Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama,
Jihad menurut bahasa adalah mengerahkan sepenuh kekuatan dari ucapan atau perbuatan. Dan dari sisi syara’ adalah mencurahkan kekuatan umat Islam dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah. Silahkan melihat ‘An-Nihayah Fi goribil Hadits, karangan Ibnu Atsir Al-Jazari, (1/319) dan ‘Al-Misbahul Munir, (1/112) serta ‘Ahammiyatul Jihad (Urgensi jihad) karangan DR. Ali bin Nuqoi’ Al-Ilyany.
Kedua,
Syahadah dari sisi bahasa adalah diartikan dengan beberapa arti, kabar yang pasti, hadir, melihat dan Nampak, meninggal di jalan Allah.
Secara syara’ adalah orang yang meninggal dari kalangan umat Islam dalam memerangi orang kafir dan dengan sebab (memerangi orang kafir). Diikutkan juga masalah akhirat dengan beberapa macam, nanti akan dijelaskan penjelasannya. Silahkan melihat ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (26/ 214 dan 272).
Ketiga,
Orang yang mati syahid itu banyak macamnya,
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah orang yang mati syahid itu ada tiga macam,
Salah satunya adalah orang yang terbunuh dalam memerangi orang kafir dengan salah satu sebab peperangan. Ini mendapatkan hukum orang mati syahid dalam mendapatkan pahala akhirat dan hukum di dunia. Ia tidak dimandikan dan tidak disholati.
Kedua, syahid dalam mendapatkan pahala bukan hukum di dunia. Yaitu orang sakit perut, ditusuk, meninggal terkena reruntuhan bangunan, orang yang terbunuh karena mempertahankan hartanya dan selain dari mereka yang telah ada dalam hadits yang shoheh dengan penamaan syahid. Ini dimandikan dan disholati. Di akhirat mendapatkan pahala syahid, dan hal itu tidak mesti sama dengan pahala kelompok pertama.
Ketiga, orang yang menyembunyikan gonimah dan semisalnya yang ada hadits dengan meniadakan nama syahid ketika terbunuh dalam memerangi orang kafir. Ia mendapatkan hukum syahid di dunia, maka tidak dimandikan dan tidak disholati. Dan dia tidak mendapatkan pahala sempurna di akhirat.” Selesai ‘Syarkh An-Nawawi ‘Ala Muslim, (2/164).
Derajat orang yang mati syahid:
Derajat orang mati syahid sangat agung sekali, setelah tingkatan para nabi dan orang-orang jujur.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala berfirman:
( فأولئك مع الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين )
“mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh.” SQ. An-Nisaa’: 69.
Empat hal ini adalah tingkatan seorang hamba, yang terbaik adalah para nabi, orang jujur, mati syahid kemudian orang sholeh.” Selesai ‘Majmu’ Fatawa, (2/223).
Allah Ta’ala telah menjadikan surga beberapa derajat. Bagi para mujahidin mendapatkan 100 derajat sebagaimana yang ada dalam (hadits) shoheh dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Sehingga para syuhada’ itu tidak satu derajat, akan tetapi mereka berbeda kedudukannya.
Ibnu Hajar rahimahullah setelah menghitung orang yang mati syahid selain yang terbunuh di medan perang berkata, “Sungguh telah kami kumpulkan dari jalan (periwayatan) yang bagus terkumpul dua puluh perangai.
Ibnu At-Tin mengatakan, “Ini semua adalah kematian yang dahsyat, Allah melebihkan kepada umat Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai pembersih dosa-dosanya, menambah pahalanya dan menyampaikan ke derajat orang mati syahid.
Saya (Ibnu Hajar) katakan, “Yang Nampak, bahwa yang disebutkan semuanya itu tidak pada satu tingkatan, yang menunjukkan akan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di Shohehnya dari hadits Jabin dan Darimi, Ahmad, Tohawi dari hadits Abdullah bin Habasy. Dan Ibnu Majah dari Hadits Amr bin Anbasah,
( أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل : أي الجهاد أفضل ؟ قال : من عُقر جوادُه وأُهريق دمه )
“Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya, “Jihad apakah yang paling mulia? Beliau menjawab, “Yang terluka kuda tunggangannya dan menumpahkan darahnya.” Selesai ‘Fathul Bari, (6/43, 44) dengan diringkas.
Telah ada dalam sunah yang shoheh dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam yang menjelaskan perbedaan (tingkatan) diantara para syuhada’, diantara hal itu adalah:
أ. عَنْ نُعَيْمِ بْنِ هَمَّارٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الشُّهَدَاءِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : ( الَّذِينَ إِنْ يُلْقَوْا فِي الصَّفِّ لا يَلْفِتُونَ وُجُوهَهُمْ حَتَّى يُقْتَلُوا , أُولَئِكَ يَنْطَلِقُونَ فِي الْغُرَفِ الْعُلَى مِنْ الْجَنَّةِ , وَيَضْحَكُ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ , وَإِذَا ضَحِكَ رَبُّكَ إِلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا فَلا حِسَابَ عَلَيْهِ ) . رواه أحمد (21970 ) ، وصححه الشيخ الألباني في "السلسلة الصحيحة " (2558)
A. Dari Nu’aim bin Hammar seseorang bertanya kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam,”Sy’hada' mana yang paling mulia? Beliau menjawab, “Mereka yang ketika bertemu dalam barisan tidak menoleh wajahnya sampai dibunuh. Mereka menuju ke kamar tertinggi di surga. Dan Tuhan mereka tertawa, kalau Tuhan anda tertawa kepada seorang hamba di dunia, maka dia tidak akan dihisab.
HR. Ahmad, (21970) dan dinyatakan shoheh oleh Al-Albany di ‘As-Silsilah As-Shohehah, (2558).
ب. عَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَبْدٍ السُّلَمِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( الْقَتْلى ثَلاثَةٌ : رَجُلٌ مُؤْمِنٌ قَاتَلَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا لَقِيَ الْعَدُوَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى يُقْتَلَ , فَذَلِكَ الشَّهِيدُ الْمُفْتَخِرُ فِي خَيْمَةِ اللَّهِ تَحْتَ عَرْشِهِ , لا يَفْضُلُهُ النَّبِيُّونَ إِلا بِدَرَجَةِ النُّبُوَّةِ ، وَرَجُلٌ مُؤْمِنٌ قَرَفَ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ الذُّنُوبِ وَالْخَطَايَا جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا لَقِيَ الْعَدُوَّ قَاتَلَ حَتَّى يُقْتَلَ مُحِيَتْ ذُنُوبُهُ وَخَطَايَاهُ , إِنَّ السَّيْفَ مَحَّاءُ الْخَطَايَا , وَأُدْخِلَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَ , فَإِنَّ لَهَا ثَمَانِيَةَ أَبْوَابٍ , وَلِجَهَنَّمَ سَبْعَةَ أَبْوَابٍ , وَبَعْضُهَا أَفْضَلُ مِنْ بَعْضٍ ، وَرَجُلٌ مُنَافِقٌ جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ حَتَّى إِذَا لَقِيَ الْعَدُوَّ قَاتَلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يُقْتَلَ فَإِنَّ ذَلِكَ فِي النَّارِ , السَّيْفُ لا يَمْحُو النِّفَاقَ ) .
رواه أحمد ( 17204 ) وجوَّد إسنادَه المنذري في " الترغيب والترهيب " ( 2 / 208 ) وحسنه الألباني في " صحيح الترغيب " ( 1370 ) .
B. Dari Utbah bin Abdus Silami berkata, Rasulullah sallallahu’alihi wa sallam bersabda, “Orang terbunuh itu ada tiga, orang mukmin berperang dengan jiwa dan hartanya di jalan Allah, sampai ketika bertemu dengan musuh, dia berperang sampai dibunuh. Itu adalah syahid yang dibanggakan di Khaimatillah di bawah Arsy-Nya. Tidak dapat disaingi oleh para nabi kecuali derajat kenabian. Dan orang mukmin yang bercampur dirinya dengan dosa dan kesalahan, berjihad dengan diri dan hartanya di jalan Allah sampai ketika bertemu musuh. Berperang sampai terbunuh, maka dosa dan kesalahannya dihapuskan. Sesungguhnya pedang dapat menghapus dosa-dosa. Dan dimasukkan di pintu surga mana saja. Karena (pintu surga) itu ada delapan pintu. Dan jahanam ada tujuh pintu. Sebagian lebih bagus dari sebagian lainnya. Dan orang munafik berjihad dengan jiwa dan hartanya sampai ketika bertemu musuh berperang di jalan Allah sampai terbunuh. Maka ia masuk ke neraka, karena pedang tidak dapat menghapuskan kenifakan.” HR. Ahmad, (17204). Mundziri membaguskan sanadnya di ‘At-Targib wa Tarhib, (2/208). Dinyatakan hasan oleh Al-Albany di Shoheh At-Targhib, (1370).
ج. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ الْخَثْعَمِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : ( مَنْ جَاهَدَ الْمُشْرِكِينَ بِمَالِهِ وَنَفْسِهِ ) قِيلَ : فَأَيُّ الْقَتْلِ أَشْرَفُ ؟ قَالَ : مَنْ أُهَرِيقَ دَمُهُ وَعُقِرَ جَوَادُهُ . رواه أبو داود ( 1449 ) والنسائي ( 2526 ) . وصححه الألباني في " صحيح الترغيب " ( 1318 ) .
C. Dari Abdullah bin Hubsy Al-Khots’amy sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya,”Jihad apakah yang paling bagus? Beliau bersabda, “Orang yang berjihad melawan orang musyrik dengan harta dan jiwanya. Dikatakan,”Kematian apakah yang paling mulia? Beliau menjawab, “Orang yang menumpahkan darahnya dan terluka kuda tunggangannya.” HR. Abu Dawud, (1449), Nasa’I, (2526) dinyatakan shoheh oleh Al-Albany di Shoheh At-Targib, (1318).
د. عن جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (سيد الشهداء حمزة بن عبد المطلب , ورجل قام إلى أمام جائر فأمره ونهاه , فقتله ) رواه الحاكم وصححه الألباني في "السلسة الصحيحة" (374) .
D. Dari Jabir radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam besabda, “Penghulu para mati syahid adalah Hamzah bin Abdul Mutolib dan orang yang datang ke Imam bengis, kemudian menyuruh (kebaikan) dan melarang (kemungkaran) kemudian dibunuhnya.” HR. Hakim dan dinyatakan shoheh oleh Al-Albany di As-Silsilah As-Shohehah, (374).
Keempat,
Sementara kehidupan orang mati syahid di sisi Tuhannya adalah kehidupan barzah. Tuhan mereka memberikan keutamaan kepadanya dengan kenikmatan surga. Mereka berbeda-beda sesuai dengan perbedaan amalannya di dunia dan (tergantung) niatannya.
Allah berfirman:
( وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ . فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُواْ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلاَّ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ . يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ ) آل عمران/ 169-171
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” SQ. Ali Imron: 169-171.
Allah Ta’ala juga berfimran:
( وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ ) البقرة/154
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup[100], tetapi kamu tidak menyadarinya.” SQ. Al-Baqarah: 154.
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Maksud hidup disisi Tuhan mereka adalah sebagaimana di ayat surat Ali Imron. Yaitu kehidupan barzah kita tidak tahu bagaimananya. Tidak membutuhkan makanan, minuman, nafas agar jasad dapat berdiri. Oleh karena itu Allah berfirman (Akan tetapi kamu semua tidak menyadarinya) maksudnya tidak merasakan hidupnya. Karena kehidupan barzah yang goib. Kalau sekiranya Allah tidak mengabarkan kepada kita, kita tidak akan mengetahuinya.
Diantara faedah ayat, ketetapan kehidupan orang mati syahid. Akan tetapi kehidupan barzah tidak seperti kehidupan dunia. Bahkan ia lebih tinggi dan lebih agung dimana kita tidak mengetahui bagaimananya.” Selesai ‘Tafsir Surah Al-Baqarah, (2/176, 177).
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah mengatakan di bawah Bab Dalam menyebutkan tempat pemilik ruh yang mati di barzah, sementara orang mati syahid, kebanyakan para ulama’ mengatakan mereka di surga. Sungguh telah banyak hadits tentang hal itu:
ففي صحيح مسلم ( 1887) عن مسروق قال : سألْنا عبدَ الله بن مسعود عن هذه الآية ( وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ) قال : أما إنا قد سألنا عن ذلك فقال : ( أرواحهم في جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاءت ثم تأوي إلى تلك القناديل )
“Dalam shoheh Muslim, (1887) dari Masruq berkata, kami bertanya kepada Abdullah bin Masud tentang ayat ini (Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki). SQ. Ali Imron: 169. Beliau mengatakan, “Sungguh kami telah menanyakan hal itu dan beliau bersabda, “Ruh-ruh mereka di dalam hewan hijau yang mempunyai sarang tergelantung di Arsy. Terbang di surga dimana saja yang dia kehendaki kemudian kembali ke tempat sarangnya lagi.”
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim –dinyatakan hasan oleh Al-Albany di Shoheh At-Targib, (1379) – dari hadits Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( لما أصيب إخوانكم بأحد جعل الله أرواحهم في أجواف طير خضر ترد أنهار الجنة , وتأكل من ثمارها , وتأوي إلى قناديل من ذهب معلقة في ظل العرش , فلما وجدوا مأكلهم ومشربهم ومقلبهم قالوا : من يبلغ عنا إخواننا أنا أحياء في الجنة نرزق , لئلا ينكلوا عن الحرب , ولا يزهدوا في الجهاد , قال : فقال الله تعالى : أنا أبلغهم عنكم فأنزل الله تعالى : ( ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتاً بل أحياء عند ربهم يرزقون ) ) .
“Ketika saudara kamu semua terbunuh di perang Uhud, Allah menjadikan ruh-ruh mereka di dalam burung (berwarna) hijau melewati sungai surga, makan dari buahnya dan tinggal di sarang dari emas bergelantung di bawah Arsy. Ketika mereka mendapatkan makanan, minuman dan tempat tinggal mereka mengatakan, “Siapa yang menyampaikan kepada saudara-saudara kami bahwa kami hidup di surga dan diberi rizki agar mereka tidak malas berperang, tidak merasa cukup dengan jihad. Berkata, Allah berfirman,”Saya yang akan menyampaikan dari kamu semua. Kemudian Allah menurunkan ayat (Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki). SQ. Ali Imron: 169.
Dikeluarkan oleh Tirmzi dan Hakim –dinyatakan shoheh oleh Al-Albany di Shoheh At-Targib, (13762) – dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( رأيت جعفر بن أبي طالب ملكاً يطير في الجنة مع الملائكة بجناحين )
“Saya melihat Ja’far bin Abi Tolib (Menjadi) Malaikat terbang di surga bersama para malaikat dengan kedua sayapnya.” Selesai ‘Ahwalul Qubur, Hal. 92-104. Cetakan Dar Al-Kitab Al-Arabi.
Kelima,
Sementara minta izin kepada imam, telah ada jawaban di soal no. 69746. Bahwa kalau orang kafir telah menyerang umat Islam maka jihad menjadifardu ain, maka waktu itu tidak disyaratkan izinnya imam. Sementara kalau jihad dengan maksud untuk penaklukan dan menyebarkan Islam, maka harus dengan izin Imam.
Wallahu’alam .