Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Bersuci dan Shalatnya Orang Yang Sakit Tidak Bisa Menahan Kencing

Pertanyaan

Saya merasa ada beberapa tetes kencing yang keluar, saya bertanya terkait dengan sholat. Ada yang mengaatakan kepada saya, berwudhulah untuk setiap waktu shalat, dan shalatlah semau anda. Jika masuk waktu sholat yang lain berwudhulah dengan wudhu yang baru. Pertanyaan saya: Apakah boleh bagi saya berwudhu sebelum masuk waktu shalat, misalnya: untuk mengikuti shalat berjama’ah di masjid? Apakah ketika saya berada di luar rumah saya boleh shalat dengan wudhunya shalat-shalat yang masuk waktunya, dan jika tidak boleh apa yang harus saya lakukan untuk mensucikan pakaian dalam saya untuk berwudhu dan shalat dengannya? Apakah saya boleh shalat yang durasinya lama dengan satu wudhu seperti shalat isya dan shalat tarawih? semoga Allah membalas kebaikan anda.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

  1. Bagi siapa saja yang berhadats terus menerus, seperti orang yang tidak bisa menahan kencing dan kentut, maka dia berwudhu setiap masuk waktu shalat (fardhu). Lalu dia shalat dengan wudhunya tersebut, baik shalat fardhu ataupun sunnah (di waktu tersebut) sampai masuk waktu shalat berikutnya.

يا رسول الله إني امرأة أستحاض فلا أطهر أفأدع الصلاة ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا ، إنما ذلك عرق وليس بحيض ، فإذا أقبلت حيضتك فدعي الصلاة وإذا أدبرت فاغسلي عنك الدم ثم صلي ، ثم توضئي لكل صلاة حتى يجيء ذلك الوقت  (رواه البخاري، رقم  226 واللفظ له ومسلم، رقم 333 )

“Wahai Rasulullah, sungguh saya adalah seorang wanita yang istihadhah, saya tidak bisa suci, apakah saya boleh meninggalkan shalat? Maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidak, karena hal itu adalah (terputusnya) pembuluh darah dan bukan haid. Jika masa haidmu tiba maka tinggalkanlah shalat, jika selesai (haidh) maka cucilah darahmu lalu shalatlah, kemudian berwudhulah setiap kali shalat sampai tiba waktu tersebut”. (HR. Bukhori: 226 dan redaksi beliau dan Muslim: 333)

  1. rang yang terus keluar kencing diqiyaskan kepada wanita istihadhah menurut para ulama.

Namun jika diketahui bahwa kencingnya berhenti pada waktu tertentu yang cukup baginya untuk bersuci dan shalat, maka dia wajib menunda shalatnya hingga sampai kesempatan tersebut.

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata: “Yang terkena dengan kencing terus-menerus ada dua kondisi:

Pertama: Jika terjadi terus menerus dan tidak berhenti, setiap kali terkumpul di kantung kemihnya langsung keluar, maka orang ini berwudhu jika sudah masuk waktu shalat dan membalut kemaluannya dengan sesuatu, lalu dia shalat dan tidak masalah jika ada yang tetap keluar.

Kedua: Jika bisa berhenti setelah dia kencing meskipun hanya 10 menit atau 15 menit. Maka hendaknya dia menunggu sampai berhenti, lalu berwudhu dan shalat, meskipun dia ketinggalan shalat berjama’ah”. (As’ilah al Bab al Maftuh, no: 17, episode: 67)

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah bersucinya wanita istihadhah dan yang serupa dengannya, apakah wudhunya menjadi batal dengan keluarnya waktu atau dengan masuknya waktu shalat berikutnya. Buah dari pembahasan tersebut berkaitan dengan orang yang berwudhu untuk shalat subuh, apakah dia boleh sholat dengan wudhunya itu untuk shalat dhuha dan shalat hari raya atau tidak ?

Siapa yang berkata: Wudhunya batal dengan keluarnya waktu, berarti dia tidak dibolehkan shalat lagi dengan wudunya tersebut, karena dengan terbitnya matahari maka waktu bersucinya habis.

Sedangkan yang berkata bahwa bersucinya batal dengan masuknya waktu (shalat fardhu) berikutnya, maka dibolehkan baginya untuk shalat dhuha dan shalat ied dengan wudhunya shalat subuh; karena masa sucinya masih berlanjut sampai masuk waktu Zuhur.

Dua pendapat ini ada di dalam pendapat imam Ahmad dan yang lainnya”. (Al Inshaf: 1/378 dan Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah: 3/212)

Untuk lebih berhati-hati hendaknya anda berwudhu untuk shalat Dhuha dan kedua shalat Ied dengan wudhu yang baru. Pendapat ini menjadi fatwa syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-, lihatlah soal nomor: 22843.

  1. Berdasarkan penjelasan di atas, anda tidak perlu berwudhu sebelum masuk waktu jika ingin shalat setelahnya, baik untuk shalat jama’ah atau yang lainnya; karena masa suci anda akan batal dengan masuknya waktu shalat berikutnya.

Hanya saja kami tekankan bahwa hukum ini berkaitan dengan hadats yang terus menerus, dan terus keluar. Namun jika misalnya orang yang beser ini berwudhu kemudian tidak keluar lagi sampai masuk waktu shalat lainnya, maka dia tidak wajib wudhu dan dia masih berada pada wudhu pertamanya.

Pendapat para ahli fikih: berwudhu untuk setiap waktu shalat, hanya terkait dengan jika ada yang keluar terus menerus.

Al Buhuthi berkata di dalam Ar Raudhul Murabba’: 57 berkata:  “Wanita istihadhah atau yang serupa dengannya, termasuk yang kencing terus-menerus, atau madzi atau kentut, maka dia berwudhu saat masuk waktu setiap shalat. Jika ada yang keluar, dia tetap boleh shalat selama waktu itu, baik yang fardhu atau sunnah. Dan jika tidak ada yang keluar maka dia tidak wajib wudhu (walaupun waktunya sudah habis)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Diwajibkan kepada wanita istihadhah agar berwudhu pada setiap waktu shalat, jika keluar sesuatu. Dan jika tidak ada yang keluar maka dia masih tetap berada pada wudhunya yang pertama”. (As Syarhu Al Mumti’: 1/438)

  1. Jika anda di luar rumah, dan thaharah anda telah batal dengan masuknya waktu dan anda ingin shalat maka anda wajib mengulangi wudhu anda setelah mencuci tempat najisnya, dan menahannya dengan sesuatu semampunya agar tidak ada yang keluar.

Mensucikan celana dalam dengan mencucinya dan jika anda mengkhsuskan pakaian suci untuk shalat, yang anda bawa jika hal itu lebih nyaman dan memudahkan. Tapi jika menyulitkan untuk mencuci dan menggantinya maka shalatnya sesuai dengan apa adanya.

Syeikh Ibnu Baz –rahimahullah- berkata:

“Orang yang sakit tidak bisa menahan air kencing dan belum sembuh, maka hendaknya dia berwudhu setelah masuk waktu shalat, dan mencuci bagian badannya yang terkena najis. Menghkhususkan pakaian suci jika tidak menyulitkan, kalau tidak bisa, maka dia ditolerir, berdasarkan firman Alah Ta’ala:

وما جعل عليكم في الدين من حرج

“Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama”. (QS. Al Hajj: 78)

                     Dan firman-Nya:                                                             

 يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran”. (QS. Al   Baqarah: 185)

Dan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم

“Jika aku perintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah sesuai kamampuan kalian”.

Hendaknya dia berhati-hati agar air seninya tidak menyebar ke pakaian, badan atau tempat shalatnya”. (Dinukil dari Fatawa Islamiyah: 1/192)

Jika anda kesulitan berwudhu dan mencuci pakaian untuk setiap shalat, maka anda boleh menjamak shalat dzuhur dan ashar dan melaksanakannya dengan satu kali wudhu pada salah satu dari kedua waktu tersebut, demikian juga jamak shalat maghrib dan isya. Baik anda berada di dalam rumah atau di luar rumah.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata di dalam Majmu’ al Fatawa (24/14): Menjamak shalat boleh bagi orang sakit dan wanita istihadhah”.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah berkata di dalam As Syarhu Al Mumti: 4/559: “Dibolehkan bagi wanita istihadhah untuk menjamak antara dzuhur dan ashar, maghrib dan Isya, karena kesulitan berwudhu untuk setiap shalat”.

  1. Anda juga bisa shalat tarawih dengan wudhunya shalat isya, meskipun shalat tarawihnya sampai tengah malam.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya: Apakah boleh bagi wanita istihadhah untuk shalat qiyamullail, dengan wudhunya shalat isya, jika separuh malam sudah berlalu?

Beliau menjawab: “Masalah ini ada perbedaan pendapat, sebagian ulama berpendapat bahwa jika sudah melewati separuh malam maka dia wajib memperbaharui wudhu. Ada pendapat yang mengataan tidak wajib memperbaharui wudhu dan ini yang lebih kuat”. (Fatawa at Thaharah: 286)

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam