Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Pulang Ke Rumahnya Di Madinah Dan Berjimak Di Siang Ramadan Tanpa Keluar (Air Mani)

Pertanyaan

Saya waktu liburan pergi ke Mekah untuk umrah, kemudian pergi ke Madinah Munawarah. Saya menggauli istriku di siang Ramadan, tanpa keluar air (mani). Apakah saya terkena sesuatu? Kalau saya terkena sesuatu, sepengetahuanku harus secara berururan memerdekakan budak. Jika saya tidak mampu karena tidak punya uang yang cukup, masa puasa dua bulan berturut-turut, saya tidak mampu karena kondisi pekerjaanku di lapangan disertai panasnya musim panas sangat sulit untuk berpuasa. Apakah saya memberi makan 60 orang miskin. Dan apakah istriku juga sama apabila dia suka rela (melayani)? Perlu diketahui saya punya rumah di Madinah Munawaroh dan saya bermukim di Riyad, saya pergi dalam rangka liburan.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Siapa yang berhubungan badan di siang Ramadan dan dia dalam kondisi berpuasa dan bermukim, maka dia terkena kafarat mugalazah yaitu memerdekakan budak, kalau tidak mendapatkan, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Kalau tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin. Diharuskan bertaubat dan mengqada puasa hari itu.

Istri (hukumnya) sama dengan suami kalau dia rela. Tidak ada bedanya, apakah keluar (mani) maupun tidak keluar. Kapan saja terjadi jimk’, maka diwajibkan membayar kafarat.

Kalau dalam kondisi safar, maka tidak berdosa, tidak ada kafarat dan tidak perlu menahan sisa harinya. Akan tetapi keduanya harus mengqada hari itu, karena puasa tidak harus bagi keduanya. Kalau anda penduduk Riyad dan anda mempunyai rumah di Madinah dan pergi ke sana sewaktu liburan, maka hukum anda seperti orang mukim. Anda harus berpuasa dan menyempurnakan shalat. Jika demikian, diharamkan bagi anda berbuka, berhubungan suami istri dan lainnya. Maka anda harus membayar kafarat karena berjimak.

Adapun jika anda pergi ke Mekkah, maka anda tidak dihukumi bermukim kecuali kalau anda berniat bermukim lebih dari empat hari. Kalau anda berniat kurang dari itu, maka anda hukumnya musafir.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Seseorang pergi dari Negara ke Negara lain, sementara Negara yang dia kunjungi  ada rumah miliknya, apakah dia menyempurnakan shalat atau mengqasarnya?

Syekh bertanya, “Akan tetapi apakah dia berdiam disini dua atau tiga bulan dan di Negara lain dua atau tiga bulan atau bagaimana?

Penanya, “Safar ke Negara tersebut waktu liburan musim panas.

Syekh, “Apakah dia datang disela-sela musim panas?’

Penanya,”Ya Syekh,”

“Kalau begitu tidak diqasar, karena hakekatnya dia mempunyai dua rumah.” (Liqa Al-Bab Al-Maftuh, 162/25).

Dengan demikian, kalau berbuka puasa anda terjadi sebelum anda masuk ke Madinah, maka tidak mengapa apa yang anda lakukan. Anda tidak lain kecuali mengqada hari itu saja, karena anda berbuka disebabkan safar. Kalau berbukanya anda setelah masuk Madinah, maka anda harus melakukan kafarat.

Nasehat bagi anda, usahakan berpuasa dua bulan berturut-turut di musim dingin atau musim sedang. Dimana siang agak singkat dan meringankan kepayahan. Atau di hari liburan tahunan dimana anda tidak bekerja atau kesempatan seperti itu dimana anda dapat melaksanakan kewajiban anda. Kalau benar-benar anda tidak mampu melakukan puasa, maka anda dibolehkan memberi makan enam puluh orang miskin, dengan sekali memberikan makanan atau secara berkala sampai sempurna bilangannya. Istri anda juga diharuskan berpuasa, kalau tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin. Silahkan melihat jawaban soal no. 106532.

Wallahua’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam