, hal ini tidak diingkari secara logika.”

Berikut ini nama buku-buku referensi yang menyebutkan hal itu; Hilyatul Auliya (2/56), Mu’jam Ash-Shahabah, Abu Nu’aim Al-Ashbahani dalam kitab Al-Isti’ab, Ibnu Abdil Barr (4/1783), Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir (8/69), Usdul Ghobah, Ibnu Atsir (12/7), Al-Ishabah, Ibnu Hajar (7/487), Tahzibul Kamal (35/125)

Adapun dia dilahirkan 10 tahun sebelum masa kenabian, hal ini dinyatakan oleh Abu Nuaim Al-Asfahani dengan redaksi yang di dalamnya terdapat ungkapan, ‘Dia (Asma) adalah saudara perempuan sebapak dengan Aisyah, dia lebih tua dari Aisyah, dilahirkan 27 sebelum sebelum hijrah, dan 10 tahun sebelum kenabian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sedangkan bapaknya dilahirkan 21 tahun sebelum kelahirannya. Asma wafat pada tahun 73 H di Mekah beberapa hari setelah puteranya Abdullah bin Zubair terbunuh . Dia berusia 100 tahun dan matanya sudah menjadi buta”

Seakan-akan yang dimaksud Abu Nuaim bahwa masa tinggalnya di Mekah selama 17 tahun. Ini adalah pendapat sebagian ahli sejarah, namun ini pendapat yang lemah. Akan tetapi hendaknya diingatkan masalah ini apabila hendak memahami perkataan Abu Nuaim.

Lihat hikmah pernikahan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan Aisyah walau terjadi kesenjangan perbedaan usia pada jawaban soal no. 44990

Wallahu a’lam..

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam