Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

HUKUM WADAH YANG DILAPISI PERAK DAN MENJADIKANNYA SEBAGAI HADIAH

Pertanyaan

Baru-baru ini saya mendapat berbagai hadiah perkawinan, akan tetapi sebagiannya tidak sesuai dengan sunnah, seperti gambar makhluk bernyawa, sebagiannya dalam bentuk patung, atau wadah terbuat dari perak, dan seterusnya. Bolehkan saya menjadikan barang-barang tersebut sebagai hadiah? Atauhkan barang-barang tersebut harus saya musnahkan saja? Demikian pula, apakah termasuk perkara yang dibolehkan jikalau hadiah yang diberikan orang kepada kita, lalu kita hadiahkan lagi (ke orang lain)? Misalnya, teman-teman saya banyak yang memberi saya hadiah berupa wadah salad, dan saya tidak membutuhkan seluruhnya. Apakah dibolehkan bagi saya menghadiahkan sebagiannya kepada orang lain? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Sesungguhnya petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan untuk menghapus gambar (makhluk bernyawa) dan meruntuhkan patung-patung, berdasarkan hadits Abu Hayyaj Al-Asadi, dia berkata, 'Ali bin Abi Thalib berkata, maukah engkau aku utus dengan pesan seperti pesan yang Rasulullah shallallahu sampaikan ketika mengutusku, (yaitu), jangan biarkan patung berdiri kecuali engkau robohkan, juga jangan (biarkan) kuburan yang tinggi engkau biarkan kecuali engkau ratakan." (HR. Muslim, no. 1609)

Karena itu, diperintahkan menghapus dan melenyapkan gambar makhluk bernyawa. Adapun perkakas yang disepuh dengan sepuhan perak, tidak boleh digunakan, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

" الَّذِي يَشْرَبُ فِي آنِيَةِ الْفِضَّةِ إِنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ . " رواه مسلم 3846

"Orang yang minum dari wadah perak, sesungguhnya dia sedang menyalakan api neraka di perutnya." (HR. Muslim, no. 3846)

Benda yang disepuh atau dicat dengan emas atau perak, hukumnya sama dengan benda yang terbuat dari emas dan perak. Adapun tindakan anda menjadikan benda-benda hadiah tersebut sebagai hadiah lagi kepada orang lain, hal itu tidak mengapa. Karena ketika seseorang menerima hadiah, berarti dia memilikinya. Maka dibolehkan baginya mengelolanya, apakaha dijual, diberikan, diwakafkan atau semacamnya.

Wallahua'lam .

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid