Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya sekarang tinggal di Finlandia, karena tidak ada kalender yang disepakati untuk shalat, maka saya terpaksa mencari-cari waktu-waktu shalat yang dikeluarkan dari banyak lembaga. Saya menjauhkan kalender yang menyelisihi kesepatakan (ijmak) kelender lainnya. Maksudku dengan hal itu adalah kelender dari sebuah Lembaga yang azan Fajarnya setelah jam tiga pagi. Padahal di beberapa lembaga mengisaratkan bahwa azan fajar itu sebelum jam tiga pagi.
Karena permasalahannya ini terkait dengan puasa, maka saya mengambil kehati-hatian, yaitu waktu sedikit dari salah satu lembaga. Meskipun begitu, kami juga memperhatikan waktu azan magrib, saya dapatkan di lembaga yang saya jauhi, itu ada tambahan sedikit dari lembaga - lembaga lainnya. Oleh karena itu dari sisi kehati-hatian, saya akan mengambilnya insyaallah.
Pertanyaannya adalah apakah yang saya lakukan dengan berhati-hati semacam ini diterima? Dan ada pertanyaan yang lebih penting lagi, kalau saya berpedoman dengan waktu azan fajar yang paling sedikit, apakah saya dibolehkan shalat fajar dengan waktu ini? Ataukah saya menunggu waktu dari lembaga lainnya yang saya jauhi?
Dan kalau saya menunggunya seperti itu, maka timbul keraga-raguan dalam diri saya, yaitu bagaimana saya berpegang dengan dua waktu untuk satu waktu fajar, satu untuk memulai puasa dan waktu lainnya untuk melakukan shalat. Saya jadi merasa bahwa memulai puasa sebelum azan fajar yang saya anggap terlambat merupakan kesalahan. Karena pemikiran saya tidak boleh memulai puasa sebelum waktu shalat yang telah dijadikan patokan.
Alhamdulillah.
Pertama:
Waktu-waktu shalat telah dijelaskan dalam nash syariat dengan penjelasan yang jelas. Hal itu patokannya pada penglihatan langsung yang dapat dilakukan semua orang dengan sedikiti penglihatan dan pengamatan.
Maka waktu Fajar masuk dengan terbitnya fajar sadiq yaitu berupa cahayanya yang memancar di ufuk secara horisontal ke arah kanan dan kiri.
Adapun waktu Zuhur ditetapkan dengan tergelincirnya matahari maksudnya condongnya matahari dari tengah langit. Hal itu dapat diketahui mulainya dengan munculnya bayangan pada sesuatu.
Adapun waktu Ashar dimuai apabila sebuah bayangan sama panjangnya dengan suatu benda setelah matahari tergelincir.
Waktu magrib dimulai dengan terbenamnya bundaran matahari dari bumi.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang menjadi patokan adalah terbenam sempurna bulatan matahari semuanya. Jika telah sempurna terbenam maka masa adanya sisa pancaran cahaya tidak dianggap, waktunya dianggap telah masuk walau masih ada pancaran cahayanya.” (Al-Majmu, 3/33).
Adapun waktu Isya dimulai dengan terbenamnya mega merah di ufuk barat.
Kedua:
Siapa yang tidak mengetahui waktu-waktu ini, hendaknya dia bertaklid kepada orang yang mengetahuinya, yaitu cara berpatokan dengan kalender. Meskipun ada perbedaan terkait antara kalender, maka hal itu bisa diamalkan dalam rangka menjaga kehati-hatian.
Syekh Syihabuddin Al-Maki Al-Maliki rahimahullah mengatakan dalam kitab ‘Irsyadus Salik, 1/13, “Siapa yang ragu masuknya waktu, maka jangan shalat. Tunda sampai benar-benar masuk waktu atau dalam kuat dugaannya sudah masuk waktunya.”
Maka bagi orang yang berpuasa hendaknya berhati-hati dengan mulai puasa berdasarkan kalender yang pertama dan berhati-hati dalam masalah shalat fajar dengan melakukan shalat di waktu yang di kalendernya tercatat paling lambat atau di akhirnya. Maka anda dalam kondisi yakin akan sahnya puasa dan shalat anda.
Juga berhati-hati waktu magrib dengan berbuka dan shalat memakai kalender yang waktunya paling akhir.
Jika anda keluar di tanah yang datar dan menyaksikan terbenamnya bundaran matahari secara sempurna, maka dapat menilai waktu dalam kalender (taqwim) yang ada pada anda. Karena mengetahui waktu magrib itu mudah dibandingkan dengan waktu fajar.
Maka tidak ada masalah dalam menyandarkan dua waktu untuk fajar, salah satunya untuk puasa dan waktu lainnya untuk shalat. Kehati-hatian ini berlaku untuk dua ibadah bagi orang yang belum yakin akan validitas waktu shalat dalam kalender.
Wallahu a’lam