Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Beberapa waktu lalu, salah seorang guru masuk ke kelas kami, setelah selesai menjelaskan pelajaran dan sebelum menyerahkan kertas ujian, beliau berdiri dan berdoa, ‘Barangsiapa yang menyontek atau membantu menyontek di antara muridnya, semoga Allah singkap aibnya dan terhalang masuk universitas, dan kalaupun dia masuk kuliah, semoga Allah tidak memberkahi waktunya. Beliau terus berdoa khusus untuk masa depannya. Beliau juga berkata, “Bahwa beliau tidak akan memaafkan kami sampai hari kiamat.”
Wahai syekh yang mulia, apakah dia berhak seperti itu kepada saya agar tidak nyontek? Perlu diketahui bahwa pada tahun terakhir ini saya tidak pernah nyontek dengan kesadaran sendiri terutama materi ini secara khusus. Cuma sekali saya pernah mendengar jawaban dari salah seorang murid karena dia adalah teman saja di dalam kelas, kemudian saya tulis jawabannya. Saya tahu bahwa nyontek itu diharamkan, apakah saya harus mengakuinya. Padahal Allah menutupi aib saya dan tidak membongkarnya? Sungguh saya ketakutan, karena cita-citaku adalah dapat melanjutkan kuliah
Alhamdulillah.
Diharamkan menyontek dalam ujian maupun lainnya, berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي (رواه مسلم، 101)
“Siapa yang curang, maka dia bukan dari (golongan) ku.” (HR. Muslim, no. 101).
Siapa yang terjerumus dari (melakukan kecurangan), hendaklah dia bertaubat kepada Allah ta’ala. Tidak diharuskan mengaku, justru seharusnya dia menutupi apa yang Allah tutupi. Hendaknya dia menyesali dosanya dan bertekad bulat tidak mengulanginya lagi. Telah diriwayatkan oleh Muslim, (2590) dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لَا يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ketika Allah menutupi (kesalahan) seorang hamban di dunia, niscaya Allah akan tutupi kesalahannya nanti di akhirat.”
Ini adalah kabar gembira bagi orang yang bertaubat yang telah Allah tutupi (kesalahannya) di dunia. Bahwa Allah akan menutupinya nanti di akhirat. Nabi sallallahu’alaihi wa salam telah menekankan makna semacam ini dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Ahmad, (23968) dari Aisyah sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ أَحْلِفُ عَلَيْهِنَّ لَا يَجْعَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ لَهُ سَهْمٌ فِي الْإِسْلَامِ كَمَنْ لَا سَهْمَ لَهُ فَأَسْهُمُ الْإِسْلَامِ ثَلَاثَةٌ الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالزَّكَاةُ ، وَلَا يَتَوَلَّى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا فَيُوَلِّيهِ غَيْرَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُحِبُّ رَجُلٌ قَوْمًا إِلَّا جَعَلَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَعَهُمْ وَالرَّابِعَةُ لَوْ حَلَفْتُ عَلَيْهَا رَجَوْتُ أَنْ لَا آثَمَ لَا يَسْتُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (والحديث صححه الألباني في السلسة الصحيحة برقم، 1387)
“Ada tiga hal saya bersumpa dengannya, Allah tidak menjadikan orang yang mempunyai saham dalam Islam, sama seperti orang yang tidak mempunyai saham. Saham dalam Islam itu ada tiga yaitu shalat, puasa dan zakat. Jika Allah memberikan kekuasaan pada seorang hamba di dunia (lalu dia tunaikan dengan penuh amanah), maka Allah tidak akan serahkan urusannya nanti di hari kiamat (kepada selainNya dari kalangan makhluk), tidaklah seseorang mencintai suatu kaum, melainkan Allah akan jadikan dia bersama mereka. Yang keempat, kalau saya bersumpah, saya berharap agar tidak ada dosa. Tidaklah Allah menutupi (dosa) seorang hamba di dunia melainkan Allah akan menutupinya nanti pada hari kiamat.” (Hadits dishahihkaan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah dengan no. 1387)
Bahkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan menutupi aib seraya bersabda:
اجتنبوا هذه القاذورة التي نهى الله عز وجل عنها ، فمن ألمّ فليستتر بستر الله عز وجل (والحديث رواه البيهقي وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة برقم، 663)
“Jauhilah kotoran (kemunkaran) yang Allah larang. Barangsiapa melakukannya, maka tutupilah sebagaimana Allah Azza wa jalla menutupinya.” (HR. Baihaqi dishahihkan oleh Al-Albany di As-Silsilah As-Shahihah, dengan no. 663)
Kesimpulannya, siapa yang pernah melakukan kecurangan dalam ujianya, hendaknya dia bertaubat darinya dan jangan mengulangi lagi, hendaknya dia menutupi aibnya tersebut.
Jika anda tidak bertanya kepada teman anda akan tetapi mendengar jawaban darinya tanpa anda memintanya, maka hal ini tidak termasuk kecurangan. Hal itu tidak mengapa –insyaallah – dengan menulis dari apa yang anda dengar, tanpa anda meminta darinya dan tidak berusaha untuk mendapatkan hal itu.
Adapun doa keburukan seorang guru terhadap orang yang menyontek, sebagaimana yang disebutkan oleh penanya, yang nampak pada kami, hal itu termasuk sikap melampaui batas kepada orang lain. Menyontek tidak mengganggu hak dia, juga tidak terkait dengan kehormatannya, akan tetapi menyontek adalah dosa yang terkait dengan hak Allah ta’ala. Nasib orang yang menyontek tidak terkait dengan dia memberi maaf atau tidak. Jika doanya sekedar memohon kepada Allah agar menampakkan di depannya orang yang nyontek, mungkin hal itu lebih tepat. Akan tetapi dia berlebihan dalam berdoa dari apa yang selayaknya pada posisi semacam ini, kemungkinan dia ingin mengancam kepada murid-muridnya agar tidak nyontek. Semoga Allah mengampuni kami dan dia dan seluruh umat Islam.
Wallahua’lam