Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama,
Dalam masalah ini ada perincian seperti berikut:
1. siapa yang berjihad di jalan Allah dengan jujur dan mengharap (pahala), ikut serta dalam memerangi musuh dan mengharap agar ditulis syahadah. Akan tetapi meskipun begitu dia tidak mendapatkan secara nyata. Orang seperti ini, Allah akan mencatat baginya pahala syahid secara sempurna tanpa berkurang.
2. barangsiapa yang menjadikan sebab yang dimilikinya untuk mendapatkan syahadah, berusaha ikut serta dalam berjihad di jalan Allah, dimulai dengan niatan kuat dan jujur. Memohon kepada Allah dengan ikhlas agar dicatat mendapatkan martabat ini, akan tetapi dia terhalang ikut serta secara langsung dalam berjihad. Maka dia akan dicatat oleh Allah pahala mati syahid. Akan diberikan dengan keluasan karunia-Nya yang dapat menyampaikan pahala para syuhada’
3. sementara orang yang berniat jihad di jalan Allah, hanya sekedar berniat tanpa mengambil sebab serta berusaha sempurna untuk mendapatkan syahadah, maka dia mendapatkan pahala niatannya saja. Dia tidak mendapatkan pahala syahid yang dibunuh di (medan) perang.
Telah ada dalam sunnah yang menunjukkan apa yang telah kami sebutkan bahwa orang yang berniat kuat dan jujur untuk berjihad dan mencari syahadah. Maka dia akan diberikan kemulyaannya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ ) رواه مسلم (1908)،
“Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencari syahadah dengan jujur, maka dia akan diberikan meskipun tidak mendapatkan (syahadah).” HR. Muslim, (1908).
وعن سهل بن حنيف رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ ) رواه مسلم (1909)
“Dari Sahl bin Hanif radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang meminta kepada Allah (Mati) Syahid dengan jujur, maka Allah sampaikan dia ke tempat orang-orang syahid meskipun dia meninggal di atas ranjangnya.” HR. Muslim, (1909).
وعن معاذ بن جبل رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
( َمَنْ سَأَلَ اللَّهَ الْقَتْلَ مِنْ نَفْسِهِ صَادِقًا ثُمَّ مَاتَ أَوْ قُتِلَ فَإِنَّ لَهُ أَجْرَ شَهِيدٍ )
رواه أبو داود (2541) والترمذي (1653) وقال حسن صحيح . وصححه ابن دقيق العيد في " الاقتراح " (ص/123) والألباني في " صحيح أبي داود ".
Dari Muad bin Jabal radhiallahu’anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memohon kepada Allah terbunuh dirinya dengan jujur kemudian meninggal atau dibunuh, maka dia akan mendapatkan pahala syahid.” HR. Abu Dawud, (2541) Tirmizi, (1653) dan mengatakan Hasan Shoheh. Dinyatakan shoheh oleh Ibnu Daiqiqul Id di ‘Al-Iqtiroh, hal/123. Dan Al-Albany di Shoeh Abi Dawud.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Arti riwayat pertama dijelaskan dengan riwayat kedua. Arti keduanya adalah kalau dia memohon syahadah dengan jujur, akan diberi pahala syahadah meskipun (meninggal) di atas ranjang. Di dalamnya ada anjuran memohon syahadah dan dianjurkan niatan baik.” Selesai ‘Syarkh Muslim, (13/55).
Telah dikeluarkan hadits oleh Ibnu Hibban di Shohehnya, (7/464) dengan membuat bab dan mengatakan, “Sebutan akan Keutamaan Allah Azza Wajallah kepada orang yang memohon syahada dari hatinya dengan diberikan pahala syahid meskipun meninggal di atas ranjang.” Selesai.
Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Bahkan macam-macam ini terbagi menjadi:
1. Yang ada uzur dari orang yang berjihad. Dikalahkan dengan adanya uzur, dan tidak dapat berangkat. Padahal niatannya kuat sekali, tidak akan meninggalkannya kalau dia mampu. Akan tetapi yang menghalangi karena kelemahan. (orang semacam) ini yang terkandung dalam dalil agama bahwa dia mandapatkan pahala mujahid. (Bentuk) Macam ini tidak mencakup hukum dengan meniadakan penyamaan (pahala). Karena kaidah syari’ah bahwa niatan kuat yang sempurna kalau diikuti dengan apa yang memungkinkan untuk dilakukan atau muqoddimah pekerjaan. Maka pelakunya mendapatkan pahala dan balasan seperti pelaku (aslinya) secara sempurna. Sebagaimana yang ditunjukan oleh sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
( إذا تواجه المسلمان بسيفيهما فالقاتل والمقتول في النار . قالوا : هذا القاتل ، فما بال المقتول ؟ قال : إنه كان حريصاً على قتل صاحبه )
“Kalau dua orang Islam bertarung dengan menghunus pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang dibunuh masuk ke neraka, mereka bertanya, “Kalau pembunuh (jelas). Bagaimana dengan orang yang dibunuh? Beliau menjawab, “Sesungguhnya dia berusaha dengan kuat untuk membunuh temannya.”
Dalam Tirmizi dan Musnad Imam Ahmad dari hadits Abi Kabsayah Al-Anmari dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( إنما الدنيا لأربعة نفر : عبد رزقه الله مالاً وعلماً ، فهو يتقي في ماله ربه ويصل به رحمه ، ويعلم لله فيه حقاً ، فهذا بأحسن المنازل ، وعبد رزقه الله علماً ولم يرزقه مالاً ، فهو يقول : لو أن لي مالاً لعملت فيه بعمل فلان ، فهو بنيته ، وهما في الأجر سواءٌ ، وعبد رزقه الله مالاً ولم يرزقه علماً ، فهو لا يتقى في ماله ربه ، ولا يصل به رحمه ، ولا يعلم لله فيه حقاً ، فهذا بأسوأ المنازل عند الله ، وعبد لم يرزقه الله مالاً ولا علماً فهو يقول : لو أن لي مالاً لعملت بعمل فلان ، فهو بنيته ، وهما في الوزر سواءٌ )
(Sesungguhnya dunia untuk empat orang: hamba yang diberi Allah harta dan ilmu, sehingga dengan hartanya dia bertakwa kepada Tuhanya dan menyambung kerabatnya. Mengetahui hak Allah. Dan ini adalah posisi terbaik. Dan hamba yang diberi oleh Allah ilmu tapi tidak diberi rizki harta. Dan dia mengatakan, “Kalau sekiranya saya punya uang, pasti saya akan beramal seperti amalan si fulan dan ada dalam niatannnya. Maka keduanya sama (kedudukannya). Hamba yang diberi rizki oleh Allah harta tapi tidak diberi rizki ilmu. Sehingga dengan hartanya dia tidak bertakwa kepada Allah dan tidak menyambung keluarganya. Dan tidak mengetahui hak Allah. Dia posisi terendah di sisi Allah. Dan hamba tidak diberi rizki (oleh Allah) baik harta maupun ilmu. Dan dia mengatakan, “Kalau sekiranya saya punya uang, pasti saya akan melakukan seperti amalan si fulan dan dengan niatannya, maka keduanya sama dalam mendapatkan balasan.
Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memberitahukan bahwa dosa pelaku dan orang yang berniat yang tidak mampu melakukan kecuali dengan perkataan tanpa perbuatannya itu sama. Karena dia telah mendatangkan dengan niatan dan mampu secara sempurna. Begitu juga pahala pelaku dan orang yang berniat yang mana ucapannya diikuti dengan niatan. Begitu juga orang yang terbunuh yang telah menghunuskan pedangnya dan ingin membunuh saudaranya muslim dan dia terbunuh. Sehingga posisi pembunuh disamakan dengan orang yang berniat kuat yang diikuti dengan kemampuan dan berusaha keras disertai dengan gerakan.
Dan seperti ini sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
( من دل على خير فله مثل أجر فاعله )
“Siapa yang menunjukan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.”
Karena dengan petunjuk dan niatannya disamakan kedudukannya dengan pelaku. Begitu juga hal ini, bagi orang yang mempunyai kebiasaan shalat malam dan tidur. Niatannya bangun malam, ternyata terlelap ketiduran, maka akan dicatat kebiasan baiknya. Dan tidurnya termasuk shodaqah. Semisal itu orang yang sakit dan musafir, dimana dia mempunyai kebiasaan beramal. Dan dia disibukkan dengan sakit dan safar, maka dia akan dicatat seperti amalan ketika sehat dan mukim. Semisal ini juga (Siapa yang memohon kepada Allah syahadah dengan jujur, maka Allah sampaikan ke derajat para syuhada’ meskipun meninggal di atas ranjang). Yang semisal itu banyak sekali.
2. Bagian kedua, ada uzur dan tidak ada niatannya berjihad. Juga tidak ada niatan kuat. Maka dia dengan seorang mujahid di jalan Allah tidak sama. Bahkan Allah telah melebihkan orang mujahid meskipun dia punya uzur. Karena dia tidak punya niatan yang dapat mengikutkan kepada pelaku secara sempurna sebagaimana niatan orang-orang kelompok pertama.” Selesai dari ‘Toriq Al-Hijratain, (hal/359).
Kesimpulannnya, bahwa orang yang berniat berjihad, berusaha keras, mencurahkan sebab-sebabnya serta memohon kepada Allah syahadah dengan jujur, maka Allah catat baginya pahala syahid.
Kedua,
Meskipun begitu, kami mengingatkan disini. Bahwa maksudnya bukan Allah mencatat bagi orang yang berdoa syahadah dengan jujur semua apa yang ada pada syahid yang terbunuh di medan perang baik pahala maupun karomah. Sesungguhnya dia dicatat sesuai dengan kadar pahala syahadah saja. Dari semua pahala amalan yang diikuti dengan amal jihad baik rasa capai, penat, luka dan mencurahkan harta dan semisal itu. Orang syahid dan orang yang meminta syahada dengan jujur sama (kedudukannya) pada asal pahalanya. Bukan pada bentuk dan keterkaitannya.
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa mati syahid itu ada tiga macam, salah satunya adalah meninggal dalam peperangan dengan salah satu sebab peperangan. Ini mempunyai hukum syahid dalam pahala akhirat dan hukum di dunia. Dimana ia tidak dimandikan dan tidak disholati.
Kedua, syahid dalam pahala tanpa hukum di dunia. Yaitu orang yang sakit perut, orang terbunuh, orang tertimpa bangunan, orang yang terbunuh karena mempertahankan hartanya dan selain dari mereka sebagaimana yang telah ada dalam hadits shoheh dengan penamaan syahid. Dia dimandikan dan dishalati, dan dia mendapatkan pahala syahid di akhirat. Hal itu tidak harus sama dengan pahala (macam) yang pertama.
Ketiga, orang yang menyembunyikan gonimah, dan semisalnya yang ada dalam hadits dengan meniadakan penamaan syahid. Ketika tebunuh dalam perang melawan orang kafir. Ia mendapatkan hukum syahid di dunia, maka tidak dimandikan dan tidak disholati. Akan tetapi dia tidak mendapatkan pahala sempurna di akhirat. Selesai ‘Syarkh Muslim, (2/164).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Yang Nampak bahwa orang-orang yang disebutkan –para syuhada’ lima macam dan lainnya – tidak sama dalam kedudukannya. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Hibban di Shohehnya dari hadits Jabir, Darimi, Ahmad, Tohawi dari hadits Abdullah bin Jahsy, Ibnu Majah dari hadits Amr bin Utbah bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang jihad yang paling mulia? Beliau menjawab,
من عقر جواده وأهريق دمه
“Yang terluka kuda tunggangannya dan menumpahkan darahnya.” Diriwayatkan oleh Hasan bin Ali Al-Halwani dalam ‘Kitabul Ma’rifah’ dengan sanad hasan dari hadits Ibnu Abi Tholib berkata, “Setiap kematian, dimana orang muslim itu mati adalah syahid. Dimana (derajat) syahadah itu berbeda-beda.” Selesai ‘Fathul Bari, (6/44).
Manawi rahimahullah mengatakan, “(Meskipun meninggal dunia di atas ranjangnya) karena keduanya telah meniatkan kebaikan dan melakukan apa yang mampu dilakukannya. Maka pahalanya sama. Tidak mesti kesamaan dalam sisi ini, sama dalam cara dan perinciannya. Dimana pahala beramal dan niatnya, akan lebih dibandingkan hanya sekedar niatan saja. Orang yang berniat haji dan tidak punya uang untuk berhaji, diberi pahala tidak seperti orang yang langsung dapat melaksanakan (haji). Tidak diragukan lagi bahwa hasil orang yang terbunuh mendapatkan pahala syahadah melebihi dari cara dan sifatnya dibandingkan orang yang mendapatkan (shayadah) dengan niatan dan meninggal di atas ranjangnya. Meskipun sampai ke derajat syahid. Keduanya meskipun sama dalam pahala, akan tetapi amalan yang langsung dilakukan oleh pelaku mengandung dampak yang berlebih dan kedekatan (kepada Allah) yang lebih khusus. Dan ini adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki. Setelah diketahui dari penetapan ini, maka tidak perlu lagi mentakwil dengan ‘Sebagian’ dan memaksakan takdir dengan kata ‘min’ setelah ucapan (Allah menyampaikannya). Dan berikan sabda Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam haknya, terapkan pada posisinya, maka akan jelas maksudnya.” Selesai ‘Faidul Qodir, (6/186).
Dari sini, maka keutamaan yang ada dalam hadits Miqdam bin Ma’dikarb berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ : يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ ، وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا ، وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ)
رواه الترمذي (حديث رقم/1663) وقال : حسن صحيح غريب
(Orang syahid di sisi Allah mendapatkan enam hal, diampuni pertama kali meninggal, melihat tempat tinggalnya di surga, dilindungi dari siksa kubur, akan aman dari kegentingan besar, ditaruh di atas kepalanya mahkota kebesaran, dan perhiasanya lebih baik dari dunia seisinya. Dikawinkan dengan tujuh puluh dua istri bidadari. Dapat memberi syafaat tujuh puluh dari kerabatnya). HR. Tirmizi, (Hadits no/1663) dan mengatakan : Hasan Shoheh Ghorib.
Nampak bahwa keutamaan ini dicatat bagi orang mati syahid di peperangan, dengan dalil sabda (Diampuni pertama kali meninggal dunia) maksdunya dari darahnya. Sehingga dia mendapatkan enam hal ini disebabkan mencucurkan darahnya di jalan Allah. Dan tidak didapatkan enam hal ini selain dari (orang yang mati syahid) meskipun mendapatkan asal pahala syahadah.
Wallahu’alam .