Kamis 27 Jumadil Ula 1446 - 28 November 2024
Indonesian

Hari-hari Yang Disyari’atkan Puasa Sunnah

Pertanyaan

Berapa hari dalam satu bulan digunakan untuk berpuasa bagi seseorang ?, dan pada hari apa dalam satu pekan yang digunakan untuk berpuasa bagi seorang muslim ?, Saya juga ingin mengetahui waktu yang benar untuk ifthar dan sahur ?, saya berharap anda memberikan bekal kepada saya pada masalah-masalah di atas dengan rinci.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Di antara hikmah Allah menghendaki untuk mensyari’atkan bagi para hamba-Nya amalan sunnah untuk mendekatkan diri kepada-Nya setelah melaksanakan ibadah fardhu yang telah diwajibkan kepada mereka.

Disediakan pahala yang besar pada amalan sunnah tersebut, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- dari Allah –Ta’ala-:

( وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَنَّهُ ) البخاري 6502

“Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan ibadah sunnah sampai Aku mencintainya, dan jika Aku mencintainya, maka Aku akan jadi pendengarannya untuk mendengar, dan menjadi matanya untuk melihat dan menjadi tangannya untuk beraktifitas, dan menjadi kakinya untuk berjalan, dan jika dia meminta kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka aku akan melindunginya”. (HR. Bukhori: 6502)

Puasa sunnah itu dibagi menjadi dua bagian pokok:

Pertama:

Puasa sunnah muthlak (tidak dibatasi oleh waktu dan kondisi tertentu). Maka seorang muslim bisa berpuasa sunnah pada hari apa saja yang ia inginkan dari hari-hari dalam satu tahun; kecuali pada hari-hari yang dilarang, seperti; dua hari raya, karena berpuasa pada kedua hari raya adalah haram, hari-hari tasyriq (tiga hari setelah hari raya idul Adha) hukumnya haram juga berpuasa pada tiga hari tersebut, kecuali bagi jama’ah haji yang tidak mempunyai sembelihan hady, kecuali orang yang mampu mengerjakan puasa Daud, sebagaimana dalam hadits:

( أَحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللَّهِ صَلاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلام وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا ) البخاري 1131 مسلم 1159

“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalatnya Nabi Daud –‘alaihi wa sallam-, dan puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Daud, beliau tidur pada setengah malam dan bangun pada sepertiga malam, tidur pada seperenamnya. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari”. (HR. Bukhori: 1131 dan Muslim: 1159)

Kedua:

Puasa sunnah muqayyad (dibatasi oleh waktu), ini lebih utama dari pada puasa sunnah muthlak, secara umum dibagi menjadi dua bagian:

  1. Terikat dengan kondisi personal, seperti seorang pemuda yang belum mampu menikah, sebagaimana  dalam hadits Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-:

( كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا لا نَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) البخاري 5066 مسلم 1400

“Kami sebagai pemuda pernah bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kami tidak mendapatkan sesuatu, maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian ada yang mampu, maka menikahlah; karena hal itu lebih mampu menjaga pandangan dan lebih mampu menjaga kemaluannya, dan barang siapa yang belum mampu maka ia harus berpuasa karena puasa akan memecahkan syahwat”. (HR. Bukhori: 5066 dan Muslim: 1400)

Syari’at puasa bagi dirinya menjadi kuat selama ia masih lajang, dan akan semakin dikuatkan jika pemicu syahwatnya semakit kuat, tanpa adanya pembatasan hari.

  1. Puasa yang terikat dengan waktu tertentu, maka hal ini bisa bermacam-macam, sebagian pekanan dan sebagian lainnya bulanan serta sebagian lainnya tahunan.

Yang pekanan adalah puasa sunnah senin dan kamis, dari ‘Aisyah berkata:

( إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاثْنَيْنِ وَالْخَمِيس ) النسائيِ2320 وغيره و صححه الألباني في صحيح الجامع الصغير4897

“Sungguh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau menunggu-nunggu puasa senin dan kamis”. (HR. Nasa’i: 2320 dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’ As Shaghir: 4897)

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah ditanya tentang puasa hari senin dan kamis, beliau menjawab:

(َ ذَانِكَ يَوْمَانِ تُعْرَضُ فِيهِمَا الأَعْمَالُ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ) النسائي 2358 وابن ماجه 1740 وأحمد 8161 وصححه الألباني في صحيح الجامع 1583

“Keduanya adalah dua hari di mana amal perbuatan dilaporkan kepada Allah Rabbul ‘Alamiin, maka aku mencintai amalanku dilaporkan sedang aku dalam keadaan berpuasa”. (HR. Nasa’i: 2358, Ibnu Majah: 1740, Ahmad: 88161 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 1583)

Beliau juga pernah ditanya tentang puasa hari senin, beliau menjawab:

( فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ) مسلم1162

“Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu diturunkan wahyu kepadaku”. (HR. Muslim: 1162)

Yang bulanan adalah puasa sunnah tiga hari setiap bulan, dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

( أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ ) البخاري 1178 مسلم 721

“Sahabatku (Nabi) telah mewasiatkan kepadaku dengan tiga hal, saya tidak pernah meninggalkannya sampai meninggal dunia: puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur”. (HR. Bukhori: 1178 dan Muslim: 721)

Puasa sunnah yang ditengah bulan dinamakan puasa hari-hari putih, dari Abu Dzar berkata:

(َ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صُمْتَ شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ فَصُمْ ثَلاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ ) النسائي 2424 ابن ماجه 1707 أحمد 210  وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير 673.

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda kepadaku, jika kamu mau berpuasa dalam satu bulan, maka berpusalah pada tanggal 13, 14 dan 15”. (HR. Nasa’i: 2424, Ibnu Majah: 1707, Ahmad: 210 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir: 673)

Yang tahunan adalah ada yang pada hari tertentu dan ada pula masa disunnahkan puasa di dalamnya.

Di antara hari-hari yang tertentu adalah:

  • Hari ‘Asyura’, yaitu; pada tanggal 10 Muharram, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- dan beliau ditanya tentang puasa ‘Asyura’ maka beliau menjawab:

( مَا عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ يَوْمًا يَطْلُبُ فَضْلَهُ عَلَى الأَيَّامِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ وَلا شَهْرًا إِلا هَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي رَمَضَانَ ) البخاري 2006 مسلم 1132

“Saya tidak tahu bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berpuasa satu hari yang meminta keutamaannya berlaku untuk beberapa hari, kecuali pada hari ini, tidak juga pada bulan kecuali pada bulan ini, yaitu; bulan Ramadhan”. (HR. Bukhori: 2006 dan Muslim: 1132)

Dan disunnahkan agar berpuasa juga pada satu hari sebelum atau satu hari setelahnya untuk menyelisihi orang-orang Yahudi.

  • Hari ‘Arafah, yaitu; pada tanggal 9 Dzul Hijjah, sunnah puasa ‘Arafah berlaku khsusus bagi yang sedang tidak wukuf di ‘Arafah, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang keutamaan tiga sebelumnya:

( ثَلاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ ) مسلم 1162

“Tiga hari setiap bulan, dan Ramadhan satu ke Ramadhan lainnya, maka inilah puasa satu tahun, dan puasa ‘Arafah saya berharap kepada Allah agar diampuni dosa satu tahun sebelum dan satu tahun sesudahnya, dan puasa ‘Asyura’ saya berharap kepada Allah agar diampuni dosa satu tahun sebelumnya”. (HR. Muslim: 1162)

Adapun masa yang disunnahkan puasa didalamnya:

  • Puasa Syawal, disunnahkan puasa enam hari di bulan Syawal, berdasarkan sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ ) مسلم 1164

“Barang siapa yang telah berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal maka sama dengan berpuasa sepanjang tahun”. (HR. Muslim: 1164)

Baca juga jawaban soal nomor: 7859

  • Puasa Muharram, disunnahkan untuk berpuasa semampunya pada bulan tersebut, berdasarkan hadits:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاةُ اللَّيْلِ ) مسلم 1163 .

“Seutama-utama puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan bulan Allah (Muharram) dan seutama-utama shalat setelah shalat lima waktu adalah shalat malam”. (HR. Muslim: 1163)

  • Bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- bahwa beliau berkata:

( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إَِلا قَلِيلاً ) البخاري 1969 مسلم 1156.

“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berpuasa sampai kami katakan seakan tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka sampai kami katakan seakan tidak pernah berpuasa, maka saya tidak pernah melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyempurnakan puasa selama satu bulan kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban, dan beliau pernah berpuasa pada bulan Sya’ban semuanya dan beliau pernah berpuasa pada bulan Sya’ban kecuali hanya beberapa hari saja”. (HR. Bukhori: 1969 dan Muslim: 1156)

Bagi seorang Muslim yang ingin berada di dalam kebaikan agar mengetahui agungnya keutamaan ibadah sunnah kepada Allah dengan berpuasa, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بَاعَدَ اللَّهُ وَجْهَهُ مِنْ جَهَنَّمَ سَبْعِينَ عَامًا ) النسائي 2247 وصححه الألباني في صحيح سنن النسائي 2121

“Barang siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah –‘Azza wa Jalla- maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari Jahannam selama 70 tahun”. (HR. An Nasa’i: 2247 dan telah ditashih oleh Albani dalam Shahih Sunan An Nasa’i: 2121)

Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk yang dijauhkan dari Jahannam dan rasa panasnya, dan menjadi para pelaku kebaikan yang mendapatkan nikmat.

Adapun waktu yang benar untuk sahur dan ifthar adalah sebagaimana di dalam definisi puasa adalah mengabdi kepada Allah dengan menahan dari makan dan minum dan semua yang membatalkan puasa dari mulai terbit matahari sampai terbenamnya matahari, sebagaimana firman Allah –Ta’ala-:

( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ) البقرة/187

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (QS. Al Baqarah: 187)

Maka orang yang berpuasa mulai menahan diri dari semua yang membatalkan puasanya dari memastikan terbit fajar sampai terbenamnya matahari, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ ) البخاري 1818 مسلم 1841

“Jika malam sudah nampak dari arah sini, sementara siangnya sudah berlalu dari arah sini, dan matahari sudah terbit, maka orang yang berpuasa sudah (boleh) berbuka”. (HR. Bukhori: 1818 dan Muslim: 1841)

Adapun waktu sahur maka jumhur ulama fikih berpendapat antara tengah malam sampai terbitnya fajar yang kedua, disunnahkan untuk mengakhirkannya menurut para ulama selama tidak khawatir fajar kedua sudah terbit, berdasarkan ayat di atas dan berdasarkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

( عجلوا الإفطار وأخروا السحور) رواه الطبراني وصححه الألباني في صحيح الجامع 3989

“Segerakanlah oleh kalian berbuka dan akhirkanlah oleh kalian bersahur”. (HR. Thabrani dan telah ditashhih oleh Albani dalam Shahih Al Jami’: 3989)

Dan karena tujuan bersahur adalah untuk menguatkan puasa, dan semakin mendekati fajar akan semakin membantu kuatnya berpuasa.

Semoga Allah akan menjadikan kita termasuk yang terdepan menolong syariat-Nya dan mengamalkannya.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid