Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Barang siapa telah berihram untuk umrah, maka dia wajib untuk menyelesaikannya, berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ (سورة البقرة: 196(
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat”. (QS. Al Baqarah: 196)
Al Hashr adalah halangan untuk menyelesaikan umrah, bisa jadi karena ada penghalang yang nampak seperti adanya musuh atau karena sakit, apa yang telah anda sebutkan bukan termasuk penghalang untuk menyelesaikan umrah.
Atas dasar itulah maka, anda wajib kembali untuk menyelesaikan umrah anda, anda lakukan thawaf, sa’i kemudian pendekkan rambut anda, dengan itu maka anda telah bertahallul dari umrah anda.
Sampai saat ini anda masih berstatus sebagai orang yang ihram, anda wajib menghindari semua larangan bagi seorang yang berihram, dari mulai memakai minyak wangi, mencukur rambut, memotong kuku, memakai kaos tangan, memakai cadar, melaksanakan akad nikah, berjimak dan bercumbu sebelum berjima.
Kalau ternyata anda telah melakukan salah satu dari larangan tersebut, karena tidak tahu atau karena lupa, maka tidak ada dosa bagi anda.
Baca juga jawaban soal nomor: 36522 dan 49026.
Pada saat anda kembali ke Makkah, anda tidak perlu lagi berihram dari miqat; karena status anda masih sebagai seorang muhrim dengan ihram pertama anda, jadi anda langsung melaksanakan thawaf.
Syeikh Ibnu Ustaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang seorang wanita yang telah berihram untuk umrahnya, kemudian dia menggagalkannya, lalu setelah beberapa hari dia melaksanakan umrah baru, maka apakah yang demikian itu dibenarkan?, bagaimanakah hukumnya larangan ihram yang telah dilakukannya ?
Beliau menjawab:
“Yang demikian itu tidak benar; karena jika seseorang telah memulai ibadah umrah atau haji maka diharamkan untuk menggagalkannya, kecuali karena ada sebab yang syar’i (dibenarkan oleh syari’at). Alloh –Ta’ala- berfirman:
وأتموا الحج والعمرة لله فإن أحصرتم فما استيسر من الهدي
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat…” (QS. Al Baqarah: 196)
Maka diwajibkan bagi wanita tersebut agar bertaubat kepada Alloh –‘Azza wa Jalla- dengan apa yang telah diperbuatnya, namun umrahnya tetap sah; karena meskipun dia telah menggagalkan umrahnya, maka umrahnya tidak bisa digagalkan. Hal ini termasuk kekhususan umrah dan haji.
Seandainya seseorang sedang umrah, lalu dia berniat membatalkannya, maka umrahnya tetap tidak bisa batal. Atau dia niat membatalkan hajinya pada saat memakai pakaian ihram, maka hajinya tetap tidak bisa batal; oleh karenanya para ulama berkata: “Bahwa manasik itu tidak tertolak karena ditolak oleh pelakunya.”
Atas dasar inilah maka kami berkata:
“Bahwa wanita tersebut masih berstatus sebagai orang yang ihram, sejak dia berniat hingga dia menyelesaikannya. Bahwa dia niat untuk menggagalkannya, tidak mempunyai pengaruh apapun, dia tetap sebagai orang yang ihram.”
Kesimpulan:
Bagi wanita tersebut kami berpendapat: umrahnya tetap sah, dan dia tidak boleh lagi menggagalkan ihramnya untuk yang kedua kalinya. Karena jika dia menggagalkan umrahnya, maka dia tetap tidak bisa berlepas diri darinya. Sedangkan beberapa larangan yang telah dilanggarnya, misalnya suaminya telah menggaulinya. Berjimak dalam keadaan menunaikan manasik sebenarnya termasuk larangan yang paling besar, namun tidak ada dosa baginya; karena dia tidak mengertahuinya. Semua orang yang melakukan perkara yang dilarang pada saat ihram karena tidak tahu, atau karena lupa atau karena terpaksa maka tidak mempunyai pengaruh apapun”. (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin: 21/351)
Wallahu A’lam.