Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Di antara petunjuk Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah beliau meninggalkan amalan yang utama padahal beliau ingin mengamalkannya, atau agar diamalkan oleh semua orang; karena beberapa sebab, di antaranya adalah: untuk meringankan ummatnya; karena jika beliau melaksanakan amalan yang utama dan dilaksanakan terus-menerus, maka hal itu bisa jadi akan memberatkan dan menyulitkan bagi siapa saja yang akan berqudwah kepada beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Disebutkan dalam Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Iibad (2/96):
“Beliau banyak meninggalkan amal, padahal beliau ingin mengamalkannya; hal itu karena dihawatirkan justru akan menyulitkan mereka, pada saat beliau telah memasuki Baitullah beliau keluar dengan bersedih, seraya Aisyah berkata dalam masalah tersebut, maka beliau menjawab:
( إِنِّي أَخَافُ أَنْ أَكُونَ قَدْ شَقَقْتُ عَلَى أُمَّتِي )
“Sungguh saya khawatir bahwa saya justru akan menyulitkan ummatku”.
Ibnu Hajar Al Haitami –rahimahullah- berkata:
“Puasanya beliau dalam dalam satu tahun dan satu bulan banyak macamnya, beliau tidak pernah berpuasa satu tahun penuh, tidak juga qiyam lail semalam suntuk, meskipun beliau mampu melakukannya, agar tidak diikuti oleh ummatnya dan akan memberatkan mereka, akan tetapi beliau menempuh jalan pertengahan, beliau berpuasa seakan beliau tidak pernah berbuka, dan berbuka (tidak puasa) sehingga beliau dikira tidak pernah berpuasa, beliau melaksanakan qiyam lail sehingga dikira tidak pernah tidur, dan beliau tidur sehingga dikira tidak pernah qiyam lail”. ( Al Fatawa Al Fiqhiyyah: 2/53)
Di antara hikmahnya adalah kehawatiran beliau perbuatan tersebut akan diwajibkan kepada ummat, sebagaimana beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- meninggalkan shalat tarawih (berjama’ah) dalam bulan Ramadhan; karena beliau khawatir akan diwajibkan kepada ummat.
Dari sini kita mengetahui bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak selalu melaksanakan puasa Daud –‘alaihis salam-, padahal beliau menunjukkan dan mengabarkan bahwa puasa tersebut adalah sebaik-baik puasa, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Shahihain dari Abdullah bin Amr –radhiyallahu ‘anhuma- dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( إن أفضل الصيام صيام داود : كان يصوم يوماً ويفطر يوماً)
“Sesungguhnya puasa yang paling utama adalah puasa Daud, yaitu; sehari puasa dan sehari tidak”.
Hal itu agar tidak memberatkan ummatnya; karena orang-orang yang beriman berlomba untuk berqudwah kepada beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan puasa sehari dan sehari tidak akan memberatkan mereka.
Telah dijelaskan sebelumnya pada fatwa nomor: 175867
Hikmah yang lainnya adalah bahwa beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- terkadang meninggalkan sebagian amalan karena beliau sibuk dengan urusan yang lebih penting dan lebih utama, di antaranya adalah: bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengabarkan keutamaan umrah pada bulan Ramadhan dan menyatakan bahwa pahalanya sama dengan haji, namun Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak melakukan umrah pada bulan Ramadhan; karena beliau pada bulan Ramadhan sibuk dengan ibadah yang lebih penting dari umrah, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad dalam masalah ini yang telah disebutkan sebelumnya.
Atas dasar itulah maka barang siapa yang menginginkan sebaik-baik puasa maka hendaknya melaksanakan sehari puasa dan sehari tidak, sebagaimana perbuatan Nabi Daud -‘alaihis salam- dan hal itu dianggap telah mengamalkan sunnah Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi w sallam-; karena beliau telah menyatakan sebagai sebaik-baik puasa, akan tetapi beliau tidak melaksanakannya karena beberapa sebab yang telah kami sebutkan sebelumnya.
Untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca jawaban soal nomor: 47819 dan 32469
Wallahu A’lam.