Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Hukum Berharap Kematian

46592

Tanggal Tayang : 19-11-2018

Penampilan-penampilan : 34356

Pertanyaan

Kalau seorang muslim menghadapi berbagai macam permasalahan dalam kehidupannya, tidak mendapatkan solusi, apakah dia dibolehkan berdoa kematian untuk dirinya agar selesai dari berbagai permasalahan ini?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: umur panjang bagi orang mukmin disertai dengan amalan saleh itu lebih baik dari kematian. Nabi -sallallahu alaihi wa sallam- bersabda ketika ditanya siapakah orang yang paling baik,

 خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ

رواه أحمد والترمذي (110) وصححه الألباني في صحيح الترمذي  

 “Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umur dan baik amalannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, no. 110, dinyatakan shahih oleh Albani  dalam Shahih Tirmidzi)

Sabda beliau -sallallahu alaihi wa sallam- lainnya:

  طُوْبَى لِمَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ 

رواه الطبراني وأبو نعيم ، وصححه الألباني في صحيح الجامع (3928(

 “Beruntunglah orang yang panjang umur dan baik amalannya.” (HR. Thabrani dan Abu Nu’aim. Dinyatakan shahih oleh Albani di Shahih Al-Jami’, no. 3928)

Diriwayatkan Ahmad, (8195) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata:

كَانَ رَجُلَانِ أَسْلَمَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتُشْهِدَ أَحَدُهُمَا وَأُخِّرَ الْآخَرُ سَنَةً . قَالَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ : فَأُرِيتُ الْجَنَّةَ ، فَرَأَيْتُ فِيهَا الْمُؤَخَّرَ مِنْهُمَا أُدْخِلَ قَبْلَ الشَّهِيدِ ، فَعَجِبْتُ لِذَلِكَ ، فَأَصْبَحْتُ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلَيْسَ قَدْ صَامَ بَعْدَهُ رَمَضَانَ ! وَصَلَّى سِتَّةَ آلافِ رَكْعَةٍ أَوْ كَذَا وَكَذَا رَكْعَةً ! صَلاةَ السَّنَةِ 

(صححه الألباني في السلسلة الصحيحة، رقم 2591 . وقال العجلوني في "كشف الخفاء" : إسناده حسن)

“Ada dua orang masuk Islam di hadapan Nabi sallallahu alaihi wa sallam, salah satunya mati syahid dan yang lainnya (wafat) setahun lagi. Tholhah bin Ubaidillah mengatakan, “Saya diperlihatkan surga (dalam mimpi), maka saya melihat yang (wafat) terakhir dimasukkan surga sebelum orang yang mati syahid. Saya heran akan hal itu. Ketika pagi hari, saya ceritakan hal itu kepada Rasulullah -sallallahu alaihi wa sallam-, maka Rasulullah -sallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Tidakkah dia telah berpuasa Ramadan setelahnya! Telah menunaikan shalat enam ribu rakaat atau ini dan ini rakaat! (juga menunaikan) shalat sunnah.” (Dinyatakan shahih oleh Albani di Silsilah Shahihah, (2591) Ajluni mengomentari dalam kitab ‘Kasyful Khofa’’ sanadnya hasan)

وقال رجل : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ ؟ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ : فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ ؟ قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ 

(رواه أحمد والترمذي، رقم 2330وصححه الألباني في صحيح الترمذي)

“Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang terbaik? Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Berkata, “Siapakah yang orang paling jelek? Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, no. 2330. Dinyatakan shahih oleh Albani di Shahih Tirmidzi)

Ath-Thayiby rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya waktu dan jam seperti modal harta bagi pedagang. Selayaknya dia berniaga agar beruntung. Setiap kali modal hartanya banyak, maka keuntungannya akan lebih banyak. Siapa yang dapat memanfaatkan umurnya dengan memperbaiki amalannya. Maka dia akan beruntung dan bahagia. Siapa yang menyia-nyakan modal hartanya, tidak beruntung dan rugi, maka dia rugi yang nyata.”

Oleh karena itu ketika dikatakan kepada sebagian ulama salaf, “Alangkah indahnya kematian!! Maka beliau mengatakan, “Wahai anak saudaraku, jangan melakukan hal itu, satu waktu anda hidup dapat beristigfar kepada Allah, itu lebih baik bagi anda dibandingkan kematian!!.

Dikatakan kepada Syeikh yang tua dikalangan mereka, “Apakah anda senang kematian? Beliau menjawab, “Tidak. Telah lewat masa muda dengan keburukannya. Dan telah datang masa tua dengan kebaikannya. Kalau anda berdiri mengucapkan ‘Bismillah. Ketika anda duduk mengucapkan ‘Alhamdulillah. Dan saya senang tetap seperti ini.

Banyak dari ulama salaf menangis ketika akan meninggal dunia menyayangkan keterputusan amal kebaikan. Oleh karena itu, Nabi sallallahu alaihi wa sallam melarang berangan-angan kematian. Karena orang mukmin terhalangi dari kebaikan kataatan, nikmatnya ibadah, kesempatan bertaubat dan mendapatkan apa yang terlewatkan.

Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- dari Rasulullah sallallahu aliahi wa sallam bersabda:

لا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ , وَلا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ ، وَإِنَّهُ لا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلا خَيْرًا

رواه مسلم، رقم 2682

“Janganlah salah seorang diantara kamu berangan-angan untuk mati. Jangan berdoa dengannya sebelum waktunya. Sesungguhnya ketika salah seorang diantara kamu ketika meninggal dunia, maka akan terputus amalannya. Bahwa orang mukmin tidak bertambah umurnya melainkan ada kebaikan.” (HR. Muslim, 2682)

Maka terkumpul larangan berangan-angan kematian dan larangan berdoa kejelekan untuk dirinya. Dalam Bukhori, (7235) dengan redaksi, “Salah seorang diantara kamu jangan berangan-angan kematian. Karena bisa menambah kebaikan atau perasaan bersalah terhadap keburukan.

Imam Nawawi rahimahullah mengomentari, “Dalam hadits jelas melarang berangan-angan kematian karena kesusahan yang menimpahnya baik kekurangan, ujian musuh atau kesusahan dunia lainnya. Sementara kalau dia takut kesusahan atau fitnah terhadap agamanya, maka tidak dilarang sesuai dengan pemahaman hadits ini. Hal itu telah dilakukan banyak dari ulama salaf.

Kata ‘Yasta’tib’ artinya adalah ridho kepada Allah dengan meninggalkan (dosa) dan beristigfar

Ada arti lain larangan berangan-angan kematian yaitu:

Bahwa sakaratul maut sangat berat dan kegentingannya sangat mengerikan. Tidak ada seorangpun seperti itu. Kemudian seseorang tidak mengetahui apa yang dia tungguh setelah kematian. Kita memohon keselamatan kepada Allah. Maka berangan-angan kematian adalah meminta sesuatu dimana tidak ada seorangpun mendapatkannya. Dan menipu pada dirinya. Khawatir angan-angan kematian menjadi sebab musibah besar seperti orang yang meminta perlindungan dari panasnya neraka. Khawatir setelah mendapatkan kematian, terjadi yang lebih besar dan lebih berat lagi. Maka berangan-angan kematian termasuk salah satu bentuk mempercepat cobaan sebelum menimpanya. Sehingga tidak layak bagi orang berakal melakukan hal itu. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ 

(متفق عليه)

“Jangan berangan-angan bertemu musuh, dan mintalah kesehatan (kebaikan) kepada Allah.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Telah ada hadits semakna dengan ini akan tetapi lemah.

Dari Jabir bin Abdullah radhillahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تَمَنَّوْا الْمَوْتَ ، فَإِنَّ هَوْلَ الْمَطَّلَع شَدِيدٌ ، وَإِنَّ مِنْ السَّعَادَةِ أَنْ يَطُولَ عُمْرُ الْعَبْدِ وَيَرْزُقَهُ اللَّهُ الإِنَابَةَ 

(رواه أحمد ، وضعفه الألباني في سلسلة الأحاديث الضعيفة، رقم 885)

“Jangan berangan-angan kematian, karena kegentingan sangat mengerikan. Sesungguhnya diantara kebahagiaan seorang hamba adalah berumur panjang dan dikarunia taubat kepada Allah.” (HR. Ahmad, dilemahkan oleh Albani di Silsilah Ahadits Dhoifah, no. 885)

Ibnu Umar radhiallahu anhuma mendengarkan seseorang berangan-angan kematian, maka beliau mengatakan, “Jangan anda berangan-angan kematian. Memohonlah kepada Allah kesehatan. Karena kematian dapat menyingkap ngerinya kegentingannya.

Ibnu Rojab rahimahullah mengatakan, “Dahulu banyak dari kalangan orang-orang saleh berangan-angan kematian waktu sehatnya. Ketika mendapatkannya, mereka tidak menyukainya karena kedahsyatannya. Diantara mereka ada Abu Darda’, Sofyan Tsauri. Bagaimana lagi dengan lainnya?

Larangan beranga-angan kematian sesungguhnya disebabkan karena seseorang mendapatkan kesusahan dalam masalah dunianya. Karena berangan-angan kematian menunjukkan keluhan terhadap apa yang menimpanya.

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ , فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فَاعِلا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي , وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي 

(متفق عليه)

“Jangan salah seorang diantara kamu berangan-angan kematian karena kesusahan yang menimpanya. Kalau memang harus dilakukan, hendaknya dia berdoa ‘Ya Allah hidupkan diriku selagi kehidupan itu baik bagi diriku. Dan wafatkan diriku selagi kematian itu baik bagi diriku.” (Muttafaq alaih)

Ungkapan ‘Kesusahan yang menimpanya’ maksudnya kesusahan dunia seperti sakit, cobaan pada harta dan anak-anak dan semisal itu. Sementara kalau takut kesusahan dalam agamnya seperti fitnah, maka tidak mengapa berangan-angan kematian sebagaimana yang akan kita jelaskan.

Kemungkinan permintaan kematian ini agar dapat terlepas dari kesusahan. Bisa jadi semakin bertambah payah dan kesakitannya terus berlangsung sementara dia belum mengetahuinya. Dari Aisyah radhiallahu anha berkata, dikatakan, “Wahai Rasulullah, si fulanah telah meninggal dunia dan istirahat. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam marah seraya bersabda, “Sesungguhnya (hakekat) istirahat itu orang yang telah diampuni. HR. Ahmad, 24192 dinyatakan shahih oleh Albani di Silsilah Shahihah, 1710.

Kedua: Ada beberapa kondisi dianjurkan berangan-angan kematian diantaranya adalah:

1. Khawatir fitnah terhadap agamanya

Tidak diragukan lagi bahwa kematian seseorang jauh dari fitnah meskipun amalannya sedikit itu lebih baik daripada mendapatkan fitnah dalam agamanya. Kita memohon kepada Allah keselamatan.

Dari Mahmud bin Labid sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ : الْمَوْتُ ، وَالْمَوْتُ خَيْرٌ لِلْمُؤْمِنِ مِنْ الْفِتْنَةِ ، وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ ، وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ 

(رواه أحمد وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة، رقم 813)

“Dua hal yang tidak disukai Bani Adam, kematian. Kematian lebih baik bagi orang mukmin dibandingkan dengan fitnah. Dan tidak menyukai sedikit harta, padahal sedikit harta itu sedikit hisabnya.”(HR. Ahmad dinyatakan shahih oleh Albani di Silsilah Shahihah, no. 813)

Telah ada anjuran berangan-angan kematian pada kondisi seperti ini juga. Sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam dalam doanya:

 وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ

 رواه الترمذي (3233) وصححه الألباني في صحيح الترمذي

“Kalau Engkau menginginkan hamba-Mu fitnah, maka cabutlah (nyawa) diriku tanpa terkena fitnah.” (HR. Tirmidzi, 3233 dinyatakan shahih oleh Albani di Shahih Tirmidzi)

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Hal ini dibolehkan menurut mayoritas ulama.”

Hal ini yang ada dari salaf terkait dengan berangan-angan kematian. Mereka berangan-angan kematian karena takut fitnah.

Diriwayatkan Malik dari Said bin Musayyab beliau berkata, ketika Umar bin Khotob kembali dari Mina, tinggal di Abtoh kemudian mengumpulkan tumpukan di Batha dan melepas selendang kemudian terlentang sambil menjulurkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa:

اللَّهُمَّ كَبِرَتْ سِنِّي ، وَضَعُفَتْ قُوَّتِي ، وَانْتَشَرَتْ رَعِيَّتِي ، فَاقْبِضْنِي إِلَيْكَ غَيْرَ مُضَيِّعٍ وَلا مُفَرِّطٍ

“Ya Allah usiaku telah tua, lemah kekuatanku, rakyatku telah tersebar, maka tolong cabut diriku (menghadap kepada-Mu) tanpa sia-sia dan melampaui batas.”

Said berkomentar, tidak lama setelah bulan Dzulhijjah, sampai Umar radhiallahu anhu terbunuh.

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Siapa yang melihat kematian dijual, tolong belikan untukku !.

‘Tsabat ‘Indal Mamat, karangan Ibnul Jauzi, hal. 45.

2. Jika kematiannya berupa syahid di jalan Allah Azza Wajalla

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي مَا قَعَدْتُ خَلْفَ سَرِيَّةٍ ، وَلَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ، ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ

(متفق عليه)

“Kalau sekiranya tidak memberatkan kepada umatku, maka aku tidak akan pernah meninggalkan dibelakang peperangan. Saya ingin terbunuh di jalan Allah kemudian dihidupkan kemudian dibunuh lagi, kemudian dihidupkan kemudian dibunuh.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berangan-angan dibunuh di jalan Allah tiada lain karena agungnya keutamaan mati syahid.

Diriwayatkan Muslim, no. 1909 sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ

“Siapa yang memohon kepada Allah mati syahid dengan jujur, Allah akan sampaikan ke posisi orang-orang yang mati syahid meskipun meninggal di atas ranjangnya.)

Dimana dahulu para ulama salaf mencintai mati di jalan Allah.

Abu bakar radhiallahu anhu berkomentar terkait Musailamah Al-Kadzab ketika mengaku menjadi Nabi, “Demi Allah. saya akan memeranginya dengan suatu kaum yang mencintai kematian sebagaimana dia mencintai kehidupan.

Kholid bin Walid radhiallahu anhu pernah menulis surat kepada penduduk Persia ‘Demi Zat yang tiada Tuhan selainnya. Pasti saya akan utus kepada kamu semua suatu kaum yang mencintai kematian sebagaimana anda mencintai kehidupan.

Karena posisi ini diinginkan –semoga Allah tidak menghalangi kami untuk mendapatkannya- dan mencarinya sangat dipuji dari semua sisi. Karena orang yang dikarunianya tidak akan terhalangi dari pahala amal saleh yang menjadi kebaikan dalam kehidupan. Sehingga kematian itu lebih baik bagi seseorang. Kemudian Allah juga akan menjaga kedudukan orangnya dari fitnah kubur.

Dari Salman radhiallahu anhu berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ

رواه مسلم، رقم 1913)

“Ribath (menjaga) sehari semalam itu lebih baik daripada puasa dan qiyam sebulan. Kalau dia meninggal dunia, maka amalannya tetap mengalir yang dilakukannya, dialirkan rezkinya dan aman dari fitnah.”(HR. Muslim, no. 1913)

Kesimpulannya:

Dimakruhkan bagi seorang muslim berangan-angan kematian kalau disebabkan bencana dunia yang menimpanya. Bahkan hendaknya dia bersabar dan memohon bantuan kepada Allah. kita memohon kepada Allah agar anda dibebaskan dari kegalauan yang menimpa anda. silahkan merujuk soal no. 22880.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam