Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama,
Tidak boleh menyalurkan zakat kepada orang fakir yang mampu bekerja. Karena seseorang tidak dianggap fakir kalau dia masih mampu mencari nafkah dengan pekerjaannya.
Dari Abdullah bin Adi bin Khiyar, tentang dua orang dari shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk meminta sadaqah (bagian zakat), lalu beliau memandangi mereka dan melihat keduanya sebagai orang kuat. Maka beliau bersabda, 'Kalau mau kamu aku berikan (dari harta lain), tidak ada bagian zakat untuk orang kaya dan untuk orang kuat yang mampu bekerja." (HR. Abu Daud, no. 1633, dinyatakan shahih sanadnya oleh Nawawi dalam Syarah Muhazab, 1/171 dan Al-Albany dalam Shahih Abu Daud, 5/335,
Disebutkan dalam Kitab Fiqih Ibadah yang merupakan kitab rujukan mazhab Maliki, 1/295. Kaya adalah, 'Orang yang memiliki bekal untuk hidup setahun atau memiliki pekerjaan atau gaji yang cukup.'
Disebutkan dalam Kitab Al-Minhaj Ma'a Mughni Al-Muhtaj, 4/173, "Orang fakir adalah yang tidak ada hartanya dan tidak ada pekerjaannya yang dapat mencukupi kebutuhannya."
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, "Siapa yang memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya apabila dia memiliki keluarga dan dia memiliki bekal yang mencukupi setiap hari, maka dia orang kaya yang tidak berhak baginya menerima zakat." Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Umar dan Syafii."
(Al-Mughni, 6/324)
Akan tetapi disyaratkan bahwa pekerjaan yang dia lakukan adalah pekerjaan yang layak. Jika pekerjaannya tidak layak, seperti misalnya dia orang terpandang kemudian jatuh miskin, jangan dibebankan kepadanya pekerjaan yang tak layak baginya, misalnya pekerjaan sebagai penunggu toko. Orang seperti ini boleh diberikan zakat.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Al-Ghazali ditanya tentang orang kuat yang tidak biasa melakukan kerja fisik, apakah dia boleh menerima zakat untuk kelompok fakir miskin. Maka beliau berkata, 'Ya (boleh)' Hal ini benar dan berlaku berdasar ketentuan sebelumnya bahwa pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang layak dengannya." (Syarh Al-Muhazzab, 6/175)
Dalam kitab Al-Minhaj disebutkan, 'Orang fakir adalah, siapa yang tidak memiliki harta dan memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya, dan kefakirannya tidak mencegahnya untuk bekerja yang tidak layak baginya."
Asy-Syarbini yang menjelaskannya dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, 4/174 berkata,
"Maksudnya jika dikaitkan dengan kondisinya dan kehormatannya. Maka jika ada pekerjaan yang dapat menjatuhkan kehormatannya, hal itu sebagaimana tidak ada pekerjaan. Istilah bekerja yang disebutkan secara mutlak dalam hadits sebelumnya adalah terkait dengan pekerjaan yang halal dan pantas. Al-Ghazali berfatwa bahwa pembesar yang tidak terbiasa bekerja kasar (kemudian miskin), mereka boleh mendapatkan zakat."
Kesimpulannya, mereka yang tidak bekerja dengan alasan bahwa pekerjaan yang ada tidak pantas bagi mereka, maka jika pekerjaannya tersebut memang nyata-nyata tidak pantas bagi, mereka berhak menerima zakat. Tapi jika pekerjaan tersebut sebenarnya pantas, dan orang-orang sederajat mereka melakukannya tanpa sungkan, maka mereka tidak boleh menerima zakat, justeru dinasehatkan untuk bekerja.
Wallahua'lam.