Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Zakat fitrah harus berupa makanan pokok yang biasa dikonsumsi manusia. Hal ini berdasarkan riwayat Bukhari dari Abi Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Di masa Rasulullah, kami membayar zakat fitrah dengan satu sha’ makanan.” Abu Sa’id berkata, “Makanan kami ketika itu adalah jelai, anggur kering, keju dan kurma.”
Bila di satu negeri, orang-orang mengkonsumi daging sebagai makanan pokoknya, maka dibolehkan memberikan daging sebagai zakat fitrahnya.
Di dalam Majmu’ al-Fatawa (25/68), Syeikh al-Islam Ibnu Taymiah berkata, “Bila penduduk sebuah negeri mengonsumsi satu dari beberapa jenis bahan pokok tersebut, maka mereka boleh membayar zakat fitrah dengan makanan pokoknya sendiri. Tetapi bolehkah mereka membayarkan zakat fitrah berupa bahan lain selain makanan pokok mereka itu? Misalnya, ada penduduk yang mengkonsumsi beras dan jagung sebagai bahan pokok, bolehkah bagi mereka mengeluarkan gandum atau jelai sebagai zakat fitrahnya, ataukah yang berpahala hanya zakat beras dan jagung saja?
Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat yang cukup populer. Pendapat yang paling benar adalah yang menyatakan bahwa mereka harus mengeluarkan bahan makanan yang biasa mereka konsumsi sebagai zakat fitrahnya, walaupun makanan itu tidak termasuk ke dalam jenis-jenis bahan di atas. Ini adalah pendapat mayoritas ulama seperti Syafi’i dan lainnya. Karena kaedah dan hikmah asal dalam sedekah adalah bagaimana ia dapat menghibur dan membahagikan kaum fakir miskin. Allah swt. berfirman:
( مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ )
“Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (Qs. Al-Ma`idah: 89).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. Karena kedua makanan ini adalah makanan pokok penduduk Madinah di masa itu. Sekiranya bukan makanan pokok mereka, tetapi mereka malah mengkonsumsi bahan lainnya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan membebani mereka dengan zakat fitrah yang bukan dari bahan makanan yang biasa mereka konsumsi. Dan Allah juga tidak akan menyuruh mereka mengeluarkan makanan yang bukan bahan pokok dalam hal kaffarat.”
Ibnu al-Qayyim berkata dalam I’lam al-Muwaqqi’in (3/12), “Inilah yang menjadi bahan makanan pokok penduduk Madinah saat itu. Adapun penduduk negeri lain yang makanan pokoknya bukan kurma dan jelai, maka mereka hanya wajib mengeluarkan zakat fitrah berupa satu sha’ makanan pokoknya saja. Seperti halnya penduduk yang biasa mengonsumsi jagung atau beras, buah Tin atau biji-bijian lainnya. Sedangkan bila makanan pokok mereka selain biji-bijian, seperti susu, daging ataupun ikan, maka zakat fitrahnya adalah makanan tersebut, apapun jenisnya. Ini adalah pendapat Jumhur ulama dan inilah yang paling benar. Karena tujuan zakat sendiri adalah memenuhi kebutuhan kaum miskin di hari Id dan menghibur mereka dengan memberikan makanan pokok yang biasa mereka makan di negerinya. Dengan demikian, dibolehkan dan akan berpahala zakat fitrah yang berupa tepung, walaupun haditsnya tidak sahih.”
Di dalam Syarh al-Mumti’ (6/182), Syeikh Ibnu Utsaimin berkata, “Namun bila makanan pokok orang-orang itu bukanlah biji-bijian atau kurma, melainkan daging misalnya, seperti mereka yang tinggal di daerah kutub utara, maka pendapat yang benar adalah mereka boleh mengeluarkan zakatnya dengan daging juga.
Wallahu a’lam.”.