Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Apabila Suami Telah Sepakat Dengan Para Wali Istri Atas Penangguhan Pembayaran Mahar Dengan Batas Waktu Yang Telah Ditentukan, Dan Akhirnya Suami Tidak Memenuhi Janjinya Maka Wajib Baginya Memberikan Mahar Tersebut Jika Telah Jatuh Tempo

175876

Tanggal Tayang : 05-04-2015

Penampilan-penampilan : 4165

Pertanyaan

Apabila telah terjadi akad nikah dan antara suami-istri sepakat bahwa suaminya akan memberikan maharnya pada waktu yang telah ditentukan, akan tetapi sang suami tidak memuliakan kesepakatan yang telah dibuat dan tidak membayarkan mahar pada waktu yang telah ditentukan, maka apa yang harus dilakukan pada kondisi itu ? Dan apakah di sana ada yang dinasehatkan terkait batasan waktu dilaksanakannya resepsi pernikahan ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

..

Pertama : 

Pada dasarnya sesungguhnya seorang istri berhak mendapatkan maharnya secara sempurna hanya dengan halalnya hubungan suami-istri, maka jika mereka mensyaratkan pada saat akad nikah selain yang demikian semisal menangguhkan pembayaran mahar baik sebagiannya atau keseluruhannya dengan batas waktu tertentu maka wajib bagi seorang suami membayarnya pada saat sudah jatuh tempo.  Lihat  “Fatawa al Lajnah ad Daaimah” (19/56) “Majmu Fatawa Wa Rosaail al Utsaimin” (18/30). 

Dan seorang suami apabila dia memiliki kelapangan untuk membayar semua maharnya maka tidak dibolehkan menundanya, dan hendaklah dia ingat firman Allah Ta’ala : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ (سورة المائدة : 1)

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al Maidah: 1). 

Dan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ (رواه أبو داود، رقم 3594 وصححه الألباني في "صحيح أبي داود) 

“Orang-orang Muslim sesuai dengan syarat-syarat mereka.” (HR. Abu Daud, no. 3594, dan dishahihkan oleh al Albani  dalam Shahih Abu Daud)

dan sabdanya yang lain:

 أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ مِنْ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ (رواه البخاري، رقم 5151 ومسلم، رقم 1418)

“Yang syarat-syarat yang paling berhak kalian penuhi  adalah sesuatu yang menjadikan halal bagi kalian kehormatan wanita.” (HR. Bukhari, no. 5151 dan Muslim, no. 1418). 

Akan tetapi apabila kondisi sang suami dalam kesulitan dan tidak memiliki harta untuk membayar maka hendaklah istri memperhatikan kondisinya tersebut, tidak menuntutnya pada kondisi kesulitannya, khususnya apabila dia tidak sedang membutuhkan harta benda, dan hendaklah para wali juga bisa memahami perkara tersebut, maka seorang suami bagaimanapun keadaannya dia lebih utama dan lebih dibutuhkan oleh seorang istri . Demikian pula sebaliknya, betapapun berbeda kondisi masing-masing, dan bukan sekedar karena telah habis batas waktu pembayaran lalu kemudian sang istri atau salah satu dari anggota keluarganya menuntut kepada suami agar melunasinya dan mendesaknya untuk segera melunasinya, akan tetapi yang wajib dilakukan adalah ; pertama-tama melihat kondisi suami apakah dia termasuk yang dilapangkan hidupnya ataukah termasuk dalam kesulitan, dan apakah sang istri sangat membutuhkan harta tersebut ataukah tidak ? Dan apakah memungkinkan bagi istri untuk bersabar tidak memintanya ataukah tidak mungkin untuk bersabar ? 

Tidak diragukan lagi sesungguhnya berinteraksi dengan penuh kebijaksanaan dalam perkara-perkara semacam ini merupakan bagian terpenting dari tuntutan-tuntutan bagusnya pergaulan antara suami dan istri, dan setiap masing-masing wajib untuk menjauhi melakukan kedzaliman yang menyebabkan terjadinya kerugian satu sama lain, dan hendaklah sebisa mungkin menghindarkan yang demikian tadi dan masing-masing dari keduanya berusaha menutupi kebutuhannya – baik dalam hal pemberian nafkah, kegigihan berusaha, pemberian kemakluman dan maaf – hingga mendapatkan kebaikan dalam menjalani hidup dan saling menjaga pergaulan dengan baik.  

Kedua : 

Kami nasehatkan agar segera melaksanakan resepsi pernikahan dan tidak menundanya lagi sebagai bentuk optimalisasi maksud dan tujuan pernikahan, dan guna menepis timbulnya problematika, permasalahan-permasalahan atau bahkan perselisihan karena jarak yang lama antara saat melamar dan dilangsungkannya akad nikah serta resepsi pernikahan. Maka selama sudah maksimal persiapannya untuk menyongsong malam pertama dan masing-masing dari kedua mempelai telah sempurna dalam mempersiapkannya hendaknya disegerakan dalam hal tersebut dan tidak menundanya lagi. Bisa melihat kembali fatwa soal no 10048.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam