Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Apakah Dibolehkan Mengeluarkan Kafarat (tebusan) Sumpah Untuk Orang Yatim Di Panti Asuhan

153980

Tanggal Tayang : 07-02-2016

Penampilan-penampilan : 27487

Pertanyaan

Apakah diperbolehkan memberikan makanan kepada anak-anak yatim di panti anak yatim dalam rangka untuk mengeluarkan kafarat sumpah? Apakah dibolehkan menganggap mereka itu seperti orang fakir karena mereka tidak mempunyai bapak dan tidak bekerja. Akan tetapi mereka dalam kondisi lapang karena kebanyakan orang memberikan kepada mereka sodaqah setiap hari?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kafarat (tebusan) dikeluarkan untuk orang fakir dan miskin saja, yaitu mereka yang tidak mempunyai harta yang mencukupi. Kalau mereka mempunyai sesuatu yang mencukupi, maka tidak dibolehkan memberikan kafarat kepada mereka.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata tentang kafarat sumpah, “Yang boleh diberikan (zakat) itu mempunyai empat sifat, mereka adalah miskin, ini adalah dua kelompok yang diberikan zakat yang disebutkan pertama kali dalam firman Allah  ( إنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ )orang fakir itu lebih miskin. Karena fakir sangat membutuhkan dibandingkan orang miskin. Dan tidak boleh diberikan kepada selain darinya. Baik termasuk kelompok yang menerima zakat atau tidak. Karena Allah memerintahkan untuk orang miskin dan dikhususkannya maka tidak boleh diberikan kepada selain mereka.” (Al-Mughni, 10/3).

Kalau anak yatim mempunyai sesuatu yang mencukupi dari sodakah yang diberikan orang, maka mereka bukan fakir dan bukan miskin. Maka tidak diperbolehkan menyalurkan kafarat kepada mereka. Kalau mereka memerlukan, maka tidak mengapa (kafarat) diberikan kepada mereka.

Ulama’ Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ ditanya, “Suatu hari saya bersumpah dan melakukan kaffarat, dimana saya mengambil dari pasar sepuluh tas plastic beras. Masing-masing kantong berisi 1,5 kg beras. Saya bagikan kantong beras ini kepada orang-orang yatim masing-masing mendapatkan satu kantong beras. Perlu diketahui bahwa orang yatim ini tidak ada pemasukan bulanan, akan tetapi mereka masuk dalam jaminan sosial setiap akhir tahun. Begitu juga mendapatkan shodaqoh dari orang baik. Apakah kaffarah yang saya lakukan dengan cara ini sudah benar?

Mereka menjawab, “Kalau kondisi orang yatim seperti yang anda sebutkan dalam pertanyaan, apa yang anda lakukan diterima insyaallah untuk kafarat wajib bagi anda. Kafarat sumpah itu pilihan antara memberi makan, pakaian dan memerdekakan budak. Ketiganya dilakukan secara berurutan dengan puasa. Puasa tidak diterima kecuali orang yang tidak mampu tiga hal ini.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, (23/22-23).

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Ada orang yatim yang mendapatkan zakat dari umat Islam, begitu juga mendapat jaminan sosial sampai dananya mencapai 100.000 riyal. Apakah mereka harus mengeluarkan zakat padahal mereka orang yatim yang tidak mendapatkan orang yang mendanainya.

Beliau menjawab, “Pertama, perlu diketahui bahwa zakat bukan untuk orang yatim. Zakat diberikan kepada orang fakir, miskin dan golongan lainnya. Orang yatim terkadang kaya. Terkadang kedua orang tuanya meninggalkan harta yang mencukupinya. Terkadang dia mendapatkan gajian dari jaminan social atau dari lainnya yang dapat mencukupinya. Oleh karena itu kami katakan: “Wali yatim seharusnya tidak menerima zakat kalau yatim mempunyai sesuatu yang mencukupinya. Sementara kalau sadaqah dianjurkan diberikan kepada orang yatim meskipun mereka kaya.

Kedua, kalau harta terkumpul pada orang yatim, maka zakat wajib dikeluarkan. Karena zakat tidak disyaratkan balig dan berakal. Maka zakat wajib kepada hartan anak kecil dan pada harta orang gila.” (Majmu Fatawa Wa Rosail Ibnu Utsaimin, 13/1551).

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam