Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Ya, diwajibkan menshalati jenazah anak-anak yang mati sebelum berumur baligh. Meskipun kematiannya langsung setelah melahirkan. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun bayi, maka mazhab kami dan mazhab mayoritas ulama salaf dan kholaf adalah wajib menshalatinya. Ibnu Munzir mengutip ijmak (consensus) atas hal itu. Ulama kalangan mazhab kami meriwayatkan dari Said bin Jubair bahwa beliau mengatakan, “(Anak kecil) tidak dishalati (jenazah) selagi belum baligh." Akan tetapi hampir semua ulama tidak menyetujuinya.
Diriwayatkan dari Al-Abdari dari sebagian para ulama bahwa beliau mengatakan, “Kalau (anak) itu telah melakukan shalat, maka dia dishalatkan. Kalau belum (shalat), maka tidak dishalatkan. Ini juga tertolak dan menyalahi mayoritas ulama (syadz). Berdasarkan keumuman nash yang ada terkait perintah melakukan shalat (jenazah) kepada seluruh umat Islam. Dan (anak) masuk dalam keumuman umat Islam.
Dari Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
الراكب خلف الجنازة ، والماشي حيث شاء منها ، والطفل يصلى عليه (رواه أحمد والنسائي والترمذي، وقال حديث حسن صحيح)
“Orang yang naik kendaraan hendaknya berada di belakang jenazah, orang yang berjalan terserah (dimana saja), dan anak kecil dishalatkan atasnya.” HR. Ahmad, Nasa’i, Tirmizi dan mengatakan hadits hasan shahih.” (Syarh Al-Muhadzab, 5/217)
Dari Malik dari Yahya bin Said sesungguhnya beliau mengatakan, saya mendengar Said bin Musyayyib berkata, “Saya shalat (jenazah) di belakang Abu Hurairah terhadap bayi yang belum pernah berbuat dosa sama sekali."
Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini ada fiqihnya, shalat (jenazah) kepada anak-anak. Dan ini pendapat mayoritas ahli ilmu. Yang berbeda adalah syadz (menyalahi mayoritas ulama).” (Al-Istidzkar, 3/38)
Kalau anak-anak meninggal dunia dan telah dikubur sebelum disholati, maka dishalati di atas kuburannya. Kalau tidak memungkinkan, maka dilakukan shalat gaib atasnya. Ibnu QUdamah rahimahullah mengatakan, “Kalau telah dikubur sebelum dishalatkan, maka menurut pendapat Ahmad dikeluarkan lagi dan dishalati. Tapi menurutnya juga, kalau dishalati di atas kuburannya dibolehkan. Al-Qadhi memilih bahwa dia di sholati di atas kubur tanpa dikeluarkan. Dan ini adalah mazhab Abu Hanifah dan Syafi’i." (Al-Mughni, 2/217)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Seorang wanita menggugurkan janin anaknya yang berusia tujuh bulan dan telah terbentuk. Kondisi wanita ini sakit sampai dia tidak mampu menggendong anak. Didekatnya juga tidak ada seorangpun yang dapat diminta untuk membawa anak dan menguburkannya. Sehingga dia pulang ke tempat tinggalnya dan meninggalkan (mayat). Di pagi hari, dia berusaha berjalan ke tempat pengguguran anaknya, namun didapatinya telah dimakan oleh srigala dan anjing. Wanita tersebut sekarang hidup dalam kondisi gelisah dan linglung dari permasalahannya, takut dengan hukuman dari kejadian tersebut. Berharap dapat arahan apa yang seharusnya dia lakukan. Apakah dia berdosa akan hal itu dan apa tebusannya? "
Beliau menjawab, “Tidak diragukan lagi bahwa kehormatan orang muslim ketika meninggal dunia, sama dengan ketika masih hidup. Dan seharusnya dia tidak dibolehkan melakukan prilaku seperti ini. Selayaknya bahkan seharusnya dia membiarkan (mayat) bersamanya di dalam rumah sampai dia menghubungi seseorang di pagi hari. Dan melakukan kelaziman dengan memandikan, mengkafani dan menshalati serta menguburkannya. Akan tetapi kalau permasalahannya seperti yang telah diceritakan, maka seharusnya dia bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan dan tidak mengulangi lagi (prilaku) seperti ini. Oleh karena itu, dia atau orang lain harus melakukan shalat (jenazah) kepada anak ini. Karena dia belum disholati. Yang benar sebagaimana yang dikatakan ahli ilmu bahwa shalat kepada mayat tidak dibatasi waktu (baik) sebulan tidak juga sampai setahun. Bahkan kapan saja mayat belum dishalati, maka dia harus disholati ketika memungkinkan hal itu. Dari sini, maka anak ini dishalati, baik dia atau orang yang mengetahui kondisinya dari kalangan umat Islam. Semoga Allah memudahkan kita untuk dapat menshalatkannya. Sehingga hal itu kebaikan diatas kebaikan.” (Fatawa Nurun Ala Ad-Darbi. Sebagai tambahan Silah lihat no. 13198, 13985)
Wallahua'lam.