Kamis 16 Syawal 1445 - 25 April 2024
Indonesian

Seorang Suami Berkata Kepada Istrinya: “Jika Kamu Berbicara Dengan Fulan Maka Hal Itu Menjadi Akhir Dari Hubungan Kita Berdua”, Lalu Dia Benar-benar Berbicara Dengan Fulan Tersebut

210635

Tanggal Tayang : 24-12-2016

Penampilan-penampilan : 7838

Pertanyaan

Saya memergoki istri saya telah berbicara kepada salah satu teman saya melalui saluran telepon tanpa sepengetahuan saya, dia berkomunikasi dengannya melalui saluran telepon dalam jangka waktu yang lama, oleh karena itu saya sampaikan kepadanya beberapa hari yang lalu, “bahwa hubungan kita berdua akan berakhir jika kamu masih berkomunikasi dengannya lagi atau dia yang berbicara denganmu”, pada saat itu saya berniat untuk melarangnya berkomunikasi dengannya via telepon, akan tetapi sayangnya setelah saya periksa HP nya pada hari berikutnya, saya mendapatinya telah berbicara lagi dengannya. Saya bicarakan hal ini kepada teman saya yang lain, dan dia juga teman dari laki-laki yang berbicara dengan istri saya via telepon, saya pun menjelaskan kepadanya persoalan ini. Dia berkata bahwa Istri dari laki-laki tersebut telah bercerita kepadanya, bahwa istri dari laki-laki tersebut telah pergi kepada seorang tukang sihir agar keduanya tetap menjalin hubungan”.
Jika benar apa yang disampaikan oleh teman saya yang lain tersebut, maka apakah ucapan saya “jika kamu berkomunikasi dengannya lagi, maka menjadi akhir dari hubungan kita berdua” dianggap talak yang sah ?, dan bagaimana caranya agar saya membantunya terlepas dari pengaruh sihir ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Seorang istri tidak boleh berkomunikasi dengan laki-laki lain yang bukan mahramnya, seorang laki-laki juga tidak boleh berbicara dengan istri orang lain, kecuali setelah dia mendapat izin dari suaminya. Telah disebutkan dalam Shahih al Jami ash Shaghir wa Ziyadatuhu (6813) bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

( نهى أن تُكلم النساء إلا بإذن أزواجهن(

“Telah melarang untuk berbicara dengan wanita lain kecuali atas seizin suami mereka”.

Larangan ini akan lebih kuat bagi seorang istri, jika telah dilarang oleh suaminya untuk berbicara kepada banyak orang laki-laki, jika dia tidak mentaatinya maka berarti dia telah menyelisihi perintah Alloh –ta’ala-, dan meremehkan hak suaminya, dan dinamakan seorang istri yang melakukan nusyuz (membangkang). 

Adapun perkataan suami tersebut kepada istrinya: “Jika kamu berkomunikasi dengan laki-laki tersebut sekali lagi, maka hal itu akan menjadi akhir dari hubungan kita berdua”.

Maka pada ucapan tersebut berkumpul dua hal:

1.Hal itu termasuk kinayah (bahasa kiasan) dari talak, dan bahasa kiasan itu tidak dianggap talak kecuali dengan disertai niat, sebagaimana yang telah kami jelaskan pada fatwa nomor: 129652.

2.Ucapan itu termasuk talak mu’allaq (yang diserahkan kepada orang lain atau yang bersyarat), talak mu’allaq termasuk yang diperselisihkan oleh para ulama, mayoritas mereka menganggapnya tetap jatuh talak jika syaratnya terpenuhi, dan sebagian lagi tidak menganggapnya jatuh talak, kecuali jika suami tersebut telah berniat untuk menjatuhkan talak, adapun jika tujuannya sebagai ancaman, perintah atau larangan maka tidak dianggap jatuh talak, dan jika melanggar hanya wajib membayar kaffarat sumpah. Telah dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 131710 dan fatwa nomor: 181897.

Atas dasar itu semua, maka suami tersebut tidak terlepas dari beberapa hal:

1.Bahwa ucapan: “akhir dari hubungan kita berdua” disertai dengan niat talak, dia juga berniat untuk menceraikan istrinya pada saat dia berkomunikasi dengan laki-laki lain, dalam kondisi seperti ini maka tidak diragukan lagi talak dianggap jatuh.

2.Niat dari ucapan tersebut mengandung arti talak, namun suami tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, akan tetapi hanya sebagai ancaman dengan harapan istrinya berhenti berkomunikasi dengan laki-laki lain, dalam kondisi seperti ini maka tidak dianggap jatuh talak, berdasarkan pendapat yang kuat dan yang difatwakan dalam website ini, maka dari itu yang menjadi kewajibannya hanya membayar kaffarat sumpah, karena ada pelanggaran dari istrinya yang tetap berkomunikasi dengan laki-laki lain.

3.Pihak suami sama sekali tidak berniat untuk menjatuhkan talak dengan ucapan tersebut, maka hal ini tidak dianggap jatuh talak, dan wajib membayar kaffarat sumpah.

Setelah itu hanya tinggal memperhatikan masalah sihirnya, jika istrinya benar-benar terkena serangan sihir, dan sihir tersebut sampai mempengaruhi keinginan dan pilihannya, dia tidak perduli dan tetap berkomunikasi dengan laki-laki tersebut; karena dibawah pengaruh sihir, maka pada kondisi seperti itu tidak dianggap jatuh talak, meskipun suaminya telah berniat untuk menjatuhkannya; karena orang yang terkena sihir sampai pada kondisi seperti itu dia sebenarnya tidak kena taklif (beban kewajiban).

Syeikh Shodiq al Ghoryani seorang mufti umum dari negara Libia berkata: “Alloh telah menjadikan akal dan keinginan sebagai dasar dari taklif (kewajiban melaksanakan syari’at), jika keduanya tidak ada maka taklif pun tidak bisa dilaksanakan, dan orang tersebut tidak bisa dimintai pertanggung jawaban dari ucapan dan perbuatannya, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( رفع القلم عن ثلاثة : عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يحتلم، وعن المجنون حتى يعقل))

“Pena (pencatat amal) akan diangkat pada tiga hal: orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak-anak sampai dia baligh, dan dari orang yang gila sampai dia sadar / berakal”.

Dan di dalam Sunan Ibnu Majah disebutkan:

((رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه(

“Telah diangkat dari umatku (pencatatan amal) karena berbuat kesalahan, lupa dan karena mereka dipaksa”.

Atas dasar itulah maka jika sihir yang masuk sampai menjadikan keinginan manusia tersandera, maka Alloh tidak akan menghisabnya atas apa yang diucapkan dan diperbuatnya, berbeda dengan seseorang yang terkena sihir namun tidak sampai mempengaruhi keinginannya, juga berbeda dengan orang yang berakal dan bisa memilih sesuai keinginannya, maka keduanya akan dihisab atas perkataan dan perbuatan mereka”. (Diambil dari Website Daarul Ifta’ al Libiyah)

Banyak di antara para ulama yang menyatakan bahwa barang siapa yang melakukan syarat dari sumpah tersebut karena lupa atau dipaksa, maka dia tidak dianggap melanggar sumpah, Ibnu Qudamah berkata:

“Bahwa melakukan syarat sumpah karena lupa atau dipaksa tidak dianggap melanggar sumpah, berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:

( وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم ) [الأحزاب: 5]

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu”. (QS. Al Ahzaab: 5)

Dan berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

إن الله تجاوز لأمتي عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه رواه ابن ماجه والدارقطني

“Sesungguhnya Alloh telah mengampuni bagi umatku yang (berbuat sesuatu) karena salah, lupa dan karena mereka dipaksa”. (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni)

Karena dia tidak sengaja melanggarnya, maka tidak dianggap melanggar yang berarti sama dengan orang yang tidur”. (Al Kaafi fi Fiqhil Imam Ahmad: 4/193)

Jika orang yang dipaksa tidak dianggap melanggar sumpah; karena tidak sempurnanya keinginan dan pilihannya dalam berbuat, maka lebih utama tidak dianggap melanggar sumpah bagi seseorang yang terkena sihir yang sampai mengendalikan keinginan dan pilihannya.

Adapun cara mengobati sihir telah dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 12918.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam