Segunda-feira 24 Jumada Al-Awwal 1446 - 25 Novembro 2024
Portuguese

Seorang Wanita Muslimah Mau Menikah Dengan Laki-laki Kafir

Pergunta

Seorang janda muslimah dari Amerika telah bertanya kepada saya beberapa kali, dia tinggal jauh dari komunitas muslim, dia ingin menikah dengan seorang laki-laki non muslim akan tetapi dia percaya kepada Allah. Bagaimana saya akan melarangnya padahal saya juga tahu bahwa pernikahan dengan non muslim itu tidak boleh. Wanita tersebut berkata: “Kalau laki-laki muslim menikah dengan wanita non muslim dibolehkan, mengapa tidak boleh bagi wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim ?”.

Texto da resposta

Todos os louvores são para Allah.

Seorang muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik, seorang muslimah juga tidak boleh menikah dengan laki-laki musyrik, hal ini tidak dikecualikan melainkan dari menikah dengan wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan syarat mereka senantiasa menjaga kesucian dirinya, kesimpulan ini berdasarkan dalil dari al Qur’an dan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan merupakan hasil ijma’ dari para ulama. Kita tidak boleh menentang hukum Allah dengan akal kita, Allah –Ta’ala- berfirman:

وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيَرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضلّ ضلالا مبينا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al Ahzab: 36)

Menjadi kewajiban dari wanita tersebut agar bertakwa kepada Allah, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan jangan dikira bahwa pernikahannya dengan laki-laki non muslim, meskipun dia berasal dari ahli kitab tidak mempunyai dampak apapun, bahkan pernikahan tersebut kalau dilakukan hukumnya sama dengan zina, karena akad nikahnya adalah akad yang batil.

A Fonte: Syeikh Abdul Karim al Khudhoir