Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Perempuan Yang Dilamar Meminta Kepada Si Pelamar Agar kelak Maharnya Berupa Hafalan Surat Al Mulk Dan Membacanya Setiap Sebelum Tidur. Apakah Hal Semacam Ini Dibolehkan ??

205727

Tanggal Tayang : 09-08-2015

Penampilan-penampilan : 35547

Pertanyaan

Perempuan yang saya lamar meminta agar kelak maharnya berupa hafalan surat Al Mulk, lalu membacanya disetiap malam bersama-sama sebelum tidur tentu saja hal ini sesudah kami menikah. Pertanyaan saya, Apakah mahar dengan gambaran semacam ini disyari’atkan? Dan adakah dalil-dalil dari As Sunnah? lalu apakah mahar itu akan menjadi batil apabila kami lupa membaca surat Al Mulk tersebut disebagian malam, dan dengan demikian maka apakah pernikahan kami menjadi fasid ?? saya mengharap penjelasan dari anda terhadap masalah ini...

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

..

Pertama : 

As Shodaq – mahar – merupakan hak bagi seorang istri, yang Allah mewajibkannya kepada seorang lelaki yang dia berkehendak untuk menikahinya, Allah Ta’ala berfirman : 

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً (سورة النساء: 4 )

“ Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An Nisaa’ /4). 

Imam Ibnu Jarir At Thobari Rahimahullah menafsirkan, “Dan berikanlah oleh kalian kepada kaum wanita mahar mereka sebagai pemberian yang wajib, dan sebuah kewajiban yang lazim diberikan.” Tafsir At Thabari ( 7 / 552 ). 

Dan mahar mungkin bisa berbentuk harta benda – seperti emas, uang atau perhiasan – dan mungkin juga berupa pembantu atau kemanfaatan yang lain yang bisa diberikan oleh suami untuk istrinya, sebagaimana mengajarkannya Al Qur’an, atau menunaikan ibadah haji dengan istri. Dan telah disebutkan penjelasannya yang demikian dalam fatwa nomer ( 101759 ). 

Kedua : 

Permintaan perempuan yang anda lamar agar nantinya maharnya berupa hafalan surat Al Mulk, jika maksudnya agar nantinya anda mengajarkannya surat tersebut hingga dia menghafalkannya ; maka yang demikian menjadi perbedaan pendapat antar Ulama.

Disebutkan dalam al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah ( 17 / 324 ), “Para pakar fiqih berbeda pendapat dalam hal dibolehkannya menjadikan hafalan Al Qur’an Al Karim sebagai mahar bagi mempelai wanita. Al Hanafiyyah dan Al Malikiyyah dalam riwayat yang populer dikalangan madzhab mereka serta Ahmad dari riwayat yang bersumber darinya berpendapat tidak dibolehkannya menjadikan hafalan al Qur’an al Karim sebagai mahar bagi seorang perempuan, karena kemaluan atau farji wanita tidak menjadi halal dan tidak sebanding melainkan dengan harta benda, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وأحل لكم ما وراء ذلكم أن تبتغوا بأموالكم محصنين غير مسافحين

“Karena sesungguhnya hafalan al Qur’an al Karim tidak dibolehkan untuk dijadikan alat komoditi kecuali jika pembacanya bertujuan untk mendekatkan diri kepada Allah dengan bacaannya.” 

Adapun Syafi’iyyah berpendapat yang bertentangan dengan pendapat yang populer menurut sebagian Malikiyyah dan Ahmad dalam sebuah riwayat darinya, yaitu membolehkan menjadikan hafalan al Qur’an al Karim sebagai mahar bagi seorang wanita “Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menikahkan seorang lelaki dengan seorang perempuan dengan hafalan Qur’an yang dia miliki ”.

Dan pendapat yang Rajih (paling benar) adalah dibolehkannya memberikan mahar berupa hafalan Al Qur’an; dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 5030  dan Muslim, no.  1425: 

Dari Sahal bin Saad ; bahwasannya seorang perempuan datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu dia berkata:  

يا رسول الله جئت لأهب لك نفسي فنظر إليها رسول الله صلى الله عليه وسلم فصعد النظر إليها وصوبه ثم طأطأ رأسه , فلما رأت المرأة أنه لم يقض فيها شيئا جلست , فقام رجل من أصحابه فقال يا رسول الله إن لم يكن لك بها حاجة فزوجنيها , فقال : هل عندك من شيء , فقال: لا والله يا رسول الله , قال: اذهب إلى أهلك فانظر هل تجد شيئا؟ فذهب ثم رجع , فقال: لا والله يا رسول الله ما وجدت شيئا , قال انظر ولو خاتما من حديد فذهب ثم رجع , فقال: لا والله يا رسول الله ولا خاتما من حديد , ولكن هذا إزاري قال سهل : ما له رداء . فلها نصفه, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما تصنع بإزارك إن لبسته لم يكن عليها منه شيء وإن لبسته لم يكن عليك شيء , فجلس الرجل حتى طال مجلسه ثم قام , فرآه رسول الله صلى الله عليه وسلم موليا فأمر به فدعي , فلما جاء قال ماذا معك من القرآن قال معي سورة كذا وسورة كذا وسورة كذا عدها قال أتقرؤهن عن ظهر قلبك قال نعم قال اذهب فقد ملكتكها بما معك من القرآن .

“Ya Rasulullah saya datang untuk menghibahkan diriku ini untuk anda,” maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam-pun melihat kepadanya dan memperhatikan sosoknya mulai dari bawah sampai ke atas kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala beliau.  Ketika perempuan ini melihat bahwa beliau tidak mempunyai minat kepadanya, diapun lalu duduk. Tiba-tiba seorang lelaki dari sahabat beliau bangkit dari duduknya seraya berkata: Wahai Rasulullah jika anda tidak mempunyai minat kepadanya maka nikahkanlah aku dengannya. Rasulullah bertanya: Apakah ada sesuatu yang engkau miliki? Dia menjawab: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Pergilah engkau kepada keluargamu dan lihatlah barangkali engkau mendapatkan sesuatu? Lalu dia beranjak pergi kemudian datang kembali, seraya berkata: Demi Allah tidak wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan suatu apapun. Beliau bersabda: Lihatlah di rumahmu dan carilah walau sekedar cincin yang terbuat dari besi. Lalu dia beranjak pergi dan datang kembali, seraya berkata: Demi Allah, wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan meskipun cincin dari besi, akan tetapi ini saya mempunyai sarung saya ini. Sahal berkata: Apa yang dia miliki dari kain tersebut dan bagi istrinya separonya, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallan bersabda: Apa yang akan engkau perbuat dengan kain sarungmu jika engkau memakainya maka tidak tersisa baginya – istrinya – sedikitpun, dan jika dia memakainya maka tidak tersisa sedikitpun bagimu. Kemudian lelaki tersebut duduk dalam waktu yang cukup lama lalu dia bangkit dari duduknya dan beranjak pergi. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melihatnya pergi meninggalkan majlis tersebut maka beliau-pun memerintahkan untuk memanggilnya kembali, dan ketika lelaki tadi telah datang menghadap, beliau bertanya kepadanya: Apa yang engkau miliki dari al Qur’an? Dia menjawab: Saya hafal surat ini, surat ini dan surat ini dia menyebutkan perinciannya, beliau bersabda: Apakah engkau menghafalkannya di hatimu? dia menjawab: Iya benar. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Pergilah engkau telah menikahi – perempuan tadi – dengan apa yang engkau miliki dari al Qur’an.” 

Disebutkan dalam kitab al Iqna dalam ulasan matan Abi Syuja’ (2 / 425): “(Dibolehkan menikahi seorang perempuan dengan (mahar sesuatu) kemanfaatan yang telah diketahui) dapat dipenuhi dengan akad sewa-menyewa, seperti; pengajaran yang di dalamnya terdapat kesulitan, menjahit baju, dan menulis serta hal-hal lain yang semacamnya. Ruang lingkup pengajaran sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, cakupannya menyeluruh meliputi hal-hal yang wajib untuk diajarkan, seperti mengajarkan surat al Fatihah dan lainnya, mengajarkan al Qur’an, al Hadits, fiqih, syair dan khath dan yang lain selama bukan termasuk hal-hal yang diharamkan ”. 

Sebagian ulama memberikan batasan dan ketentuan bolehnya pengajaran al Qur’an dijadikan sebagai mahar, jika memang calon suami tidak memiliki harta benda.

Terdapat dalam Fatawa Lajnah ad Daaimah – 1 (19/35): “Sah hukumnya mengajarkan sesuatu dari al Qur’an kepada seorang wanita yang dijadikan sebagai mahar baginya pada saat akad nikah jika si lelaki tidak memiliki harta benda, sebagaimana yang tertuang dalam shahih Bukhari dan Muslim ; 

“Ya Rasulullah saya datang untuk menghibahkan diriku ini untuk anda,” maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam-pun melihat kepadanya dan memperhatikan sosoknya mulai dari bawah sampai ke atas kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala beliau.  Ketika perempuan ini melihat bahwa beliau tidak mempunyai minat kepadanya, diapun lalu duduk. Tiba-tiba seorang lelaki dari sahabat beliau bangkit dari duduknya seraya berkata: Wahai Rasulullah jika anda tidak mempunyai minat kepadanya maka nikahkanlah aku dengannya. Rasulullah bertanya: Apakah ada sesuatu yang engkau miliki? Dia menjawab: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Pergilah engkau kepada keluargamu dan lihatlah barangkali engkau mendapatkan sesuatu? Lalu dia beranjak pergi kemudian datang kembali, seraya berkata: Demi Allah tidak wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan suatu apapun. Beliau bersabda: Lihatlah di rumahmu dan carilah walau sekedar cincin yang terbuat dari besi. Lalu dia beranjak pergi dan datang kembali, seraya berkata: Demi Allah, wahai Rasullullah saya tidak mendapatkan meskipun cincin dari besi, akan tetapi ini saya mempunyai sarung saya ini. Sahal berkata: Apa yang dia miliki dari kain tersebut dan bagi istrinya separonya, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallan bersabda: Apa yang akan engkau perbuat dengan kain sarungmu jika engkau memakainya maka tidak tersisa baginya – istrinya – sedikitpun, dan jika dia memakainya maka tidak tersisa sedikitpun bagimu. Kemudian lelaki tersebut duduk dalam waktu yang cukup lama lalu dia bangkit dari duduknya dan beranjak pergi. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melihatnya pergi meninggalkan majlis tersebut maka beliau-pun memerintahkan untuk memanggilnya kembali, dan ketika lelaki tadi telah datang menghadap, beliau bertanya kepadanya: Apa yang engkau miliki dari al Qur’an? Dia menjawab: Saya hafal surat ini, surat ini dan surat ini dia menyebutkan perinciannya, beliau bersabda: Apakah engkau menghafalkannya di hatimu? dia menjawab: Iya benar. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Pergilah engkau telah menikahi – perempuan tadi – dengan apa yang engkau miliki dari al Qur’an.” 

Adapun jika maksudnya dengan mahar yang diinginkan adalah agar anda menghafal surat al-  Mulk, atau maharnya hanya sekedar tilawah surat al Mulk yang kalian berdua baca setiap malam, maka hal ini tidak dibolehkan. Karena mahar itu wajib berupa harta benda [sesuatu yang mempunyai nilai berharga].

Disebutkan dalam Hasyiyah al Bujairimi ‘alal Khatib (3/444) : Dan tidak ada batasan sedikit banyaknya sebuah mahar. Bahkan ketentuannya adalah setiap sesuatu yang sah untuk diperjual-belikan, ditukar dan sebagai alat tukar, maka dia sah sebagai mahar. Sedangkan jika  tidak sah diperjual belikan maka tidak sah dan tidak layak pula dijadikan sebagai mahar. Lalu apabila melaksanakan akad nikah dengan mahar yang tidak termasuk harta benda dan tidak pula bisa ditukarkan dengan sesuatu yang berharga, seperti dua butir biji gandum ; maka tidak sah penyebutan mahar tersebut dalam akad nikah, dan perkaranya dikembalikan pada keumuman mahar yang berlaku dalam keluarga tesebut atau masyarakat secara umum. 

Kesimpulannya :

Kesimpulan bagi kalian berdua, bagaimanapun, hendaklah mempelai perempuan menerima mahar meskipun sesuatu yang ringan dan mudah, baik berupa emas, perhiasan atau sesuatu lain yang semacamnya ; meskipun sangat murah harganya atau sangat remeh dari sesuatu yang kalian berdua rida dengannya. Kemudian baru setelah yang demikian itu dia boleh memberikan syarat kepada anda dengan syarat yang telah disebutkan, selama hal tersebut mampu kalian berdua laksanakan dan tidak ada penghalang yang menghalangi kalian berdua. 

Ketiga : 

Tidak sesuainya mahar bukan berarti merusak pernikahan yang sah, hal ini merupakan pendapat yang paling kuat dari pendapat para ulama. Disebutkan dalam kitab  Al Hawi Al Kabir (9/461): “Tidak sempurna atau tidak layaknya sebuah mahar tidak mengharuskan dan menjadikan rusaknya pernikahan, cukup baginya mahar yang sepadan dengan kondisi masyarakat pada umumnya.” 

Dan dalam kitab Nihayatul  Mathlab Fie Dirooyatil Madzhab (6/13): “Tidak menjadi rusak sebuah pernikahan dengan rusaknya mahar menurut madzhab yang shahih.” 

Dan didalam kitab Al Wasith karangan Imam al Ghozali (5/228): “Dan kaidah dalam bab tersebut adalah: Sesungguhnya pernikahan tidak menjadi batal atau rusak karena rusaknya mahar; Karena menurut madzhab yang sahih sesungguhnya pernikahan yang tidak menyebutkan mahar akan mengikat diwajibkannya mahar sebagai sarana ibadah. Maka tidak akan terpengaruh penyebutan mahar melainkan dalam hal penentuan dan perkiraan, dan akan rusak penentuan dan perkiraan yang tersisa hanya kewajiban membayar mahar sesuai dengan kebiasaan mahar di sekitarnya atau mahar mitsel ”.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam