Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Apakah Ada Pertanggungjawaban Bagi Anak-anak yang Dilahirkan Di Lingkungan Orang-orang Kafir?

11783

Tanggal Tayang : 16-06-2002

Penampilan-penampilan : 47596

Pertanyaan

Anak-anak yang dilahirkan dan terdidik di berbagai lingkungan berbeda dan di berbagai agama yang berlainan, secara alami mereka akan memiliki tabiat yang terkungkung oleh kebiasaan. Dengan demikian kepribadian mereka juga pasti berbeda. Anak yang lahir di keluarga Budha, akan menjadi orang Budha bila beranjak dewasa. Menurutnya, tentu agama Budha-lah agama yang benar. Kalaulah dimisalkan orang dalam kondisi demikian yang semenjak kecil sudah terbiasa menjadi orang Budha dari kepala hingga kakinya, lalu ia menerima ajaran Islam, kemungkinan apa saja yang akan dia alami karena ia akan segera melepas agamanya dan kesenangannya selama ini untuk memasuki satu agama yang baru? Bukanlah akan sulit bagi orang seperti itu untuk menjadi muslim sesungguhnya, kalau dibandingkan dengan orang lain yang dilahirkan sebagai muslim? Sungguh ini satu hal yang membuat saya merasa takut sekali. Karena saya berfikir, bagaimana seandainya saya dilahirkan bukan dalam agama Islam, bagaimana jadinya kondisi saya sekarang ini? Dengan demikian secara mendasar, kenapa tidak setiap orang mendapatkan kesempatan untuk merasakan dan menerima ajaran Islam dari semenjak kecil? Apakah ini termasuk masalah kehendak Allah yang bersifat rohani (hidayah)? Atau berkaitan dengan diri orang itu sendiri? Saya harap Anda memberi jawaban dengan mengambil dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Al-Hamdulillah. Allah berfirman:

"Hadapkanlah mukamu kepada agama yang tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik " (Yunus : 105 )

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi.." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Yang benar bahwa maksud dari fitrah di dalam hadits itu adalah Islam, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda:

"Allah berfirman: "Aku telah menciptakan para hamba-Ku dalam fitrahnya yang lurus, lalu mereka tergoda oleh syetan sehingga menyimpang dari agama mereka. Maka Aku haramkan kepada mereka apa-apa yang Kuhalalkan kepada mereka. Lalu syetan memerintahkan mereka untuk menyekutukan diri-Ku denga sesuatu tanpa ilmu yang Ku-berikan kepadanya."

Arti setiap anak dilahirkan dalam fitrah Islam, artinya dilahirkan dalam kondisi siap, apabila pikirannya terbuka dan diperkenalkan Islam dan ajaran kepadanya, maka ia lebih mendahulukan Islam, memilih Islam untuk menjadi agamanya, yakni selama tidak ada hal yang menghalanginya, seperti hawa nafsu atau kefanatikan. Memperturutkan hawa nafsu dapat menyebabkan diri seseorang mengutamakan kebatilan demi mendapatkan jatah kedudukan dan harta. Sementara sikap fanatik dapat menggiringnya untuk bertaklid kepada nenek moyang dan orang-orang terpandang, meskipun mereka tidak mengikuti petunjuk. Allah berfirman:

"Keduanya berkata:"Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi"" (Al-A'raaf : 23)

Allah juga berfirman menceritakan tentang para pengikut dari para penghuni Neraka:

"Dan mereka berkata:"Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)." (Al-Ahzaab : 67)

Bilamana setiap anak dilahirkan dalam fitrah, maka dapat dimaklumi bahwa di antara mereka ada juga yang siap menerima hal yang sesuai dengan fitrahya bahwa lebih memperteguh fitrahnya, misalnya anak yang lahir dari dari dua orang tuanya yang muslim dan muslimah lalu hidup di lingkungan kaum muslimin. Namun ada di antara mereka yang akhirnya menjadi korban perubahan fitrah, seperti anak yang lahir dari dua orang tuanya yang kafir lalu hidup di lingkungan kafir, baik itu Yahudi, Majusi atau kaum musyrikin. Tidak diragukan lagi bahwa anak yang dilahirkan dalam Islam telah mendapatkan banyak sarana hidayah dan kebahagiaan yang tidak didapatkan oleh anak lain yang dilahirkan dan dibesarkan di masyarakat kafir. Memperoleh taufik untuk beriman dan mendapatkan kemudahan sarana hidayah adalah keutamaan Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Kemudian juga wajib diketahui bahwa siapa saja yang fitrahnya telah dirubah dari fitrah Islam, tidak akan disiksa karena dosa orang lain. Ia hanya disiksa bila telah sampai kepadanya dakwah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia menolaknya. Ia tidak menerimanya karena enggan atau takabbur, atau karena bersikap fanatik terhadap agama nenek moyang dan masyarakatnya. Karena hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan adanya dakwah Rasul. Orang yang telah ditegakkan hujjah kerasulan kepadanya lalu ia masih tetap bertahan pada kekafirannya, maka ia berhak disiksa. Allah berfirman:

"dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.." (Al-Israa : 15)

Mengenai komentar Anda dalam pertanyaan di atas bahwa itu hal yang membuat Anda merasa takut, saya katakan itu ucapan yang benar dan masuk akal. Karena sudah menjadi karunia Allah bagi diri Anda ketika Anda dilahirkan sebagai muslim. Kalau Anda dilahirkan bukan sebagai muslim, dikhawatirkan Anda akan tetap dalam agama Anda yang batil. Akan tetapi kalau Allah berkehendak memberikan kebaikan kepada hamba-Nya, akan Allah mudahkan baginya sarana menuju hidayah sehingga ia beralih dari agama kufurnya masuk ke dalam agama Islam. Segala urusan itu berada di tangan Allah.
Adapun ucapan Anda dalam pertanyaan di atas, "kenapa tidak secara mendasar ditakdirkan..dst," adalah pertanyaan yang batil karena dasar ketidaktahuan terhadap hikmah Allah dan ketetapan Allah pada para makhluk-Nya. Dan dapat dimaklumi bahwa mustahil Allah memberi kesempatan yang sama kepada semua makhluk-Nya dengan banyaknya agama dan kepercayaan manusia. Kemudian hidayah menuju Islam itu sendiri dapat dicapai dengan keinginan manusia dan ikhtiyarnya juga. Karena Allah telah memberikan manusia kemampuan untuk membedakan yang hak dengan yang batil, yang berguna dan berbahaya, dengan akal yang dirakitkan pada diri mereka, dan dengan ajaran yang disampaikan oleh para rasul. Meskipun demikian, kehendak manusia itu mengikuti juga kehendak Allah. Karena Allah yang dapat menyesatkan siapa saja dengan keadilan dan hikmah-Nya, dan memberikan hidayah kepada siapa saja dengan keadilan dan hikmah-Nya.
Allah berfirman:

"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (At-Takwir : 19)

Refrensi: Syekh Abdurrahman Albarrak