Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Apa hukum jual beli dengan kredit. Apa solusi syar’i dalam menghadapi sebagian pembeli yang menunggak dalam melunasi kreditnya?
Alhamdulillah.
Pertama: dibolehkan menambah harga yang dijual dengan cara kredit dibanding dari harga tunai. Sebagaimana juga diperbolehkan menyebutkan harga jual cash dan harga kredit dengan waktu yang telah ditentukan. Penjualan tidak sah kecuali kedua orang yang akad menegaskan apakah sistemnya dengan cara cash atau kredit. Kalau terjadi penjualan dengan ragu-ragu antara cash dan kredit tanpa adanya kesepakatan yang tegas terhadap harga barang yang ditentukan, maka hal itu tidak diperbolehkan secara agama.
Kedua: Tidak diperbolehkan secara agama, dalam penjualan kredit saat akad menentukan bunga pada kredit yang terpisah dari harga cash yang masa penundaan pembayaran, baik kedua orang yang melakukan akad itu bersepakat pada kadar bunga tertentu atau dikaitkan dengan keuntungan yang umum.
Ketiga: kalau pembeli menunda pembayaran kredit dari waktu yang telah ditentukan, maka dia tidak boleh memaksa ada tambahan terhadap hutangnya baik dengan syarat terdahulu atau tanpa syarat. Karena hl itu termasuk riba yang diharamkan.
Keempat: diharamkan orang yang berhutang dan ada kelapangan menunda-nunda dalam menunaikan apa yang seharusnya dibayarkan untuk kreditnya. Meskipun begitu, tidak diperbolehkan secara agama memberikan syarat denda atas keterlambatan pembayaran.
Kelima: diperbolehkan secara agama bagi penjual secara kredit untuk menetapkan waktu jatuh tempo sebelum jadwalnya ketika pelunasan kreditnya sebelum tidak tepat waktu, selama debitur setuju dengan hal tersebut saat transaksi.
Keenam: pembeli tidak punya hak menguasai kepemilikan barang yang dibeli setelah pembelian. Akan tetapi penjual dibolehkan membuat persyaratan kepada pembeli agar menggadaikan barang yang dibeli kepadanya agar menjamin haknya dalam masa melunasi kreditnya.” (Majma Al-Fiqhi Al-Islamy, hal. 109)
Ketujuh: Mengguggurkan sebagian hutang yang dilunasi sebelum jatuh tempo, baik berdasarkan permintaan orang yang berhutang atau yang dihutangi diperbolehkan dalam agama. Tidak masuk dalam riba yang diharamkan selagi tidak dibangun atas kesepakatan sebelumnya. Selagi hubungan antara orang yang berhutang dengan orang yang dihutangin bersifat dua pihak. Akan tetapi jika ada pihak ketiga, maka tidak diperbolehkan.
Kedelapan: diperbolehkan bagi kedua pihak melakukan kesepakatan waktu jatuh tempo bagi seluruh masa cicilan, jika pihak debitur menolak mencicil kreditnya, dan jika debitur bukan orang yang kesulitan membayar hutang.
Kesembilan: Ketika hutang dianggap berlaku secara langsung karena kematian orang yang berhutang atau pailit atau karena dia menunda-nunda pembayaran, maka pada semua kondisi seperti ini dibolehkan menggugurkan hutang dalam semua kondisi agar segera kedua pihak saling ridha.
Kesepuluh: Batasan kesulitan yang dapat diberikan penundaan pelunasan adalah orang yang berhutang tidak mempunyai dana lebih dari kebutuhan primernya untuk melunasi hutangnya.
Wallahu a’lam