Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Bagaimanakan hukumnya seseorang yang menunaikan umrah, namun dia memulainya dari bukit Marwah sebelum bukit Shafa ?
Alhamdulillah.
Menjadi kewajiban bagi siapa saja yang bersa’i di antara Shafa dan Marwah agar memulainya sesuai dengan yang Alloh –Ta’ala- dan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memulainya, Alloh –Ta’ala- telah berfirman:
( إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ )البقرة / 158
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 158)
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memulai sa’inya dari bukit Shafa seraya bersabda:
( أبدأ بما بدأ الله به )
“Saya memulainya sesuai dengan yang Alloh mulai”.
Yang paling benar adalah urutan di antara kedua bukit tersebut adalah wajib, maka barang siapa yang memulai dari bukit Marwah terlebih dahulu maka tidak dianggap satu kali putaran, maka dia harus menambah satu putaran lagi.
Syeikh Muhammad Amin asy Syinqithi berkata:
“Ketahuilah bahwa jumhur ulama memberikan syarat bahwa ibadah sa’i harus dilakukan dengan urut, yaitu; dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah. Jika dia memulai dari Marwah terlebih dahulu maka hal itu tidak dianggap satu kali putaran, bagi mereka yang mengharuskan urut, seperti Malik, Syafi’i, Ahmad dan pengikutnya, Hasan al Bashri, Al Auza’i, Daud dan Jumhur ulama.
Dan menurut Abu Hanifah sebaliknya.
Pengarang “Tabyin al Haqaiq Syarah Kanzi Daqaiq” berkata tentang fikih Imam Abu Hanifah –rahimahullah-:
“Meskipun dia memulainya dari bukit Marwah terlebih dahulu, tidak dianggap lebih utama karena telah menyelisihi perintah”.
Syeikh Syihabuddin Ahmad Asy Syalbi dalam catatan kakinya dari Tabyiin Haqaiq berkata:
“Perkataannya: “Meskipun dia memulainya dari bukit Marwah terlebih dahulu, tidak dianggap lebih utama” dan di dalam manasik Karramani disebutkan: “Urutan pelaksanaan sa’i menurut pendapat kami bukan menjadi syarat, meskipun dimulai dari Marwah menuju Shafa maka boleh-boleh saja dan tetap dianggap satu putaran, akan tetapi hukumnya makruh karena meninggalkan sunnah dan disunnahkan mengulangi putaran tersebut”.
As Saruji –rahimahullah- dalam Al Ghayah berkata:
“Tidak ada dasarnya apa yang disebutkan oleh Al Karramani”.
Dalam Ahkamul Qur’an Arrazi berkata:
“Jika seseorang memulai sa’inya dari bukit Marwah menuju Shafa, maka putaran tersebut tidak dianggap menurut riwayat yang terkenal di kalangan sahabat-sahabat kami. Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah: “Bahwa sebaiknya dia mengulangi putaran tersebut, namun jika dia tidak mengulanginya maka tidak masalah dan disamakan dengan meninggalkan urutan membasuh anggota badan dalam hal bersuci”. Pendapat As Saruji tidak mempunyai dasar dan apa yang dikatakan oleh Al Karramani perlu ditinjau kembali.
Yang menjadi alasan Jumhur bahwa pelaksanaan ibadah sa’i harus urut adalah bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melaksanakan hal itu, dan beliau bersabda:
" أبدأ بما بدأ الله به "
“Saya akan memulai dari mana Alloh memulainya”.
Dan di dalam riwayat An Nasa’i disebutkan:
" فابدؤوا بما بدأ الله به "
“Maka mulailah dari mana Alloh memulainya !”.
Dengan menggunakan redaksi kata kerja perintah.
Dan bersamaan dengan itu beliau juga bersabda:
" خذوا عني مناسككم "
“Ambillah manasik kalian dariku !”.
Maka kita wajib mengambil manasik dari beliau dengan memulai dari mana Alloh memulainya dan perbuatan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan bentuk pengamalan dari al Qur’an yang mulia”. (Adhwa’ul Bayan: 5/250-251)
Ulama Lajnah Daimah menjawab pertanyaan tentang memulai sa’i dari Marwah sebelum Shafa dan menambahkannya dengan putaran yang ke delapan:
“Jika masalahnya sebagaimana yang telah anda jelaskan dengan menambahkan putaran yang ke delapan untuk melengkapi ibadah sa’i sebanyak tujuh putaran sesuai dengan tuntunan yang benar, maka sa’i anda benar; karena putaran pertama yang anda mulai dari Marwah menuju Shafa tidak dianggap satu putaran; karena anda telah sesuatu yang tidak disyari’atkan”.
(Syiekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq Afifi, Syeikh Abdullah bin Ghadyan)
(Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/259-260)
Wallahu A’lam.