Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama: Lamaran bukan akad syar'i yang bersifat harus, akan tetapi, dia hanyalah merupakan janji pernikahan yang dilakukan kedua belah pihak.
Karena itu, setiap dari mereka boleh saja membatalkan lamaran kapan saja, khususnya jika salah satu pihak melihat calonnya tidak layak dari segi agama dan akhlaknya atau alasan lainnya yang semacam itu.
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata, "Tidak dimakruhkan bagi wali untuk membatalkan lamaran, jika dia melihat hal tersebut mendatangkan kebaikan bagi puterinya, karena itu adalah hak puterinya sedangkan dia hanyalah wakilnya dalam memandang hal tersebut. Maka tidak dimakruhkan baginya untuk membatalkannya jika dia melihat hal tersebut mendatangkan kebaikan bagi puterinya. Tidak dimakruhkan juga bagi wanita tersebut untuk membatalkan lamaran jika dia tidak menyukai yang melamar. Karena dia akan melakukan akad seumur hidup, yang apabila mengandung bahaya akan bersifat tetap. Maka dia berhak untuk berhati-hati dalam menilai untuk kepentingan dirinya.
Jika keduanya membatalkan lamaran tanpa tujuan, maka hal itu dimakruhkan, karena hal itu berarti melanggar janji dan menarik ucapan, namun tidak diharamkan. Karena ketika itu hak belum diwajibkan bagi mereka berdua." (Al-Mughni, 7/110)
Jika datang kepada wanita tersebut orang lain yang melamar saat dia sedang dilamar, dalam masalah ini terdapat dua kondisi;
Pertama: Orang yang melamar berikutnya mengetahui adanya lamaran sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini, dia tidak boleh mengajukan lamaran atau menawarkan pernikahan kepadanya dan tidak boleh bagi wanita tersebut untuk menjawab permintaannya dan menerima lamarannya, karena terdapat nash syariat yang mengharamkan lamaran seorang muslim di atas lamaran saudaranya. Juga karena memenuhi permintaannya merupakan bentuk menolong dalam dosa dan permusuhan.
Disebutkan dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah (12/248), "Para ulama sepakat diharamkannya menggunakan kata kiasan (untuk menikah) bagi wanita yang sudah jelas dilamar dan sudah memberikan jawaban atau terhadap wanita yang mengetahui bahwa dirinya telah dilamar."
Penjelasan dari jawaban ini terdapat dalam jawaban soal no. 115904
Kedua: Pelamar kedua tidak mengetahui adanya lamaran pertama. Dalam kondisi seperti ini, tidak berdosa baginya untuk melamar wanita tersebut.
Disebutkan dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah (19/196), "Wanita yang tidak diketahui apakah dia telah dilamar atau belum, atau apakah lamaran kepadanya telah diterima atau ditolak, maka boleh bagi yang tidak mengetahui hal tersebut untuk melamarnya. Karena hukum asal dalam masalah ini adalah boleh, sedangkan orang yang melamar mendapat uzur karena ketidaktahuannya."
Demikian pula halnya dengan wanita yang dilamar, tidak mengapa baginya atau bagi walinya untuk menjawab lamaran orang kedua ini dan menerima lamarannya.
Ibnu Qudamah berkata, "Hukum wanita dalam merespon seperti laki-laki dalam lamarannya dalam kebolehan dan keharamannya. Karena lamaran tujuannya adalah untuk akad, maka tidak berbeda keduanya dalam masalah halal dan haramnya." (Al-Mughni, 7/112)
Disebutkan dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah (19/194), "Hukum wanita dan walinya dalam merespon orang yang melamar seperti hukum lamaran orang yang melamarnya, dalam masalah halal dan haramnya."
Berdasarkan hal tersebut, tidak mengapa bagi seorang wanita, jika dia menilai bahwa pelamar kedua lebih layak dan lebih cocok baginya, khususnya jika yang kedua adalah orang taat beragama sedangkan yang pertama tidak, tidak mengapa baginya menerima lamarannya, kemudian membatalkan lamaran dari yang pertama. Tidak disyaratkan baginya untuk membatalkan lamaran yang pertama untuk menerima lamaran yang kedua. Karena lamaran, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bukanlah akad yang mengikat.
Di antara pertanyaan yang diarahkan kepada Komisi Fatwa di Kerajaan Arab Saudi, 'Seorang laki-laki melamar seorang wanita melalui kedua orang tuanya, maka keduaya menerimanya, lalu orang itu melakukan safar setahun atau lebih. Kemudian datang laki-laki lain meminangnya, apakah boleh bapaknya menerima lamaran orang tersebut atau tidak?'
Jawab: Jika yang disepakati bapaknya bersama pelamar pertama hanya lamaran saja, maka sang bapak boleh menerima lamaran orang kedua untuk puterinya apabila dia melihat bahwa hal itu mendatangkan kebaikan bagi puterinya dan dia ridha. (Fatawa Lajnah Daimah, 18/171)
Lihat jawaban soal no. 131363
Yang diwajibkan bagi wanita muslimah, apabila datang kepadanya lebih dari seorang pelamar untuk berusaha mencari orang yang berakhlak mulia dan agama yang lurus.
Lihat jawaban soal no. 69964 dan 126914
Wallahua'lam.