Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Dibolehkan Mengusap Khuf Dengan Kain Atau Orang Lain Mengusapkannya

Pertanyaan

Pertanyaan saya terkait dengan kaos kaki medis. Pertanyaan ini mirip dengan pertanyaan lalu yang terdapat pada situs anda di no. 114192. Akan tetapi pertanyaan saya sedikit berbeda, karena kaos kaki ini sedikit berbeda dengan kaos kaki biasa. Apa pendapat anda dengan seseorang yang memakai kaos kaki medis selama 24 jam. Dia mengalami radang akut di persendian sehingga tidak dapat menundukkan badan. Artinya, dia bergantung kepada orang lain dalam memakai atau mencopotnya. Apakah hukum orang itu seperti orang yang memakai kaos kaki biasa ataukah hukumnya seperti orang yang memakai perban? Anda telah jelaskan bahwa hukum perban berbeda dengan hukum khuf. Karena dalam perban yang harus diusap adalah seluruh bagian anggota wuhdu, atas dan bawah. Karena itu saya bertanya-tanya, apakah hukum orang itu seperti hukum orang yang memakai perban walaupun ada orang dari kerabatnya yang dapat membantu memakaikan dan mecopotnya setiap 24 jam. Akan tetapi perlu diketahui bahwa mencopotnya dan memakainya adalah perkara sulit, itupun bisa jadi tidak sesuai sebagaimana mestinya, karena mengandung unsur karet yang rumit. Apakah kita boleh memilih di antara kedua hukum tersbut mana yang lebih memudahkan, kadang kami ambil hukum perban dan kadang kami ambil hukum khuf, ataukah hanya satu hukum yang boleh kami ambil? Jika orang yang cacat tersebut seorang diri, tidak ada yang membantunya berwudhu, sedangkan dia tidak dapat menyampaikan air ke anggota kaki, bagaimana hukumnya? Jika dia menggunakan kain yang dibasahkan lalu dengan sebatang kayu dia sampaikan ke kakinya untuk mengusapnya. Apakah hal itu dibolehkan? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Mengusap khuf atau kaos kaki dibolehkan, baik ada uzur atau tidak ada. Orang yang menetap, dibolehkan mengusap selama sehari semalam, sedangkan orang yang safar dibolehkan mengusap selama tiga hari tiga malam.

Orang yang butuh untuk memakai kaos kaki, lalu ada yang memakaikannya walau dengan upah, maka dia harus mengusapnya. Tidak boleh dia berpindah ke tayammum, juga tidak boleh menganggapnya sebagai perban. Tapi hukumnya adalah hukum kaos kaki yang dipakai setelah suci sempurna.

Orang lain boleh mengusapkannya di atas khufnya sebagaimana mereka boleh mewudhukannya.

Ibnu Abidin rahimahullah berkata dalam Hasyiyahnya terhadap kita Al-Bahru Ar-Raiq, 1/182, "Seandainya dia memerintahkan seseorang untuk mengusap khufnya, lalu dia melakukannya, maka hukumnya sah, sebagaimana termaktub dalam (kitab) Al-Khulashah."

Tidak disyaratkan mengusap khuf harus dengan tangannya langsung. Seandainya dia mengusapnya dengan kain atau busa yang dibasahi air yang disambungkan dengan tongkat sebagaimana anda sebutkan, maka hal itu dibolehkan.

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Kitab Al-Majmu, 1/549. Para ulama dari kalangan mazhab kami berkata, "Mengusap dibolehkan dengan tangan atau dengan jari jemari, atau dengan kayu, atau dengan kain atau selainnya."

Ini merupakan pendapat dalam mazhab Hambali. Lihat Kitab Al-Inshaf, 1/160, 1/185)

Bahkan seandainya seseorang berjalan di atas kain atau rumput yang basah, itu sudah cukup (dibolehkan).

Dikatakan dalam Kitab Al-Bahr Ar-Raiq, 1/182, "Seandainya tempat yang harus diusap itu terkena air atau hujan seukuran tiga jari, maka itu sudah sah, demikian pula seandainya dia berjalan di atas rumput yang basah oleh hujan."

Lihat Asna Al-Mathalib, 1/97

Perkaranya sebagaimana anda perhatikan, mudah, Alhamdulillah.

Jika orang yang cacat tidak mendapatkan orang lain yang dapat membantunya untuk mengusapkannya, dirinya juga tidak mungkin mengusapnya dengan kain atau selainnya, maka dia cukup membasuh anggota wudhu yang dapat dia basuh, lalu yang tidak dapat dia basuh, diganti dengan tayammum. Lihat soal no.71202

Kedua:

Jika kaos kaki itu sulit dibongkar pasang, maka hukumnya seperti hukum perban. Tidak terkait dengan masa tertentu. Maka dia memakainya selama membutuhkannya dan mengusap bagian atas dan bawahnya hingga mata kaki. Tidak disyaratkan memakainya dalam keadaan suci. Dia dapat mengusapnya sendiri, baik dengan tangan atau dengan selainnya, atau diusapkan orang lain. Jika tidak dapat dapat mengusap sendiri dan tidak ada orang yang mengusapkannya, maka dia cukup membasuh anggota wudhu yang dapat dia basuh, lalu dia bertayammum sebagai pengganti basuhan kakinya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

Kita mohon kepada Allah semoga Allah berikan kesembuhan kepada kaum muslimin yang menderita sakit.

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam