Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Apakah seorang istri dibolehkan menuntut perceraian apabila diketahui suaminya melakukan masturbasi. Yang dikhawatirkan sang istri terjerumus kepada kepada perbuatan yang diharamkan, jika sang suami tidak lagi memberikan dan memenuhi haknya yang sangat disyariatkan yaitu hubungan biologis?
Alhamdulillah.
Tidak diragukan lagi bahwa suami yang menjimak istrinya berarti dia memberikan haknya dengan berhubungan biologis, dan menyalurkan hasratnya dalam hal tersebut sesuai dengan kemampuan suami dan kondisi yang mendukungnya. Hal itu merupakan hak-hak istri yang paling utama atas suaminya, dan merupakan tujuan serta sasaran-sasaran mempergauli keluarga dengan penuh kebaikan. Allah Ta’ala berfirman :
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak ”. (QS An Nisaa: 19)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata:
“Wajib atas suami untuk memenuhi hajat biologis istrinya secara baik. Hal itu merupakan hak istri paling mendesak yang harus dipenuhi oleh suami. Lebih utama dari memberinya makanan. Hubungan biologis hukumnya wajib. Ada yang mengatakan bahwa hal itu wajib dilakukan setiap empat bulan sekali, dan yang lain lagi mengatakan sesuai kebutuhan istri untuk itu dan sejauh kemampuan suami untuk melayaninya. Sebagaimana halnya memberinya asupan makanan yaitu seberapa banyak kebutuhan istri dan sejauh kemampuan suami untuk memenuhinya. Pendapat yang terakhir ini pendapat yang paling benar dari dua pendapat sebelumnya.” (Majmu al Fatawa 32/271).
Dan berangkat dari sumber tersebut, sudah sepatutnya mengurai dan memberikan solusi bagi problematika yang besar ini ; sesungguhnya yang dilakukan oleh sang suami ini, terlebih lagi hal itu merupakan kemaksiatan kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulya terhadap dirinya, meskipun hal itu tidak sampai mengurangi hak-hak suami-istri, dan meskipun seandainya saja dia belum menikah sekalipun ; maka sesungguhnya di antara dampak-dampak terbesarnya adalah sebagaimana disebutkan oleh sang istri tersebut di sini bahwa apa yang dilakukan oleh suami mengarah kepada melalaikan hak-hak istri yang dianjurkan mempergaulinya dengan cara yang baik, dan dia menyalurkan hasratnya di luar wadah yang telah disediakan secara syar’i, dan membiarkan wadah yang syar’i kosong merana menanti hajatnya, hal ini merupakan penyia-nyiaan terbesar, ketidak warasan akal, serta menyimpang dari tujuan-tujuan disyaria’atkannya menikah.
Akan tetapi hendaknya anda orang yang pertama kali memulai memberikan nasihat kepada suami anda, dan saling memberikan pemahaman seputar problematika tersebut, dengan menjelaskan akan haramnya perkara ini dalam agama Allah, dan diharamkannya mengabaikan hak-hak istri serta menyia-nyiakannya.
Adapun jika nasehatpun tidak berguna baginya, dan perbuatan yang dia lakukan sebagaimana yang anda sebutkan termasuk mengabaikan hak anda secara syar’i dan mengundang anda terjerumus kelembah fitnah, maka merupakan hak anda untuk menuntut kepadanya Khulu atau Perceraian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
“Masalah ini (tidak menjimak) menyengsarakan istri. Dengan tidak menggaulinya dapat menyebabkan Fasakh dalam setiap situasi dan kondisi, apakah hal itu diniatkan oleh suami ataukah dilakukannya dengan tanpa niat. Apakah dia mampu melakukannya ataukah dia tidak mampu. Hal itu sama persis dengan menafkahi istri bahkan tingkatannya lebih utama.” (Dari kitab Al Fatawa Al Kubra, / 481-482)
Dan lihat juga jawaban soal no. 175487.
Wallahu Ta’ala A’lam.