Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Pencari Ilmu, Menukil Fatwa Dari Ahli Ilmu Kepada Orang-orang Terkait Dengan Pertanyaannya Dan Dia Ragu-ragu Hukum Akan Hal Itu

Pertanyaan

Saya pencari ilmu di Saudi, saya mempunyai kerabat di Suria. Mereka menanyakan dan meminta untuk mencari jawaban, maka saya berusaha keras mencarinya. Seperti tentang shalat witir, maka saya menukil fatwa anda di dalamnya. Mereka bertanya tentang hukum hijab dan dalilnya, maka saya menukil fatwa para ulama seperti syekh Ibnu Baz dan Syekh Ibnu Utsaiminn. Mereka menanyakan perkara ringan dan saya mencari dan menanyakan ahli ilmu agar saya mendapatkan jawaban dan memberitahukan kepada mereka tentang tatacara shalat Nabi sallallahu alaihi wa sallam sekedar menyebarkan ilmu. Secara umum pertanyaan mereka saya nukilkan fatwa anda dan fatwa di islamweb. Apakah prilaku ini dengan menjawab semua pertanyaan itu termasuk baik karena terkadang datang was was pada diriku bahwa saya masih belum sampai posisi ahli ilmu. Sampai sekarang saya menukil, mengatakan dan mencari. Perlu diketahui yang tidak saya ketahui saya katakan saya tidak tahu secara cepat tanpa ragu-ragu. Mereka terkadang banyak sekali pertanyaannya. Apa pendapat anda? perlu diketahui saya mencari di jaringan tentang jawaban yang pasti saya tidak menukil sampai memastikan terlebih dahulu.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Terima kasih semoga Allah membalas kebaikan kepada anda atas perhatian anda belajar untuk agama anda dan mengajarkan orang-orang. Kita beri kabar gembira bagi anda –kalau niatan anda ikhlas karena Allah- dengan pahala yang melimpah. Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:

( إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ ) رواه الترمذي (2609) وصححه الألباني في صحيح الجامع (1838

“Sesungguhnya Allah, para Malaikat, penduduk langit dan bumi sampai semut di liangnya dan sampai ikan paus mendoakan kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” HR. Tirmizi, 2609 dinyatakan shoheh oleh Albani di Shoheh Al-Jami’, (1838).

Kedua:

Tidak mengapa anda menukil untuk orang lain ilmu yang anda pelajari dengan syarat:

- Memastikan permasalan dan menukilnya dari sumber-sumber ilmu terpercaya

- Memastikan akan pemahaman anda benar dari apa yang anda nukil agar tidak salah dalam penukilannya.

Tidak disyaratkan bagi orang yang menukil itu alim (mempunyai ilmu) mujtahid. Akan tetapi disyaratkan faham dengan apa yang dinukilkan. Sebagaimana yang dikatakan Umar bin Khottob radhiallahu anhu:

( أيها الناس إني قائل لكم مقالة ... فمن عقلها ووعاها فليحدث بها حيث انتهت به راحلته ، ومن خشي أن لا يعقلها فلا أحل لأحد أن يكذب علي ) أخرجه البخاري (6830

“Wahai manusia, saya akan katakan kepada kamu suatu perkataan. Siapa yang memahami dan mengerti, hendaknya dia menyampaikan sampai terakhir dari perjalannya. Dan siapa yang khawatir tidak memahaminya, maka saya tidak halalkan seorangpun berbohong kepadaku.” HR.Bukhori, (6830).

Ibnu Battol rahimahullah mengatakan, “Siapa yang memahami dan mengerti, hendaknya dia beritahukan’ maksudnya sesuai dengan apa yang dimengerti dan difahami. Di dalamnya ada anjuran bagi orang yang teliti dan mamahami ilmu agar menyampaikan dan menyebarkannya.

Ungkapan ‘Dan siapa yang khawatir tidak memahaminya, maka saya tidak halalkan seorangpun berbohong kepadaku’ larangan bagi orang yang kurang (faham) dan tidak tahu (jahil) untuk menyampaikan dengan apa yang tidak diketahui dan tidak ditelitinya.” Selesai dari ‘Syarkh Shoheh Bukhori, 8/459.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum berfatwa kalau dia mengetahui fatwa dari pertanyaan itu dari syekh ulama besar?

Maka beliau menjawab, “Berfatwa dengan perkataan sebagian para ulama yang terpercaya dengannya tidak mengapa. Akan tetapi dengan redaksi ungkapan fatwa anda ‘Ini dan itu adalah Pendapat fulan. Kalau anda yakin dengan pendapatnya. Dan gambaran permasalan yang ditanyanya itu adalah yang dimaksudkan oleh alim ini. Sementara kalau anda memberi fatwa secara langsung, ini tidak layak. Karena kalau anda secara langsung berfatwa, maka fatwa tersebut menyandarkan kepada anda. sementara kalau ana menukil dari selain anda, maka anda sebagai perowi selamat dari keikutsertaan dari fatwa ini. Dan Selamat disandarkan kepada anda dimana anda tidak layak untuk itu.

Orang yang taklid, selayaknya dia menyandarkan pendapat kepada orang yang ditaklidi bukan kepada dirinya. Berbeda orang yang mengambil dalil hukum permasalahan dari Kitab dan Sunah. Maka dia termasuk orang yang dapat mengambil dalil. Maka tidak mengapa memberi fatwa dengan menyandarkan kepada dirinya.” Selesai dari ‘Majmu Fatawa Wa rasail Ibnu Utsaimin, (26/409).

Memungkingkan anda untuk menyodorkan permasalahan yang ada pada anda dan jawaban yang anda dapatkan dari perkataaan ahli ilmu kepada Syekh dekat dengan anda. atau pencari ilmu yang lebih senior agar tenang akan benarnya pemahaman anda. dan kesesuaian jawaban dengan gambaran yang ditanyakan. Hal itu lebih utama dan lebih hati-hati. Kalau hal itu tidak memungkinkan bagi anda, jangan sampai hilang faedah yang anda yakini di dapat dari perkataan ahli ilmu hanya karena kekhawatiran saja.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam