Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Pernikahan Mut’ah dan Pernikahan ‘Urfi (Adat)

45663

Tanggal Tayang : 26-01-2015

Penampilan-penampilan : 10169

Pertanyaan

Saya ingin menikah dengan seorang wanita muslimah, namun setelah tiga tahun, saya tidak ingin melakukan kesalahan bersamanya, maka saya ingin menikah dengannya secara urfi (adat) atau dengan nikah mut’ah hingga nantinya saya bisa menikahinya sesuai dengan syari’at. Maka apa yang seharusnya saya lakukan jika saya ingin menikahinya secara syar’i setelah pernikahan urfi atau mut’ah sebelumnya; karena saya termasuk seseorang yang takut kepada Allah, dan saya tidak mau terjerumus pada kesalahan, maka cara ini –menurut saya- lebih utama dan boleh dilakukan. Wallahu a’lam, maka apa yang seharusnya saya lakukan ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertanyaannya belum jelas, pertanyaan penanya di atas mengandung lebih dari hanya sekedar sesuatu yang berkaitan dengan niatnya dalam akad yang ditanyakan hukumnya; karena dia sesekali mengatakan: “pernikahan ‘urfi” dan pada pada kesempatan yang lain: “nikah mut’ah”, jika diketahui bahwa pernikahan ‘urfi mempunyai dua model yang tidak asing lagi: maka pertanyaan tersebut mempunyai tiga gambaran, dan kami akan menjawab semua kemungkinan dalam pertanyaan tersebut.

Adapun nikah mut’ah adalah pernikahan dengan batasan waktu tertentu yang diketahui oleh kedua belah pihak, dengan mas kawin tertentu, dan secara otomatis akad nikah akan berakhir pada saat berakhirnya masa pernikahan tersebut.

Akad nikah pada nikah mut’ah adalah akad yang haram dan tidak sah, dan telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 1373, 2377 dan  6595.

Adapun nikah ‘urfi ada dua gambaran:

Gambaran yang pertama:

Menikahi wanita secara sirri, tanpa persetujuan walinya, jika demikian maka pernikahan tersebut adalah akad yang diharamkan dan tidak sah juga; karena persetujuan wali adalah termasuk dari syarat sahnya nikah.

Pada jawaban soal nomor: 2127, anda akan mendapatkan ringkasan yang penting tentang syarat dan rukun nikah, syarat-syarat wali, dan pada jawaban soal nomor: 7989 terdapat rincian lain yang juga sangat penting tentang syarat wali pada sahnya pernikahan.

Gambaran yang kedua:

Menikah dengan persetujuan mempelai wanita dan walinya, namun tanpa pengumuman dan diberitakan atau tanpa tercatat dalam pengadilan agama atau pengadilan negeri, dengan syarat tetap ada persaksian di dalamnya, jika demikian maka akad nikah tersebut adalah akad yang benar dari sisi syarat dan rukun menikah, namun pernikahan tersebut mengingkari perintah yang disyari’atkan yaitu; kewajiban mengumumkan, tanpa adanya pencatatan akan menghilangkan hak-hak seorang istri seperti mas kawin dan warisan, bisa juga ia hamil dan melahirkan anak, maka bagaimana anak tersebut akan ditetapkan dalam pencatatan sipil ?, dan bagaimanakah seorang wanita akan menanggung kehormatannya di hadapan banyak orang ?

Hal ini sebagaimana diketahui bahwa sebagaian ahli fikih berpendapat bahwa mengumumkan sebuah pernikahan termasuk syarat sahnya pernikahan, pendapat tersebut tidaklah jauh dari kebenaran, mereka beralasan bahwa dengan mengumumkan pernikahan akan bisa dibedakan antara pernikahan dengan perzinaan, hal itu juga dikuatkan dengan sabda Nabi –shallallhu ‘alaihi wa sallam-:

" فصْل ما بين الحلال والحرام الدف والصوت في النكاح " رواه الترمذي ( 1088 ) والنسائي ( 3369 ) وابن ماجه ( 1896 ) . وحسَّنه الشيخ الألباني في " إرواء الغليل " ( 1994(

“Yang membedakan antara yang halal dan yang haram adalah rebana dan suara dalam pernikahan”. (HR. Tirmidzi: 1088, Nasa’i: 3369 dan Ibnu Majah: 1896 dan dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Irwa’ Ghalil: 1994)

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Yang tidak diragukan lagi bahwa pernikahan yang disertai pengumuman adalah sah, meskipun tanpa persaksian kedua orang saksi, adapun pernikahan yang tersembunyi namun dengan persaksian saksi, hal ini termasuk yang perlu dilihat kembali, jika pengumuman digabung dengan persaksian, maka inilah yang tidak ada perbedaan akan sahnya, namun jika tidak ada persaksian dan pengumuman, maka pernikahan tersebut batil menurut banyak orang, dan kalaupun ada perbedaan pendapat hanya sedikit”.

(Al Fatawa Kubro: 3/191)

 Ibnul Qayyim berkata:

“Sungguh Allah dan Rasul-Nya telah memberikan empat syarat tambahan dalam akad nikah yang akan memutuskan tali syubhat perzinaan, seperti; pengumuman, wali, larangan wanita untuk menjadi wali bagi dirinya sendiri, dan disunnahkan untuk menampakkan pernikahan tersebut dengan rebana, suara dan walimah; karena tidak mengindahkan ketiga hal itu akan menjadi penyebab terjadinya perzinaan yang dikemas dengan pernikahan, dan hilangnya sebagian tujuan termasuk pengingkaran terhadap hubungan suami istri”. (I’lamul Muwaqqi’in: 3/113)

Maksudnya bahwa jika pernikahan itu dilakukan dengan sirri yang memungkinkan pihak wanita akan hamil dan mempunyai anak lalu pihak suaminya akan mengingkari penisbatan nasab dari anak tersebut kepadanya; karena tidak ada bukti apapun bahwa wanita tersebut adalah istrinya, dan jika persaksian dan pengumuman dilakukan maka tidak ada lagi yang perlu dihawatirkan.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam