Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Ya, Husain –radhiyallahu ‘anhu- terbunuh dalam keadaan syahid.
Hal itu dikarenakan bahwa penduduk Irak (Kufah) menulis surat kepada beliau agar beliau keluar menemui mereka untu dibaiat menjadi pemimpin, tepatnya setelah meninggalnya Mu’awiyah –radhiyallahu ‘anhu-, dan naiknya anaknya Yazid bin Mu’awiyah.
Kemudian penduduk Kufah berubah ingin membaiat Husain, setelah mereka mendapatkan gubernur Ubaidillah bin Ziyad dari pihak Yazid bin Mu’awiyah. Ia membunuh Muslim bin Aqil utusan Husain kepada mereka, karena hati masyarakat Kufah cenderung kepada Husain, namun pedang mereka cenderung kepada Ubaid bin Ziyad.
Maka Husain keluar untuk menemui mereka, ia tidak mengetahui kalau Muslim bin Aqil, dan perubahan sikap mereka kepadanya.
Sebenarnya ia telah mendapatkan masukan dari beberapa orang yang mencintainya dan yang memiliki pandangan jauh kedepan agar beliau tidak pergi menuju Irak, namun ia bersikeras untuk menemui mereka.
Di antara mereka yang memberinya saran adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abu Sa’id al Khudri, Jabir bin Abdullah, al Masrur bin Makhramah, Abdullah bin Zubair –radhiyallahu ‘anhum jami’an-.
Maka berjalanlah Husain menuju Irak, dan singgah di Karbala, ia mengetahui bahwa penduduk Irak mengingkarinya. Maka Husain meminta salah satu dari tiga hal kepada pasukan yang datang ingin membunuhnya:
1.Membiarkannya kembali ke Makkah
2.Atau mengizinkannya untuk menemui Yazid bin Mu’awiyah
3.Atau mengizinkannya untuk pergi ke daerah perbatasan untuk berjihad di jalan Allah.
Mereka menolak, dan meminta ia menyerahkan diri kepada mereka. Husain menolak, lalu mereka membunuhnya, sebagai seorang yang didzolimi dan syahid –radhiyallahu ‘anhu-. (Al Bidayah wan Nihayah: 11/473-520)
Syekh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Yazid bin Mu’awiyah dilahirkan pada masa pemerintahan Utsman bin Affan –radhiyallahu ‘anhu-, dan tidak pernah bertemu dengan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, juga tidak termasuk sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana telah disepakati oleh para ulama, ia juga tidak terkenal sebagai seorang yang sholeh dan mengerti banyak tentang agama, ia sebatas sebagai pemuda kaum muslimin, ia juga bukan seorang yang kafir dan zindiq, ia menjadi pemimpin menggantikan ayahnya tidak disepakati oleh semua kaum muslimin, sebagian menolaknya dan yang lain mendukungnya, ia seorang yang pemberani, dermawan, tidak nampak sebagai seorang yang bengis dan kejam seperti yang kisahkan oleh musuh-musuhnya.
Dalam kepemimpinannya telah terjadi beberapa kejadian besar: Diantaranya adalah terbunuhnya Husain –radhiyallahu ‘anhu-, dan tidak atas perintah Yazid bin Mu’awiyah, ia juga tidak nampak senang dengan terbunuhnya Husain, juga ia tidak memotong gigi seri beliau –radhiyallahu ‘anhu-, juga tidak membawa kepala Husain ke Syam, akan tetapi ia menyuruh untuk mencegah Husain, dan menjauhkannya dari urusan ini. Kalau saja perintah Yazid untuk membunuhnya, maka akan semakin banyak pendukung Husain. Maka dari itu Husain –radhiyallahu ‘anhu- meminta ia menghadap Yazid, atau berangkat ke daerah perbatasan untuk berjihad di jalan Allah atau kembali ke Makkah. Namun mereka melarangnya kecuali untuk menjadi tawanan mereka, Umar bin Sa’d menyuruh untuk membunuhnya. Lalu mereka membunuhnya dalam keadaan didzalimi, ia dan sekelompok dari ahlul bait –radhiyallahu ‘anhum-. Terbunuhnya Husain adalah termasuk musibah yang besar, karena terbunuhnya Husain dan terbunuhnya Utsman sebelumnya, adalah penyebab terbesar akan terjadinya fitnah di tengah umat Islam, dan para pembunuh keduanya adalah seburuk-buruknya makhluk disisi Allah”. (Majmu’ Fatawa: 3/410-413)
Beliau juga berkata (25/302-305):
“Ketika Husain bin Ali –radhiyallahu ‘anhuma- dibunuh pada hari Asyura’ oleh sekelompok orang-orang yang dzalim dan berbuat aniaya. Maka Allah memuliakan Husain dengan syahid di jalan-Nya, sebagaimana Dia memuliakan sebagian dari ahli baitnya, Hamzah, Ja’far, dan ayahnya, yaitu; Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya. Allah meninggikan derajat Husain dan saudaranya Hasan, bahwa keduanya adalah pemimpin para pemuda surga, derajat yang tinggi tidak akan diraih kecuali dengan bala’ dan ujian. Sebagaimana sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika ditanya: Siapakah yang lebih berat ujiannya ?, beliau menjawab:
الأنبياء ، ثم الصالحون ، ثم الأمثل فالأمثل . يبتلى الرجل على حسب دينه ، فإن كان في دينه صلابة زيد في بلائه ، وإن كان في دينه رقة خفف عنه ، ولا يزال البلاء بالمؤمن حتى يمشي على الأرض وليس عليه خطيئة (رواه الترمذي وغيره)
“Para Nabi, kemudian orang-orang shaleh, kemudian yang serupa dengan mereka, demikian seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan derajat agamanya, jika ia komitmen dengan agamanya maka ujiannya akan ditambah, dan jika ia kurang komitmen dengan agamanya maka ujiannya pun dikurangi. Ujian itu akan senantiasa menimpa seorang mukmin sampai ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun”. (HR. Tirmidzi)
Sedangkan Hasan dan Husain sebelumnya sudah mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah, namun mereka berdua belum merasakan ujian sebagaimana yang telah dirasakan oleh orang-orang sebelumnya, keduanya dilahirkan pada masa jayanya Islam, tumbuh dengan penuh kemuliaan, umat Islam menghormatinya, dan memuliakannya, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada saat keduanya belum baligh. Maka merupakan nikmat Allah kepada keduanya dengan mengujinya agar menyusul derajat ahlu baitnya, sebagaimana pernah diujikan kepada orang yang lebih afdlol dari keduanya, yaitu Ali bin Abi Thalib yang juga dibunuh dan meninggal dunia sebagai syuhada, tentu beliau lebih afdlol dari mereka berdua. Terbunuhnya Husain adalah pemicu utama menyebarnya fitnah pada umat Islam, dan karena itulah umat Islam terpecah belah sampai sekarang.
Ketika Husain –radhiyallahu ‘anhu- keluar dan mengetahui bahwa situasinya sudah berubah, ia meminta untuk membiarkannya kembali atau bergabung dengan para mujahidin di wilayah perbatasan, atau menemui saudara seimannya Yazid agar ia memutuskan perkaranya, sampai beliau ditahan. Namun mereka memeranginya, beliau juga bertahan dan membela diri, akan tetapi mereka membunuhnya dan semua orang yang bersama beliau dalam keadaan didzolimi dan sebagai syuhada. Syahadah yang Allah memuliakan beliau dengannya; agar menyusul ahlul bait yang baik nan suci yang telah mendahuluinya. Dan Allah menghinakan orang-orang yang mendzaliminya dan memusuhinya”.