Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
I’tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk ketaatan kepada Allah, dan ini khusus di dalam masjid tidak sah selain masjid.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, ‘I’tikaf tidak sah di selain masjid. Kalau orang yang beri’tikaf laki-laki. Kami tidak tahu diantara para ulama’ ada perbedaan dalam hal ini. Asal hal itu adalah firman Allah Ta’ala, ‘Dan janganlah engkau pergauli (para wanita) sementara kamu semua dalam kondisi beri’tikaf di dalam masjid.’ Maka Allah khususkan hal itu. kalau i’tikaf sah di selain masjid, tidak dikhususkan pengharaman mempergauli di dalamnya. Karena berhubungan badan, diharamkan dalam i’tikaf secara mutlak. Dalam hadits Aisyah radhiallahu’anha berkata:
(إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليدخل علي رأسه , وهو في المسجد , فأرجله , وكان لا يدخل البيت إلا لحاجة إذا كان معتكفا)
‘Jikalau Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam memasukkan kepalanya sementara beliau di masjid dan saya menyisir (rambutnya). Biasanya beliau tidak masuk rumah kecuali kalau ada keperluan dikala beliau dalam kondisi beri’tikaf.
Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dengan sanadnya dari Zuhri dari Urwah dan Said bin Musayyab dari Aisyah dalam hadits :
(وأن السنة للمعتكف أن لا يخرج إلا لحاجة الإنسان , ولا اعتكاف إلا في مسجد جماعة)
‘Sesungguhnya sunnah bagi orang beri’tikaf, tidak keluar kecuali untuk keperluan orang. Dan tidak ada i’tikaf kecuali di masjid (yang ada shalat) jama’ah.’ Selesai dari kitab ‘Al-Mugni, 3/65.
Tempat yang terpisah ini, nampaknnya bukan bagian dari masjid yang digunakan untuk shalat. Maka i’tikaf di dalamnya tidak sah.
Batasan penentuan kamar, ruangan yang masuk masjid dengan yang tidak masuk masjid adalah
1.Kalau kamar yang menyatu dengan masjid disediakan untuk diabuat masjid atau berniat untuk dijadikan bagian dari masjid untuk shalat di dalamnya. Maka ia mempunyai hukum masjid. Maka diperbolehkan i’tikaf di dalamnya. Orang haid dan nifas dilarang (menetap) di dalamnya. Akan tetapi kalau diniatkan bagian untuk belajar, tempat pertemuan atau tempat tinggal imam dan muazin. Bukan dibuat tempat shalat, maka ketika itu, tidak mengambil hukum masjid.
2.Kalau tidak diketahui niatan orang yang membangun masjid. Asalnya adalah sesuatu yang masuk dalam pagar masjid, dan ia ada pintu ke masjid. Maka ia mempunyai hukum masjid.
3.Halaman dan pelataran yang dikelilingi pagar masjid, ia mempunyai hukum masjid. An-Nawawi rahimahullah berkata, ‘Tembok masjid di dalam dan luarnya, mempunyai hukum masjid dalam pemeliharaan dan menghormati kesuciannya. Begitu juga atapnya, sumur di dalamnya, begitu juga pelatarannya. Syafi’i dan teman-teman rahimahumullah telah mengaskan sahnya i’tikaf di pelataran dan atapnya. Dan sahnya shalat makmum di dalamnya yang mengikuti orang di dalam masjid.’ Selesai dari kitab ‘Al-Majmu’, 2/207.
Dalam kitab ‘Matolib Ulin Nuha, 2/234 dikatakan, ‘Diantara (batasan) masjid adalah belakangnya yakni atapnya. Diantaranya juga pelataran yang dikelilingi (tembok). Al-Qodi berkata, ‘Kalau ia ada pagar dan pintu, maka ia seperti masjid. Karena ia bersama masjid. Dan mengikutinya. Kalau tidak dikelilingi (pagar) maka, tidak ada ketetapan baginya hukum masjid. Diantaranya menara (masjid) yang mana pintunya (menyatu) dengan masjid. Kalau menara dan pintunya diluar masjid, meskipun dekat. Dan orang yang beri’tikaf keluar untuk azan, maka i’tikafnya batal.’ Selesai dengan ringkasan.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, ‘Kamar yang ada di dalam masjid apakah beri’tikaf di dalamnya?
Beliau menjawab, ‘Ini ada beberapa kemungkinan. Barangsiapa yang melihat keumumam perkataan para ahli fiqih maka dia mengatakan, ia termasuk bagian dari masjid. Karena ruangan dan kamar yang dikelilingi tembok masjid, termasuk bagian dari masjid. Barangsiapa yang melihat bahwa dibangunnya bukan bagian dari masjid, bahwa kamar dikhususkan untuk imam. Maka ia seperti rumah Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Maka rumah Rasulullah pintu-pintunya langsung ke masjid, meskipun begitu ia termasuk rumah. Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam tidak masuk ke rumah (yakni ketika beri’tikaf). Yang lebih hati-hati, orang yang beri’tikaf jangan berada di dalamnya. Akan tetapi orang-orang sekarang menganggap kamar yang ada di dalam masjid termasuk masjid. Selesai dari ‘Syarkh Al-Kafi’
Silahkan melihat soal jawab no. 118685 dan no. 34499 sebagai tambahan faedah
Wallahu’alam.