Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya ingin mengetahui sifat haji secara terperinci
Alhamdulillah.
Haji merupakan ibadah yang paling mulia, ketaan tertinggi. Ia salah satu rukun Islam yang mana Allah telah mengutus Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam. Dimana seorang hamba belum sempurna agamaanya kecuali dengannya.
Dan ibadah tidak sempurna dalam mendekatkan diri kepada Allah dan tidak diterima kecuali dengan dua perkara,
Salah satunya adalah ikhlas kerena Allah Azza Wa Jalla. Dimana dimaksudkan hanya untuk Allah dan kehidupan akhirat. Tidak dimaksudkan riya’, sum’ah dan bagian dari dunia.
Kedua, mengikuti Nabi sallallahu’alaihi wa sallam baik ucapan maupun perbuatan. Mengikuti Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak mungkin terealisasi kecuali dengan mengenal sunnahnya sallallahu’alaihi wasallam. Oleh karena itu bagi yang ingin beribadah kepada Allah dengan ibadah –haji atau lainnya- hendaknya belajar petunjuk Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, agar amalannya sesuai dengan sunnah.
Kami akan meringkas dalam beberapa point sifat haji sesuai denga apa yang ada dalam sunnah. Telah ada jawaban di soal no. 31819 penjelasan sifat umroh, silahkan merujuknya.
Macam-macam manasik
Manasik haji ada tiga macam, Tamattu’, Ifrod dan Qiron
Tamattu’ adalah dia berihrom untuk umroh saja di bulan-bulan haji (bulan-bulan haji adalah Syawwal, Dzulqoidah dan Dzulhijjah. Silahkan melihat di kitab As-Syarkh AL-Mumti’, 7/62). Ketika sampai Mekkah, towaf dan sa’I untuk umroh. Kemudian gundul atau memendekkan rambutnya dan bertahallul dari ihromnya. Ketika pada hari tarwiyah yaitu hari kedelapan Dzulhijjah, maka dia berihrom untuk haji saja. Dan melakukan semua (amalan) haji. Maka orang yang melakukan haji tamattu’ melakukan umroh secara sempurna dan melakukan haji secara sempurna.
Ifrod adalah berihrom untuk haji saja. Ketika sampai di Mekkah, malakukan towaf qudum, dan sa’I untuk haji. Tanpa menggundul atau memendekkan rambutnya. Dan tidak boleh tahallul dari ihromnya. Bahkan tetap dalam kondisi ihrom sampai tahallul setelah melempar Jumroh Aqobah hari Id. Kalau sa’I hajinya diakhirkan sampai setelah towaf haji (ifadhoh), maka tidak mengapa.
Qiron adalah berihrom dengan haji dan umroh bersamaan atau berihrom untuk umroh dahulu kemudian memasukan haji ke umroh sebelum memulai towaf (hal itu dengan meniatkan bahwa towaf dan sa’inya untuk haji dan umroh). Pelaksanaan haji qorin sama dengan haji ifrod. Kecuali kalau haji qiron harus menyembelih hadyu sementara hai ifrod tidak ada hadyunya.
Manasik yang terbaik dari tiga macam ini adalah tamattu’. Yaitu yang diperintahkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan menganjurkannya. Sampai kalau seseorang melakukan ihrom dengan qiron atau ifrod, maka sangat ditekankan untuk merubah ihromnya ke umroh kemudian tahallul agar menjadi tamattu’. Meskipun hal itu setelah dia melaksanakan towaf qudum dan sai. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika towaf dan sai waktu haji wada’ bersamanya para shahabat. (beliau) memerintahkan kepada orang yang tidak membawa hadyu untuk merubah ihromnya menjadi umroh dan memendekkan (rambut) kemudian bertahallul. Beliau mengatakan, ‘Kalau sekiranya saya tidak membawa hadyu, maka akan saya lakukan seperti apa yang saya perintahkan kepada kamu semua.
Ihrom
Amalan disini termasuk sunnah ihrom yang telah disebutkan dalam soal yang disebutkan tadi dengan mandi, memakai minyak wangi dan shalat.
Kemudian berihrom setelah selesai shalat atau setelah menaiki kendaraannya. Kalau dia melaksanakan haji tamattu’ mengucapkan ‘Labbaik Allahumma bi umroh. Kalau qiron mengucapkan ‘Labbaik Allahuma bilhajji wa umroh. Kalau ifrod mengucapkan ‘Labbaika Allahumma Hajjan. Kemudian mengucapkan ‘Allahumma hazihi hajjan la riya’an wa la sum’atan (Ya Allah, haji ini bukan karena riya’ (pamer) tidak juga sum’ah (agar didengar orang).
Kemudian bertalbiyah dengan apa yang Nabi sallallahu’alaihi wa sallam talbiyahkan yaitu ‘Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wan nikmata laka wal mulk, la syarika laka (Kami penuhi panggilanMU Ya Allah, kami penuhi panggilanMu. Kami penuhi panggilanMu tiada sekutu bagi Anda kami penuhi panggilanMu, sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya milikMu tidak ada sekutu bagiMu).
Diantara talbiyah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam juga, ‘Labbaika ilahl haq (kami penuhi panggilanMu Tuhan Yang Benar). Biasanya Ibnu Umar radhiallahu’anhuma menambahi dalam talbiyahnya dengan mengucapkan, ‘Labbaika wa sa’daika, wal khairu bi yadaik, war rogba ilaika wal amal (kami penuhi panggilanMu dan kebahagiaan untukMu, semua kebaikan ditanganMu, keinginan dan beramal kepadaMu).
Lelaki mengeraskan suaranya untuk itu. Sementara wanita mengucapkan sekedar terdengar orang yang disampingnya. Kecuali kalau disampingnya lelaki bukan mahramnya, maka dia bertalbiyah dengan lirih.
Kalau ada orang berihrom khawatir ada halangan yang menghalangi untuk menyempurnakan manasik (seperti sakit, musuh, dipenjara atau semisal itu) maka seyogyanya dia mensyaratkan ketika berihrom dengan mengatakan, ‘In habasaniya habis, fa mahilli haitsu habastani (kalau ada penghalang yang menghalangiku, maka tahalullku ditempat dimana saya terhalangi). Artinya kalau ada halangan yang menghalangiku untuk menyempurnakan manasikku baik sakit atau terlambat atau semisalnya, maka saya bertahallul dari ihromku. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan Dhubabah binti Zubair dimana beliau ingin ihrom padahal dalam kondisi sakit untuk mensyaratkan dan beliau bersabda, ‘Sesungguhnya anda, untuk Tuhanmu apa yang telah anda syaratkan.’ HR. Bukhori, 5089 dan Muslim, 1207. Kapan saja dia mensyaratkan dan terjadi apa yang menghalanginya dalam menyempurnakan manasiknya, maka dia (boleh) tahallul dari ihromnya dan tidak terkena apa-apa.
Sementara orang yang tidak takut adanya halangan yang menghalanginya untuk menyempurnakan manasiknya. Maka tidak sepatutnya dia bersyarat. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak bersyarat dan tidak memerintahkan masing-masing untuk bersyarat. Akan tetapi beliau memerintahkan Dhubabah binti Zubair karena ada penyakit padanya.
Seyogyanya bagi orang yang berihrom, memperbanyak bertalbiyah. Apalagi terjadinya perubahan kondisi dan waktu. Seperti ketika melewati tempat yang tinggi atau turun di tempat yang rendah. Atau datang waktu malam atau siang. Hendaknya memohon kepada Allah akan keredoan-Nya dan mendapatkan surga. Serta meminta perlindungan dengan rahmat-Nya dari neraka.
Talbiyah dianjurkan dalam umroh dari mulai ihrom sampai memulai towaf. Dalam haji, dari ihrom sampai melempar jumroh aqobah pada hari raya.
Mandi ketika masuk Mekkah
Seyogyanya mandi ketika mendekati Mekkah untuk masuk ke Mekkah kalau hal itu mudah baginya. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mandi ketika masuk Mekkah. HR. Muslim, 1259.
Ketika masuk ke masjidil haram, mendahulukan kaki kanannya dan membaca doa:
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله اللهم اغفر لي ذنوبي وافتح لي أبواب رحمتك أعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم وبسلطانه القديم من الشيطان الرجيم
‘Dengan nama Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku. Bukakanlah pintu rahmat-Mu untukku. Saya berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Maha Mulia dan dengan kekuasaan-Nya yang lama dari syetan yang terkutuk.
Kemudian menuju ke hajar aswad untuk memulai towaf. Telah disebutkan sifat towaf dalam soal no. 31819. Kemudian setelah towaf shalat dua rakaat, menuju ke tempat sa’i dan melakukan sai antara shafa dan marwah. Telah ada penjelasan sifat sai dalam soal no. 31819.
Bagi yang melakukan haji tamattu’, sainya untuk umroh. Sementara bagi yang melakukan haji ifrod dan qiron, sainya untuk haji. Dan dapat diakhirkan sai keduanya sampai setelah towaf ifadhoh.
Menggundul atau memendekkan
Kalau orang yang melakukan haji tamattu’ telah selesai sai tujuh kali putaran, menggundul kepalanya kalau dia lelaki atau memendekkan rambutnya. Menggundul harus mencakup semua (rambut) kepala. Begitu juga dalam memendekkan mencakup semua sisi rambut kepalanya. Menggundul lebih baik dari pada memendekkan. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang gundul tiga kali dan yang memendekkan sekali. HR. Muslim, 1303.
Kecuali kalau waktu haji dekat, dimana tidak memungkinkan tumbuh rambut kepala. Maka yang lebih utama adalah memendekkan agar tersisa rambut baginya untuk digundul waktu haji. Dengan dalil bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Beliau memerintahkan para shahabatnya dalam haji wada’ untuk memendekkan untuk umroh. Karena mereka datang pada pagi hari keempat Dzulhijjah. Sementara wanita, maka dia memendekkan rambutnya sepanjang ruas jemari tangan. Dari sini, maka telah sempurna umroh bagi jamaah yang melakukan haji tamattu’. Dan bertahallul secara sempurna. Melakukan seperti orang yang halal dari memakai baju, wewangian, mendatangi istrinya dan selain dari itu.
Sementara yang melakukan ifrod dan qiron keduanya tidak menggundul atau memendekkan, tidak tahallul dari ihromnya. Bahkan tetap dalam ihromnya sampai tahallul hari id setelah melempar jumroh aqobah, menggundul atau memendekkan.
Kemudian ketika hari tarwiyah yaitu hari kedelapan Dzulhijjah, yang melakukan haji tamattu’ melakukan ihrom haji pada pagi hari dari tempat tinggalnya di Mekkah. Dianjurkan ketika berihrom untuk haji, melakukan amalan seperti berihrom waktu umroh dengan mandi, memakai wewangian dan shalat. Dan dia berniat melakukan haji dan bertalbiyah dengan mengatakan, ‘Labbaik Allahuma hajjan. Kalau dia khawatir ada penghalang yang menghalangi untuk menyempurnakan hajinya, maka (diperbolehkan) bersayarat dengan mengatakan, ‘Wa in habasi habis, famahilli haitsu habastani. Kalau tidak ada kekhawatiran ada pengghalang, maka tidak perlu bersyarat. Dianjurkan mengeraskan dalam bertalbiyah sampai memulai melempar jumroh aqobah pada hari raya.
Pergi ke Mina
Kemudian pergi ke Mina. Disana melakukan shalat zuhur, asar, magrib, isya’ dan fajar. Dengan diqosor tanpa dijama’. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dahulu beliau mengqosor tanpa dijama’. Qosor adalah menjadikan shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Penduduk Mekkah dan lainnya mengqosor (shalat) di Mina, Arofah dan Muzdalifah. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam biasanya beliau shalat dengan orang-orang pada haji wada’ bersamanya penduduk Mekkah. Sementara beliau tidak memerintahkan mereka untuk menyempurnakan. Kalau sekiranya wajib bagi mereka, maka mereka akan diperintahkannya sebagaimana beliau perintahkan pada tahun penaklukan Mekkah. Akan tetapi karena bangunan Mekkah melebar sampai masuk Mina, maka seakan-akan (Mina) termasuk salah satu kampung diantara kampung Mekkah. Maka penduduk Mekkah tidak mengqosornya.
Pergi ke Arofah
Ketika matahari telah terbit pada hari Arofah, maka berjalan dari Mina ke Arofah. Dan turun di Namiroh sampai waktu zuhur (Namirah adalah tempat (wadi) sebelum Arofah) kalau hal itu memudahkan baginya. Kalau tidak, maka tidak mengapa. Karena turun di Namiroh bukan merupakan suatu kewajiban. Ketika matahari tergelincir (yakni telah memasuki waktu zuhur) maka melakukan shalat zuhur dan asar dua rakaat, dua rakaat dijama’ keduanya dengan jama’ takdim. Sebagaimana prilaku Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, agar mempunyai waktu panjang untuk wukuf dan berdoa.
Kemudian setelah selesai shalat. Mengfokuskan untuk zikir, doa dan menghadap kepada Allah Azza Wa Jallah berdoa kepada-Nya dengan apa yang disukainya sambil mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. Meskipun bukit Arafah dibelakangnya, karena yang sesuai sunnah adalah menghadap kiblat bukan menghadap bukit. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika wukuf di bukit dan mengatakan, ‘Saya wukuf di sini, dan Arafah semuanya adalah tempat wukuf.
Biasanya kebanyakan doa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam pada wukuf yang agung adalah:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير
‘Tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah saja, tiada sekutu baginya. Semua kerajaan dan pujian hanya milik-Nya. Dan Dia mampu terhadap segala sesuatu.
Kalau terjadi kejenuhan dan dia ingin menghilangkan dengan berbicara kepada teman-temannya dengan pembicaraan yang bermanfaat. Atau membaca sedikit dari kitab yang bermanfaat terutama terkait dengan kedermawanan Allah dan luasnya pemberian-Nya agar menguatkan sisi pengharapan pada hari itu, maka hal itu bagus. Kemudian kembali menghadap kepada Allah dan berdoa. Dan sangat perlu dijaga pada waktu akhir siang dengan berdoa, karena sebaik-baik doa adalah doa di hari Arofah.
Pergi ke Muzdalifah
Ketika matahari terbenam, maka pergi ke Muzdalifah. Ketika sampai di sana, maka shalat magrib dan isya’ dengan satu azan dan dua iqamah. Kalau dia khawatir tidak sampai di Muzdalifah kecuali telah memasuki pertengahan malam, maka dia shalat di jalan. Tidak diperbolehkan mengakhirkan shalat sampai setelah pertengahan malam. Dan mabit (bermalam) di Muzdalifah, ketika telah jelas fajar. Tunaikan segera shalat fajar dengan azan dan iqamah, kemudian menuju ke tempat Masy’aril Haram (yaitu tempat masjid yang ada di Muzdalifah). Mengesakan Allah, bertkabir dan berdoa dengan apa yang disukainya sampai kelihat kekuning-kuningan (kekuning-kuningan adalah penampakan cahaya siang sebelum terbit matahari). Kalau tidak memungkinkan pergi ke Masy’aril Haram, cukup berdoa di tempatnya berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Saya berhenti disini, dan semua Muzdalifah adalah tempat untuk berhenti (mabit). Kondisi ketika zikir dan berdoa adalah menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangannya.
Pergi ke Mina
Ketika telah kuning benar dan belum terbit matahari, pergi menuju ke Mina. Dan berjalan cepat ketika melintasi wadi mahsar (yaitu wadi antara Muzdalifah dan Mina). Sesampainya di Mina, melempar jumroh aqobah, yaitu jumrah terakhir yang mendekati Mekkah (Jumrah terdekat dari Mekkah). Dengan tujuh kerikil sebesar biji kurma, secara berturut-turut. Satu dengan yang lainnya. Disertai takbir pada setiap lemparan. (sunnahnya ketika melempar jumroh aqobah, menghadap jumroh sementara Mekkah pada sisi kirinya dan Mina pada sisi kanannya). Selesai melempar, menyembelih hadyu kemudian menggundul rambut atau memendekkan kalau dia lelaki. Kalau wanita, cukup dipendekkan sepanjang ruas jemari (dengan begitu orang yang ihrom telah tahallul awal, dihalalkan baginya segala sesuatu kecuali berhubungan dengan istrinya). Kemudian pergi ke Mekkah, melakukan towaf dan sai untuk haji (kemudian dia dapat bertahallul kedua, sehingga dihalalkan baginya segala sesuatu yang sebelumnya diharamkan disebabkan berihrom).
Sunnahnya memakai wewangian kalau dia ingin pergi ke Mekkah untuk towaf setelah melempar dan menggundul. Berdasarkan perkataan Aisyah radhiallahu’anha:
كنت أطيب النبي صلى الله عليه وسلم لإحرامه قبل أن يحرم ولحله قبل أن يطوف بالبيت " رواه البخاري (1539) ومسلم (1189) .
‘Saya biasanya memberi minyak wangi kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuk ihromnya sebelum berihrom dan waktu halalnya sebelum melakukan towaf di Mekkah.’ HR. Bukhori, 1439 dan Muslim, 1189.
Kemudian setelah towaf dan sai kembali ke Mina untuk mabit di sana pada dua malam, hari kesebelas dan dua belas. Dan melempar tiga jumroh pada dua hari tadi setelah tergelincir matahari. Yang lebih utama ketika pergi melempar dengan berjalan kaki. Kalau naik kendaraan, tidak apa-apa.
Melempar jumrah pertama, yaitu jumrah yang terjauh dari Mekkah yang terdekat dengan Masjid Khoif. Melempar tujuh lemparan kerikil secara berurutan satu dengan lainnya. Dan bertakbir pada setiap lemparan. Kemudian maju sedikit dan berdoa panjang dengan apa yang disukainya. Kalau memayahkan lamanya berdiri dan berdoa. Maka berdoa yang mudah baginya, meskipun sebentar agar mendapatkan sunnah. Kemudian melempar jumrah wustho (tengah) dengan tujuh kerikil secara berurutan, bertakbir pada setiap lemparan dan mengambil posisi sebelah kiri berdiri sambil menghadap kiblat. Mengangkat kedua tangan dan berdoa panjang kalau memudahkan baginya. Kalau tidak mungkin, berdiri yang mudah baginya. Seyogyanya jangan meninggalkan berdiri untuk doa. Karena ia adalah sunnah, kebanyakan orang meremehkannya. Mungkin ketidak tahuan atau meremehkannya. Setiap kali sunnah hilang, maka menyebarkan diantara orang-orang lebih ditekankan agar tidak ditinggalkan dan mati.
Kemudian melempar jumrah Aqobah dengan tujuh kerikil secara berurutan, bertakbir pada setiap lemparan dan pulang tidak ada doa setelahnya.
Ketika telah sempurna melempar jumrah di hari kedua belas. Kalau dia ingin ta’jjul (bersegera meninggalkan Mina) maka keluar dari Mina. Kalau ingin diakhirkan, maka dia bermalam di Mina pada hari ketiga belas dan melempar ketiga jumrah setelah tergelincir matahari seperti tadi. Mengakhirkan itu yang lebih utama. Tidak diwajibkan bermalam (hari ketiga belas) kecuali ketika matahri terbenam di hari kedua belas sementara dia masih di Mina, maka dia diharuskan mengakhirkan sampai melempar ketiga jumroh setelah tergelincir pada keesokan harinya. Akan tetapi kalau matahari telah terbenam sementara dia masih di Mina hari kedua belas tanpa keinginannya. Seperti ketika dia telah meninggalkan mina dan naik kendaraan, akan tetapi terlambat dikarenakan kepadatan mobil atau semisalnya. Maka dia tidak diharuskan mengakhirkan. Karena keterlambatannya sampai terbenam matahari bukan karena pilihannya.
Kalau dia ingin keluar dari Mekkah menuju ke negaranya. Maka tidak diperbolehkan keluar sampai dia melakukan towaf wada’ berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
" لا ينفر أحدٌ حتى يكون آخر عهده بالبيت " رواه مسلم (1327) ، وفي رواية : " أُمر الناس أن يكون آخر عهدهم بالبيت إلا أنه خُفف عن الحائض " رواه البخاري (1755) ومسلم (1328)
‘Jangan meninggalkan (Mekkah) sampai akhir perjumpaan dengan Ka’bah (towaf). HR. Muslim, 1327. Dalam redaksi lain, ‘Beliau memerintahkan kepada orang-orang agar terakhir perjumpaan dengan Ka’bah (towaf wada’) kecuali diberi keringanan untuk orang haid.’ HR. Bukhori, 1755 dan Muslim, 1328.
Orang haid dan nifas tidak perlu towaf wada’. Dan seyogyanya tidak perlu berdiri di pintu Masjidil Haram untuk berpisah. Karena tidak ada dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.
Towaf wada’ adalah terakhir perpisahan dengan Ka’bah ketika ingin bepergian. Kalau setelah wada’ dia tetap (berdiam) karena menunggu teman atau mengangkat barang-barangnya atau membeli keperluan di perjalanan tidak mengapa dan tidak perlu mengulang towaf. Kecuali kalau dia berniat mengakhirkan safarnya. Seperti dia ingin safar di pagi hari kemudian dia towaf wada’. Kemudian safarnya ditunda sampai petang hari contohnya. Maka dia harus mengulangi towaf agar terakhir perjumpaannya adalah dengan Ka’bah.
Faedah
Bagi orang yang melakukan ihrom haji atau umroh diwajibkan hal berikut ini:
1.Dia harus berkomitmen dengan apa yang diwajibkan Allah kepadanya dari syareat agamanya seperti shalat pada waktunya secara berjamaah
2.Menjauhi apa yang dilarang oleh Allah kepadanya dari perkataan jorok, penghinaan dan berbuat maksiat. Berdasarkan firman Allah ta’ala, ‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.’ SQ. Al-Baqoroh: 197
3.Menghindari menganggu orang Islam dengan perkataan atau perbuatan di tempat syiar Islam atau yang lainnya
4.Menghindari semua larangan-larangan ihrom
a.Jangan mengambil sedikitpun dari rambut atau kukunya. Sementara mencabut duri atau semisalnya tidak mengapa meskipun sampai keluar darah
b.Jangan memakai minyak wangi setelah berihrom di tubuh, pakaian, makanan dan minumannya. Jangan membersihkan dengan sabun yang berbau wangi. Sementara sisa bau wangi yang dipakai sebelum ihrom, tidak mengapa.
c.Jangan membunuh binatang buruan
d.Jangan menggauli istrinya
e.Jangan bercumbu dengan penuh nafsu baik dengan sentuhan, ciuman atau selain dari itu
f.Jangan melangsungkan akad nikah untuk dirinya, juga untuk orang lain. Jangan pula meminang untuk dirinya atau untuk orang lain
g.Jangan memakai dua sarung tangan. Sementara membalut tangan dengan sobekan kain tidak mengapa
Ini adalah tujuh larangan untuk laki-laki dan perempuan.
Dan khusus untuk laki-laki adalah sebagai berikut
a.Jangan menutupi kepalanya sampai menyentuhnya. Sementara bernaung dengan payung, atap mobil, tenda dan membawa barang tidak mengapa
b.Jangan memakai gamis, surban, penutup kepala, celana, tidak juga khuf (kaos kaki dari kulit). Kecuali kalau dia tidak mendapatkan kain sarung, maka dia boleh mamakai celana. Atau kalau tidak mendapatkan sandal, maka boleh mamakai khuf.
c.Jangan memakai yang semakna dengan yang disebutkan tadi. Jangan mamakai jubbah, kubah, topi, kaos dalam dan semisalnya
d.Diperbolehkan memakai sandal, cincin, kaca mata, earphone. Diperbolehkan memakai jam di tangannya atau digantungkan di lehernya. Boleh memakai sabuk untuk menyimpan barang berharga
e.Diperbolehkan membersihkan (badan) tanpa ada kandungan wewangian. Boleh mandi, menggaruk kepala dan badannya meskipun ada rambut yang jatuh tanpa sengaja, maka tidak ada apa-apa.
Sementara bagi wanita, tidak diperbolehkan memakai niqob yaitu yang dapat menutupi wajahnya. Ada lobang untuk kedua matanya. Jangan pula memakai burqu’ (semisal niqob). Sunnahnya tersingkap wajahnya kecuali kalau ada lelaki selain mahram yang melihatnya. Maka dia harus menutupnya waktu ihrom dan selain ihrom.
Silahkan melihat kitab ‘Manasik Al-Hajj Wal Umroh karangan Al-Albany. Dan kitab ‘Sifatul Hajji Wal Umroh’ dan kitab ‘Al-Minhaj Limuridil Umroh Wal Hajj’ karangan Ibnu Utsaimin rahimahumullah jamian.