Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

MENGKHUSUKAN SEBAGIAN MALAM DENGAN SHALAT YANG TIDAK ADA (TUNTUNAN) DARI NABI SALLALLAHU’ALAIHI WA SALLAM

02-06-2012

Pertanyaan 158362

Akhir-akhir ini saya mengetahui bahwa disana ada sebagian orang melaksanakan shalat sunnah selain yang dilakukan pada siang dan malam. Diatara hal itu adalah sepuluh malam akhir Ramadhan, malam lailatul qaar, malam isra’ dan mi’roj dan waktu maulid Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Dimana dalam shalat di dalamnya dibaca surat Ikhlas sekali, dan surat lainnya yang dibaca setelah surat Al-Fatihah sebanyak 100 sekali

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Shalat-shalat yang biasa dilaksanakan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam setiap hari siang dan malam, diantaranya sunan rawatib sebelum dan sesudah shalat fardu, qiyamul lail, witir dan shalat dzhuha dan lainnya.

Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah mengkhususkan sebagian malam dengan shalat dan semangat dalam melaksanakan kecuali pada sepuluh malam akhir di bulan Ramadhan. Biasanya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengkhususkan tambahan semangat ibadah pada qiyamul lail. Biasanya beliau memanjangkan shalat sampai seluruh malam atau sebagian besar malam untuk shalat. Beliau tidak biasa mengkhususkan bacaan surat tertentu dari AL-Qur’an. Dan tidak mengulang-ulang surat Al-Ikhlas tidak juga dengan surat lainnya. Ini adalah yang sesuai dengan sunnah tanpa ada perbedaan. Barangsiapa yang ingin mencontoh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, maka ini adalah petunjuk dan sunnah beliau.

Sementara pengkhususan sebagian malam dengan shalat, seperti malam isra’ dan mi’raj, malam maulud Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Maka ini tidak dianjurkan, bahkan ini termasuk bid’ah yang diada-adakan. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Begitu juga  mengkhususkan sebagian shalat dengan bacaan surat Al-Ikhlas dengan mengulang-ulang, ini tidak diannjurkan.

Syatibi rahimahullah berkata: “Kalau berkumpul dalam shalat sunah dan melanggengkan sunah rawatib baik secara permanen atau pada waktu-waktu tertentu, dilaksanakan secara berjamaah yang dilaksanakan di dalamnya shalat fardu atau tempat-tempat dimana disitu dilaksanakan sunan rawatib, maka hal itu adalah membuat bid’ah. Dalil akan hal itu adalah bahwa hal itu tidak ada dari Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabat, dan para pengikut dengan baik melaksanakan sekumpulan ini secara kelompok.’ Selesai dari kitab ‘AL-I’tisom, hal. 345-346.

Ini Syatibi rahimahullah menjadikan shalat sunan rawatib secara berjamaah termasuk bid’ah diantara sejumlah bid’ah. Karena hal itu tidak ada dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Padahal shalat sunan rawatib telah ada secara pasti dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam melaksanakan secara sendirian. Tidak dilaksanakan secara berjamaah. Barangsiapa yang membuat shalat dan menganjurkan berkumpul maka hal itu termasuk bid’ah dan sangat jauh dari petunjuk Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “ Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang seseorang mengatakan, ‘Malam isra’ Mi’raj itu lebih utama daripada Lailatul qadar. Sebagian lainnya mengatakan, ‘Bahkan malam Lailatul Qadar itu lebih utama. Maka yang benar?

Beliau menjawab: “Al-Hamdulillah, perkataan bahwa Lailatul Isra’ itu lebih mulia dibandingkan Lailatul Qadar, kalau yang diinginkan itu adalah malam dimana Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dinaikkan dibandingkan dengan seluruh malam itu lebih utama untuk umat Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam dibandingkan dengan lailaltul qadar. Dimana qiyam dan doa di dalamnya itu lebih baik dibandingkan malam lailatul qadar. Maka ini adalah batil, tidak seorangpun mengatakan dari kalangan umat Islam. Dan ini telah diketahui kerusakannya dari agama Islam. Hal ini kalau lailatul isro’ diketahui secara pasti. Bagaimana kalau tidak ada dalil yang jelas baik bulan, sepuluh malamnya tidak juga ketetapan waktunya. Bahkan yang dinukil tentang hal itu terputus dan berbeda-beda. Tidak ada yang pasti. Tidak juga dari kalangan umat Islam mensyareatkan khusus pada malam yang dikira itu adalah lailatul isra’ dengan melakukan sesuatu atau lainnya. Berbeda dengan lailatul qadar. Tidak dikenal di kalangan umat Islam menjadikan malam isro’ suatu keutamaan terhadap malam lainnya. Apalagi pada malam lailatul qadar. Tidak juga para shahabat, tabiin dan pengikut yang baik mengkhususkan malam lailatul isra’ dengan suatau urusan diantara urusan-urusan lain, tidak juga disebutkan. Oleh karena itu tidak dikenal malam apa itu. meskipun lailatu isro’ termasuk keutamaan yang agung bagi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Meskipun begitu tidak dianjurkan mengkhususkan waktu itu, tidak juga tempat dengan mengkhususkan dengan ibadah tertentu. Tidak juga menganjurkan pada hari diturunkan wahyu dengan ibadah atau lainnya. Tidak juga mengkhususkan tempat dimulainya waktu dan waktu dengan sesuatu apapun. Barangsiapa yang mengkhsusukan tempat dan waktu dari dirinya dengan ibadah dikarenakan ini atau semisalnya, maka termasuk golongan ahli kitab yang mana mereka menjadikan waktu kondisi Masih (Isa) sebagai musim dan peribadatan. Seperti hari kelahiran, hari pengkhususan atau selain dari kondisi-kondisi itu.’selesai. ringkasan dari kitab ‘Zadul Maad Fi Hadyi Khoiril Ibad, 1/56-58.

Silahkan melihat untuk tambahan faedah di soal jawab no. 60288 .

Wallahu’alam.

bidah
tampilan di situs islamqa.info