Jum'ah 10 Syawal 1445 - 19 April 2024
Indonesian

WANITA YANG DIBOLEHKAN MENIKAH PADA SUATU KONDISI DAN DILARANG MENIKAH PADA KONDISI LAIN

Pertanyaan

Apakah ada kondisi tertentu dalam Islam yang membuat seorang wanita boleh dinikahi pada kondisi tertentu namun tidak dibolehkan menikahi wanita yang sama pada kondisi lain?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Ya, hal itu ada. berikut ini beberapa contoh untuk menjelaskan hal itu:

1.Diharamkan menikahi wanita yang masih dalam masa iddah dari orang lain. Berdasarkan firman Allah,

وَلاَ تَعْزِمُواْ عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىَ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ (سورة البقرة: 235)

"Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya." (QS. Al-Baqarah: 235)

Di antara hikmah hal itu adalah tidak agar aman kalau sekiranya dia hamil, sehingga tidak tercampur air (mani) sehingga nasabnya tidak jelas.

2.Diharamkan menikahi wanita pezina sebelum dia bertaubat dan telah habis (masa) iddahnya. Berdasarkan firman Allah,

الزَّانِي لا يَنكِحُ إلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ  (سورة النور: 3)

“Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin." (QS. An-Nur: 3)

3.Diharamkan bagi mantan suami menikahi wanita yang telah dicerai tiga kali, sebelum digauli suami lainnya dengan pennikahan yang sah.

Berdasarkan firman Allah,

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua)," Yakni talak yang ketiga,

Lalu lanjutan firman Allah,

"Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain." (QS. Al-Baqarah: 229-230)

4.Diharamkan mengawini wanita dalam kondisi ihram sampai dia tahallul dari ihramnya.

5.Diharamkan menggabungkan dua saudara wanita menjadi satu. Berdasarkan firman Allah,

وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ (سورة النساء: 23)

"Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara." (QS. An-Nisaa’: 23)

Begitu juga diharamkan (kawin dengan) menggabungkan antara seorang wanita dengan bibi dari bapak atau ibunya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

لاَ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمّتِهَا وَلاَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا  (متفق عليه)

“Jangan engkau gabungkan antawa wanita dengan bibi (dari ayah) dan antara wanita dengan bibi (dari ibu). HR. Muttafaq’alaihi.

Nabi sallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan hikmah hal itu dengan sabdanya:

إِنَّكُمْ إِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ قَطَعْتُمْ أَرْحَامَكُمْ

 “Sesungguhnya kalau anda lakukan hal itu, maka anda telah memutus hubungan kerabat anda.”

Hal itu karena di antara istri ada kecemburuan. Kalau salah seorang di antara kedua (istrinya) itu kerabat, maka akan terjadi pemutusan hubungan di antara keduanya.

Kalau wanita itu telah dicerai dan selesai iddahnya, maka mantan suami dibolehkan menikahi saudara perempuan, bibi dari bapak dan bibi dari ibunya. Karena telah hilang larangannya.

6.Tidak dibolehkan menggabungkan lebih dari empat istri. Berdasarkan firman Allah,

فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ (سورة النساء: 3)

"Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat." (QS. An-Nisaa: 3)

Nabi sallallahu'alaihi wa sallam memerintahkan seseorang yang mempunyai lebih dari empat istri untuk menceraikan sisanya ketika dia telah masuk Islam.

Wallahu’alam.

Refrensi: Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, Syekh Shaleh bin Fauzan Al-Fauzan