Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya adalah mahasiswa di sebuah universitas swasta. sekarang saya ada di tahun ketiga, dan masih tersisa dua tahun lagi sampai saya lulus. Biaya kuliah sangat tinggi, dan keluarga saya – semoga Allah memberkati mereka – yang menanggung semua biayanya dengan karunia Allah.
Namun belakangan ini saya mulai merasa khawatir akan masa depan, seperti jika tiba-tiba pihak yang selama ini membiayai saya meninggal, yang berarti saya tidak mampu lagi menyelesaikan studi. Terlebih lagi, saat ini orang-orang sudah mulai memanggilku Doktor, aku khawatir dianggap rendah setelah dijunjung tinggi. Dan Allah tahu bahwa didalam hatiku tidak ada kesombongan, dan sejak sekarang aku berusaha keras untuk menggunakan gelar yang kuimpikan untuk mendukung agama besar kita. Akan tetapi mulai ada perasaan cemas bahwa aku tidak akan pernah bisa lulus karena satu dan lain hal, ini membuatku yakin bahwa kedua orang tuaku-lah yang menjamin nasibku, dan bukan Allah Subhanahu wa ta’ala !!, Saya menghawatirkan aqidah saya, dan saya harap Anda dapat membantu saya dengan metode iman yang praktis untuk memperkuat keyakinan saya bahwa Allah-lah yang Melakukan apa pun yang Dia kehendaki, dan Dia selalu Menghendaki kebaikan untuk kita.
Alhamdulillah.
Saudaraku tercinta, cara terbaik untuk mengobati diri adalah dengan membedakan antara sarana (sebab) dan dzat yang menciptakannya (musabab), Allah Subhanahu wa ta’ala adalah penentu sebab dan penciptanya, adapun manusia, posisi, dan pekerjaan hanyalah sebab.
Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Pemberi rezeki, Dia telah menetapkan sebab-sebab rezeki, dan bagi yang keimanan (aqidah) nya bermasalah: beranggapan bahwa sarana (sebab) itu sama dengan yang meciptakan sebab dan mewujudkannya. Dalam Islam, seorang muslim tidak boleh bergantung pada sebab-sebab tersebut dan menutup mata pada yang menentukan sebab-sebabnya, hal ini bukan berarti mengabaikan sebab-sebab dan meniadakannya.
Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Yang penting untuk diketahui adalah apa yang diutarakan oleh sekelompok ulama, Mereka berkata: Memperhatikan sarana dan sebab-sebab adalah bentuk kesyirikan dalam tauhid; mengabaikan sarana dan sebab serta tidak mempertimbangkannya adalah tanda kurangnya akal; dan berpaling secara menyeluruh dari sarana dan sebab adalah bertentangan dengan ajaran Islam; Sebaliknya, menaruh kepercayaan (tawakkal) dan harapan kepada Allah adalah sesuatu yang sepenuhnya selaras dengan Tauhid, akal, dan ajaran Islam.
Penjelasannya adalah: memperhatikan sarana dan sebab berarti bahwa hati bersandar dan menaruh harapan, serta bergantung pada hal tersebut, namun tidak ada satu pun ciptaan yang patut menerima hal tersebut, karena ia tidak berdiri sendiri, dan pasti ada faktor-faktor lain yang mendukung atau menentangnya. Terlebih lagi, jika Pencipta sebab tidak menghendaki sebab itu membuahkan hasil, maka tidak akan berhasil. Inilah yang menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan dan Penguasa atas segala sesuatu, dan bahwa langit dan bumi, dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, bintang-bintang dan planet-planet, serta apa yang ada di dalamnya, semuanya mempunyai Pencipta dan Pengendali dan lainya.” Majmu’ al-Fataawa” (8/169).
Dan dia Rahimahullah berkata:
“Seorang hamba seharusnya menyandarkan hatinya kepada Allah, bukan kepada sarana atau sebab apapun, dan Allah akan mempermudah baginya sarana atau sebab yang akan memperbaiki urusannya di dunia dan akhirat. Jika cara-cara atau sebab-sebab adalah sesuatu yang mampu dilakukan, dan dia diperintahkan untuk melakukannya, maka ia harus melakukannya dengan tetap menyerahkan diri (bertawakal) kepada Allah, sebagaimana ia melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan sebagaimana ia berjihad melawan musuh, dan sebagaiman ia mengangkat senjata, mengenakan helm perang, karena tidak bisa menahan musuh hanya dengan bertawakal tanpa melakukan jihad sebagaimana diperintahkan, maka barang siapa yang mengabaikan cara-cara atau sebab-sebab yang diperintahkan untuk dikerjakan: maka ia adalah orang yang lemah, ceroboh, dan tercela.” Majmu’ al-Fatawa” (8/528, 529).
Kedua:
Sebagai contoh, dalam kasus anda: kedua orang tua anda adalah sarana atau sebab yang membiayai anda, dan anda harus mengerti bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala yang menjadikan keduanya (orang tua) demikian, dan anda juga harus meyakini bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala yang menetapkan lebih dari satu sarana atau sebab rezeki dan kebutuhan biaya anda, dan coba perhatikan sekelilingmu, apakah anda melihat bahwa seluruh mahasiswa dibiayai pendidikannya oleh keluarga mereka ?!, jawabanya tentu tidak, dan jika anda mau mencermati sarana dan sebab-sebab rezeki dan biaya hidup mereka, maka akan menemukan bahwa jumlahnya banyak dan beragam, tentu saja hal ini tidak terbatas pada kedua orang tua anda saja, sehingga kamu khawatir akan terputusnya sebab-sebab (adanya) nafkahmu, demikian juga anda tidak boleh menempatkan mereka berdua (kedua orang tua) sejajar dengan kedudukan Tuhan Yang Maha memberi rezeki, ada perbedaan yang nyata antara Sang Pencipta dan makhluk ciptaan-Nya, antara yang menentukan sarana atau sebab dan mewujudkannya dan antara sebab atau sarana itu sendiri.
Renungkanlah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ
الملك/ 21
“Atau, siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Sebaliknya, mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran).” Al-Mulk/21.
Anda akan menemukan dengan jelas disini, Allah memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah yang menentukan sebab-sebab rezeki, seperti hujan, sungai, mata air, dan jika Allah berkehendak, Dia bisa menahan sebab-sebab rezeki tersebut dengan tidak menurunkan hujan, menahan aliran sungai-sungai, dan membuat sumber-sumber air mengering: siapakah yang dapat mencegah hal-hal tersebut, dan siapakah yang bisa mendatangkan sebab-sebab atau sarana rezeki tersebut ?!
Dan untuk mengatasi masalah anda juga, hendaknya anda memikirkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
الطلاق/ 2 ، 3
“Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.” (At-Talaq /2-3).
Mungkin anda berasumsi, bahwa jika orang tua anda meninggal, maka terputuslah sumber rezeki (nafkah) mu, padahal Allah Subahanahu wa ta’ala mengatakamu kepadamu, bahwa jika seseorang bertakwa, melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, dan menjauhi apa yang dilarang, maka Allah akan memberinya rezeki dari tempat yang tidak dia duga! Artinya, Allah akan memudahkan baginya sebab-sebab atau sarana rezeki yang tidak ia duga, dan tidak pula pernah terlintas dalam pikirannya. Sebagaimana Jika seseorang benar-benar bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa, maka Allah akan mencukupi segala kebutuhannya dan melenyapkan segala kekhawatirannya. Ini adalah obat yang tepat untuk kasus Anda, dan untuk kebingunan yang anda timbulkan antara sebab-sebab rezeki dan yang menciptaka atau mewujudkannya, dan untuk kegelisahan dan kekhawatiran Anda.
Dan bacalah dengan baik kata-kata Imam ini untuk menemukan obat penyembuh atas kegelisahan, kekhawatiran, dan kesedihan Anda:
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah mengatakan dalam tafsir firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
النساء/ 130
“Jika keduanya bercerai, Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari keluasan (karunia)-Nya. Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” An-Nisa /130.
“Ayat ini berisi peringatan bahwa hendaknya seorang hamba menyandarkan harapannya semata-mata hanya kepada Allah, dan jika Allah telah menetapkan baginya sebab-sebab rezeki dan kenyamanan, maka hendaknya ia memuji-Nya atas hal itu, dan memohon kepada-Nya untuk selalu diberikan keberkahan. Dan Jika terputus atau terhalang baginya sebab rezeki tersebut, atau sulit baginya untuk memperolehnya, maka ia tidak perlu gelisah dan khawatir, karena sebab rezeki itu hanyalah satu dari sekian banyak sebab-sebab rezeki yang tidak terbatas, dan rezeki seorang hamba tidak tergantung hanya pada sebab rezeki tertentu. Tetapi Allah akan membukakan baginya sebab lain yang lebih baik dan lebih bermanfaat, atau bahkan mungkin Allah akan menyediakan lebih banyak sebab-sebab rezeki untuknya. Maka apapun masalahnya, dia harus selalu menjunjung nikmat Tuhannya dan mencari kebenaran-Nya: memusatkan perhatian pada hal itu, memperbanyak doa dan harapan. Dan sesungguhnya Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Aku adalah sebagaimana yang dikira oleh hamba-Ku. Jika dia berpikiran baik tentangKu, maka itulah yang didapatnya, dan jika dia berpikiran buruk tentangKu, maka itulah yang didapatnya.” Diriwayatkan oleh Ahmad; digolongkan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib (3386). Dan Dia berfirman: “Selama kamu berseru kepada-Ku dan menaruh pengharapanmu kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kamu, berapa pun dosamu, dan Aku tidak akan keberatan.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2805); digolongkan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi .” (Taisir al-Latif al-Mannan fi Khulasat Tafsir al-Ahkaam hal. 85).
Maka renungkanlah wahai hamba Allah, hadits 'Umar bin al-Khattaab radhiyallahu 'anhu, bahwasanya beliau mendengar Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا رواه أحمد (205) والترمذي (2344) ، وصححه الألباني .
"Jika kamu benar-benar bertawakal Allah sebagaimana mestinya, Dia akan memberi rezeki kepadamu sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung-burung: mereka keluar di pagi hari dalam keadaan lapar dan mereka kembali di sore hari dengan perut kenyang.” Diriwayatkan oleh Ahmad (205) dan at-Tirmidzi (2344); digolongkan shahih oleh al-Albaani.
Anda harus mengerti bahwa mengatasi masalah Anda adalah dengan mewujudkan rasa percaya kepada Allah (tawakal), dan benar-benar hanya berharap kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya, dan tidak kepada kematian atau kehidupan seseorang, karena Hukum Allah Subhanahu wa ta’ala mengenai penciptaan tidak berubah karena kematian atau kehidupan siapa pun.
Ketiga:
Satu hal lagi sebagai penutup: bisa jadi rasa cemas, khawatir, dan tertekan yang anda rasakan adalah karena beberapa maksiat, kesalahan dan dosa yang telah Anda lakukan. Maka lihatlah kembali dirimu dan perbaiki kesalahan-kesalahan yang selama ini kamu terjerumus didalamnya, karena bisa jadi Allah Subhanahu wa ta’ala mempercepat siksa bagi orang yang seperti ini. Dan kita sama-sama mengetahui banyak kemaksiatan dan dosa yang terjadi di beberapa perguruan tinggi , maka berusahalah untuk membersihkan diri dan bertaubat untuk tidak melakukanya.
Al-imam Ibnu Al-Qayim Al-Jauziah rahimahullah berkata:
“Dan termasuk bagian dari hukuman atau siksa akibat kemaksiatan dan dosa-dosa adalah: Allah timpakan rasa cemas dan takut didalam hati orang yang berdosa, sehingga tidak melihatnya kecuali ia selalu merasa takut dan gelisah, Ketaatan adalah benteng terbesar Allah, dan barang siapa yang memasukinya akan termasuk orang-orang yang aman dari siksa dunia dan akhirat, dan barang siapa keluar darinya maka akan selalu dihantui oleh perasaan takut dari berbagai penjuru. Dan bagi orang yang taat kepada Allah, rasa takutnya akan sirna dan berbalik menjadi rasa aman, sedangkan bagi orang yang durhaka kepada-Nya, rasa amannya akan sirna dan berbalik menjadi rasa takut. Anda tidak akan pernah menemukan orang berdosa tanpa hatinya seperti berada di antara sayap burung. Jika angin menggerakkan pintu, dia akan berkata: Permintaan telah datang, Dan jika dia mendengar suara langkah kaki, Dia khawatir hal itu akan menjadi pertanda kesialan, mengira bahwa setiap teriakan ditujukan padanya dan setiap keburukan akan menimpanya, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka dia akan selamat dari segala sesuatu, dan barang siapa yang tidak bertakwa kepada Allah, maka Allah akan membuatnya selalu merasa takut terhadap segala sesuatu. ( Al-Jawaab al-Kaafi hal. 50).
Lihat juga jawaban soal no. (22704 ) .
Wallahu a’lam.