Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya melahirkan sejak sebulan lalu, dan darah berhenti setelah dua minggu dari kelahiran, maka saya mandi dan shalat. Akan tetapi keluar cairan kekuning-kuningan dan keluar terus menerus dan banyak. Secara berangasur-asur berkurang sedikit demi sedikit. Hal itu terus aku alami selama dua minggu tanpa ada darah dan dihari ketika keluar darah, darahnya sedikit sekali disertai keluarnya cairan terus menerus. Apakah saya masih dalam masa nifas atau saya harus mandi dan melakukan shalat?
Alhamdulillah.
Diketahui suci dari haid dan nifas dengan salah satu dari dua tanda:
Pertama: keluarnya cairan bening yang dikenal oleh para wanita
Kedua: mendapatkan kering secara sempurna. Sekiranya ditaruh di tempatnya (vagina) kapas dan semisalnya, keluar dalam kondisi bersih tidak ada bekas darah atau kekuning-kuningan atau warna keruh.
Al-Baji dalam kitabnya ‘Al-Muntaqo Syarkhul Muwato’’, (1/119) berkata, “Yang menjadi kebiasaan dalam suci ada dua perkara, “Cairan bening. Diriwayatkan Ali bin Ziyad ia menyerupai air mani. Diriwayatkan Ibnu Qosim dari Malik, bahwa dia menyerupai air seni.”
Hal kedua adalah: kering. Yaitu seorang wanita ketika menempelkan kapas atau kain di kemaluannya, maka ketika kapas diambil dia tetap dalam kondisi kering, tidak ada darah dan lainnya.
Kebiasan para wanita akan hal itu berbeda, di antara mereka melihat cairan putih dan di antara mereka kebiasaannya melihat yang kering. Maka siapa yang di antara kebiasaannya melihat salah satu dari dua hal tersebut dan melihatnya maka dihukumi akan kesuciannya.
Yang nampak dari pertanyaan, anda tidak mendapatkan kering secara sempurna. Bahkan darah baru berhenti setelah dua minggu dan terus keluar cairan warna kekuning-kuningan disertai keluar sedikir darah setelah dua minggu dari berhentinya darah. Oleh karena itu anda masih dalam kondisi nifas dan anda keliru ketika menunaikan shalat anda sebelum suci.
Syekh Muhamad Al-Utsaimin ditanya tentang wanita yang melihat darah nifas dalam waktu dua minggu kemudian berubah secara berangsur-angsur menjadi cairan kental kekuning-kuningan dan hal itu berlangsung sampai akhir empat puluh hari. Apakah cairan yang keluar setelah darah ini dihukumi nifas atau tidak? Maka beliau menjawab, “Cairan kekuning-kuningan atau lendir ini, selagi belum terlihat bersih dengan jelas maka dia mengikuti hukum darah, sehingga belum suci sampai benar-benar bersih dari hal ini.” (Fatawa Al-mar’atul Muslimah, hal. 304)
Kedua:
Nifas biasanya berlangsung selama empat puluh hari, kalau sudah suci sebelum itu, maka dia dianggap suci. Kalau keluar terus menerus disambung cairan kekuningan atau darah yang melebihi dari empat puluh hari, jika bertepatan dengan kebiasaan haid anda, maka cairan kekuningan atau darah itu dianggap haid. Kalau tidak bertepatan dengan masa haid, maka hal itu dianggap istihadhah.
At-Tirmizi rahimahullah mengatakan, “Ahli Ilmu dari kalangan para shahabat Nabi sallalllahu alaihi wa sallam dan generasi tabiin dan setelahnya telah bersepakat bahwa wanita-wanita yang nifas itu meninggalkan shalat selama empat puluh hari. Kecuali kalau dia telah melihat suci sebelum itu. maka dia harus mandi dan menunaikan shalat. Kalau melihat darah setelah empat puluh hari, maka mayoritas ahli ilmu mengatakan, jangan meninggalkan shalat setelah empat puluh hari. Dan ini pendapat kebanyakan ulama fikih. Ini adalah pendapat Sofyan At-Tsauri, Ibnu Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishaq. (Sunan At-Tirmizi, 1/256).
Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta’ mengatakan, “kalau seorang wanita nifas telah bersih sebelum empat puluh hari, maka dia harus mandi lalu shalat dan berpuasa dan suaminya juga dibolehkan menggaulinya.”
Kalau darah terus keluar setelah empat puluh hari, maka dalam kondisi seperti itu dirinya dihukumi suci. Karena empat puluh hari adalah waktu terakhir nifas menurut pendapat terkuat di antara pendapat para ulama. Darah yang keluar bersamanya setelah empat puluh hari dianggap darah kotor, hukumnya seperti darah istihadhah, kecuali kalau bertepatan dengan waktu kebiasaannya (haid) maka dia dihukumi haid, dia tiak boleh shalat, puasa dan suaminya diharamkan menggaulinya. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 95/417)
wallahua’lam