Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Menggunakan Barang-barang Yang Ditinggalkan Penumpang di Bandara

10-02-2022

Pertanyaan 135255

Saya bekerja di bidang penerbangan (pilot), perjalanan saya kemarin membawa saya terbang ke Jeddah di Saudi Arabia, saat berhenti yang tidak lebih dari satu jam, pegawai landasan bertanya: “Apakah dia ada air zam-zam ?”, ia menjawab: “Iya”, saya bertanya: “Dari mana anda mendapatkannya ?”, ia menjawab: “di bandara ini ada banyak air zam-zam; karena banyak sebab, di antaranya: bahwa air zam-zam ini ditinggalkan oleh pemiliknya di bagasi, atau air zam-zam ini saat dimasukkan bagasi tidak terhubung dengan pemiliknya atau karena penerbangannya di batalkan, dan lain-lain. Tidak bisa dipastikan karena sebab apa keberadaannya di bandara. Setelah itu air ini menumpuk di bandara, dan jika tidak dimanfaatkan maka air ini akan rusak, maka apakah saya bisa mengambilnya untuk perjalanan berikutnya ?, Jazakumullah Khairan.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Air yang dilupakan oleh penumpang atau ditinggalkannya di bandara, bisa jadi ia bersama dengan barang pribadi lainnya, dan telah tecatat namanya, dan masuk pada ketentuan perusahan penerbangan. Dalam kondisi seperti ini menunggu kembalinya pemilik barang tersebut, termasuk juga airnya; jika diketahui bahwa pemiliknya tidak akan kembali, atau sulit untuk kembali, atau airnya hampir rusak dan kadarluasa, maka perlu dijual, dan harganya jadi sedekah bagi atas nama pemiliknya.

Sudah menjadi kewajiban perusahaan yang bertanggung jawab untuk menjaga barang-barang para penumpang, sesuai dengan tenggang waktu yang tertulis saat akad dengan musafir.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- telah ditanya: “Di dalam mesin cuci terdapat pakaian sudah lebih dari dua bulan, dan tidak dikenali pemiliknya, padahal termasuk syarat di dalam nota bahwa pihak terkait tidak bertanggung jawab atas pakaian yang ditinggalkan pemiliknya lebih dari dua bulan, apakah pemilik mesin cuci tersebut boleh mengambilnya ?, baik untuk digunakan atau untuk dijual atau disedekahkan ?, dan jika ia mengambilnya lalu diminta oleh pemiliknya setelah ia gunakan, maka apakah ia wajib mengembalikan nominal harganya atau tidak ?

Beliau menjawab:

“Jika sudah tertera syarat kepada pemilik pakaian bahwa jika terlambat sampai dua bulan maka ia tidak berhak lagi, dan dianya yang terlambat, dan jika telah genap dua bulan; maka pemilik mesin cuci bisa mensedekahkannya ia ada orang yang mau menerima dan memakainya, atau ia menjualnya dan mensedekahkan hasil uangnya. Namun saya berpendapat hendaknya menunggu setelah dua bulan 10 atau 15 hari; karena bisa jadi pemiliknya sudah datang, namun mobilnya mogok, atau karena sakit; maka yang paling utama untuk menunggu. Selesai”. (liqoat Bab Maftuh: 11/215)

Beliau juga berkata:

“Jika antar kedua belah pihak ada syarat tenggang waktu tertentu, maka kapan saja waktu tersebut berakhir, maka sudah menjadi halal untuk disedekahkan atau dijual dan disedekahkan hasil dari harganya. Adapun jika antar keduanya tidak ada tenggang waktu tertentu, maka tidak boleh untuk dijual setelah berlalu satu atau dua bulan, bahkan tidak boleh menjualnya dan tidak boleh digunakan, kecuali sudah putus asa akan kedatangan pemilknya, jika sudah sampai pada putus asa maka sudah menjadi halal; karena tidak mungkin untuk sibuk di tempat itu dengan pakaiannya atau sikat giginya sampai tidak ada batasnya”. (Liqoat Bab Maftuh: 19/215)

Adapun jika air tersebut tidak mengikuti barang lainnya (barang bawaan) bagi sebagian para musafir, dan jadwal keberangkatan sudah lewat, atau karena tidak tertulis keterangan apapun, dan telah berada di bandara di mana kemungkinan besarnya bahwa pemiliknya telah pergi dan meninggalkannya, atau keberangkatannya sudah berlalu, maka tidak masuk akal akan kembali ke bandara untuk mencari air, pada saat itu maka tidak apa-apa memenfaatkannya untuk para pilot atau para pekerja lainnya, karena hukumnya pada kondisi seperti itu sebagai barang temuan yang nilainya rendah, atau termasuk barang yang tidak di sukai dan ditinggalkan oleh pemiliknya, maka bagi siapa saja yang menemukannya menjadi halal untuk dimanfaatkan.

Jika dari pihak penguasa memberikanya bagi siapa saja yang mau untuk memanfaatkannya, baik dari kalangan pegawai atau para musafir, maka termasuk perkara yang baik in sya Allah.

Wallahu A’lam

Jual Beli
tampilan di situs islamqa.info