Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Salah satu temanku ingin menikah dengan seorang pemuda yang kedua orang tuanya telah meninggal dunia tahun lalu. Pemuda ini dahulu adalah anak angkat dari kedua orang tuanya. Dan ayahnya telah memberikan anak angkat dengan namanya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan orang tuanya, akan tetapi tanpa hasil. Karena dia sekarang berumur tiga puluh satu tahun. Pertanyaanku adalah kalau julukan atau nama keluarganya mengikuti ayahnya dari anak angkat, apakah nikahnya sah dengan nama ini?
Alhamdulillah.
Pertama,
Telah ada ketetapan pengharaman anak angkat baik di Al-Qur’an, Sunnah maupun Ijma. Maka tidak dihalakan seorangpun menyandingkan nasabnya kepada selain bapaknya. Dan tidak dihalalkan bagi orang yang memberi tanggungan kepada anak yatim –contohnya- untuk menyandarkan kepada diri atau kabilahnya. Bahkan seharusnya disandarkan kepada ayahnya. Jika tidak ayahnya diketahui, maka disandarkan kepadanya dengan persaudaraan atau wala –yaitu wala mukhalafah (sekutu) bukan wala’ itqu (memerdekakan). Hal ini tidak berlaku di institusi catatan sipil.
Pada zaman sekarang seseorang memerlukan kertas pengakuan untuk mempermudah pada kehidupan (sehari-harinya) baik belajar, bekerja maupun ketika menikah. Kalau seseorang yang menjadi anak angkat tidak diketahui ayahnya tempat dia menyandarkan nasabnya, maka pemerintahan menyandingkannya dengan dengan nama ganda –fiktif-, bukan kepada perorangan secara langsung. Tidak juga kepada kabilah secara langsung.
Adapun sang anak angkat, hendaknya berusaha untuk mencari kedua orang tuanya, karena hal itu terkait dengan hukum agama dan dampak psikologi. Untuk menambah penjelasan tadi, dengan dalil dan pendapat para ulama, silakan lihat soal jawab, no. 126003, 5201, 10010.
Kedua,
Tidak ada hubungan legalitas pernikahan anak angkat dengan pengubahan namanya. Karena syarat sahnya nikah adalah adanya kedua mempelai (suami istri), penyerahan dari wali istri dan penerimaan dari fihak suami, kerelaan istri, adanya saksi atau iklan pernikahan serta tidak adanya penghalang.
Adanya nama orang yang ingin menikah disandarkan kepada orang yang mengangkat jadi anak, tidak bertentangan dengan persyaratan apapun dari syarat-syarat sahnya nikah. Karena yang diinginkan penentuan waktu nikah adalah orang yang telah ditentukan ini. Tanpa melihat nama ayahnya atau nama kabilahnya. Bahkan kalau dia rubah namanya setelah pernikahan, (keabsahan) nikahnya tidak berpengaruh. Karena maksud dalam pernikahan adalah orang yang telah disebutkan bukan lafadz namanya.
Sebagai tambahan, silakan lihat soal jawab no. 104588. Di dalamnya ada penjelasan syarat ‘Penentuan dua mempelai (suami dan istri). Di dalamnya juga ada penjelasan, bahwa nama palsu tidak berpengaruh dalam keabsahan pernikahan. Meskipun begitu kami mengingatkan orang yang namanya disandingkan dengan seseorang –salah atau sengaja atau tidak tahu- dalam berkas resmi, agar membetulkan hal ini di pemerintahan agar merubah penyandingan nasab anak angkat. Karena dampaknya terkait hukum warisan, mahram dan lainnya. Kalau hal itu tidak mampu, maka orang yang menjadi anak angkat hendaknya memperbaiki kondisi, mengajukan ke instansi pemerintah bidang keagamaan untuk membetulkan kondisi dia dengan menyampaikan ke instansi resmi untuk mengeluarkan surat resmi yang di dalamnya ada nama ganda tanpa disandingkan kepada seorang pun secara langsung. Nama pertama mungkin dapat menggunakan kata alam (nama orang) yang dikehendaki dari nama-nama yang mubah, sedangkan nama kedua dan setelahnya bisa memakai nama penghambaan seperti Abdullah, Abdul Karim.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
‘Dan diberi nama dengan nama-nama syar’i seperti Abdullah bin Abdullah, Abdullah bin Abdul Latif, Abdullah bin Abdul Karim, semua orang adalah hamba-hamba (ibad) Allah. agar tidak mendapatkan kesulitan di sekolah. Agar tidak mendapatkan pelecehan, diskriminasi dan kesulitan. Maksudnya adalah memberi nama dengan nama-nama penghambaan (abdu) Abdulllah bin Abdul Karim, Abdullah bin Abdul Latif, Abdullah bin Abdul Malik dan yang serupa dengan itu. ini yang terdekat –insyaallah- atau diberi nama yang sesuai untuk wanita dan lelaki. Terkadang ini juga lebih selamat. Karena dia disandarkan kepada ibunya, kalau dia dinamai dengan nama cocok untul lelaki dan wanita seperti Abdullah bin Atiyyah. Ibnu Atiyatullah, Abdullah bin Hibatullah. Karena Hibatullah, Atiyatullah layak untuk wanita dan lelaki.” (Fatawa Nurun Ala Ad-Darbi, kaset no. 83)
Jika hal itu tidak mungkin dilakukan di berkas resmi, minimal hal itu diterapkan pada kehidupan kesehariannya. Dengan menyebarkan di antara kerabatnya dan orang di sekitaranya hakekat penyandingannya. Agar tidak rancu nasabnya dengan nasab lainnya. Agar tidak bercampur terkait hukum mahram, warisan dan hukum-hukum semacamnya bagi dia dan orang sekitarnya. Agar dia atau anak-anaknya tidak berkumpul dengan orang yang tidak halal bercampur dengannya, karena nasab yang tidak benar dan tidak mewarisi orang yang dijadikan anak angkat, atau kerabatnya mewarisi dari nasab yang tidak benar, dan hukum-hukum lain seperti itu karena dampak dari penyandingan nasab yang salah.
Wallahu’alam .