Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
Pertama, Yang dianjurkan bagi orang yang menunaikan shalat sirriyah (bacaan pelan) adalah membaca Al-Fatihah dan membaca (surat lain) dari Al-Qur’an yang mudah baginya pada dua rakaat pertama. Baik dia sebagai imam atau makmum. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhuma berkata:
كُنَّا نَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ خَلْفَ الإِمَامِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةٍ , وَفِي الأُخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَاب (و الحديث صححه الألباني فى صحيح ابن ماجه، 843)
“Kami dahulu membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah) dan surat (Al-Qur’an) pada shalat Zuhur dan Ashar di belakang Imam pada dua rakaat pertama. Sedangkan pada dau rakaat terakhir, (membaca) Fatihatul Kitab (saja).” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah, 843)
Dan bagi orang yang shalat –imam atau makmum- dalam dua rakaat pertama (dibolehkan) membaca lebih dari satu surat setelah membaca Al-Fatihah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori, 775 dan Muslim, 822 dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:
لَقَدْ عَرَفْتُ النَّظَائِرَ الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرُنُ بَيْنَهُنَّ , فَذَكَرَ عِشْرِينَ سُورَةً مِنْ الْمُفَصَّلِ سُورَتَيْنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ
“Sungguh saya telah mengetahui (surat-surat) yang mirip dimana Nabi sallallahu’alaihi wasallam menggabungkan di antara (surat-surat). Kemudian beliau menyebutkan dua puluh surat dari pertengahan, dua surat (yang dibaca) pada setiap rakaat.”
Di antaranya, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menggabungkan antara Ar-Rahman dan An-Najm dalam satu rakaat. Al-Qamar dan Al-Haqqah, At-Tur dan Ad-Dzariyat, Al-Waqiah dan Al-Qalam.
(Sifat Shalatun Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, karangan Al-Albany, hal. 104.
Dalil yang menunjukkan dibolehkannya bacaan dua surat setelah Al-Fatihah, adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab ‘Al-jam’u Baina As-Suratain fi Ar-Raka’ah (menggabungkan di antara dua surat dalam satu rakaat)',
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata:
"Ada seorang dari kalangan Anshar menjadi imam di Masjid Quba. Setiap kali dia membaca surat, diawali dengan membaca surat 'Qul huwallahua ahad' hingga selesai, lalu dia membaca surat lain bersamanya. Hal tersebut dia lakukan pada setiap rakaat. Lalu orang-orang berkata kepadanya, 'Engkau mengawali dengan surat tersebut (Al-Ikhlas), lalu setelah selesai engkau teruskan dengan membaca surat lain. Engkau seharusnya hanya membaca surat itu saja, atau engkau tidak membacanya dan menggantinya dengan membaca surat lain. Maka dia berkata, 'Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ingin aku menjadi imam bagi kalian, maka aku akan melakukannya, jika kalian tidak menyukai aku (melakukan hal itu) maka aku tinggalkan kalian (menjadi imam). Orang-orang di sekitarnya menilai tidak ada yang lebih baik dari orang tersebut, dan mereka tidak suka jika yang menjadi imam adalah orang selainnya. Maka ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi mereka, mereka memberitahu hal tersebut. Lalu beliau bersabda, 'Wahai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diinginkan para sahabatmu, dan apa yang menjadi alasanmu sehingga engkau selalu membaca surat tersebut (Al-Ikhlas) pada setiap rakaat?' Maka dia berkata, 'Aku mencintainya", lalu beliau bersabda, 'Cintamu kepadanya, akan memasukkanmu ke dalam surga.'
Silahkan lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/403.
Kedua: Adapun pada dua rakaat terakhir, asalnya cukup membaca Al-Fatihah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, 451 dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu, "Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam biasa membaca Fatihatul Kitab dan surat pada dua rakaat pertama dalam shalat Zuhur dan Ashar, dan terkadang memperdengarkan ayat kepada kami. Sedangkan pada dua rakaat terakhir, (beliau hanya) membaca Fatihatul Kitab.”
Ini adalah asalnya. Tapi diperkenankan bagi orang yang shalat, kadang-kadang membaca surat setelah Al-Fatihah pada dua rakaat akhir. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, 452 dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu’anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قَدْرَ ثَلاثِينَ آيَةً , وَفِي الأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ خَمْسَ عَشْرَةَ آيَةً , أَوْ قَالَ نِصْفَ ذَلِكَ , وَفِي الْعَصْرِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قَدْرَ قِرَاءَةِ خَمْسَ عَشْرَةَ آيَةً , وَفِي الأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ نِصْفِ ذَلِكَ
Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam biasanya membaca pada shalat Zuhur di dua rakaat pertama pada setiap rakaat sekitar tiga puluh ayat, dan pada dua rakaat lainnya sekitar lima belas ayat, atau, separuh dari itu. Sedang dalam shalat Asar, di dua rakaat pertama pada setiap rakaat membaca sekitar lima belas ayat. Pada dua rakaat lainnya separuh dari itu.
Syekh Al-Albany rahimahullah berkata: ”Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tambahan setelah Al-Fatihah pada dua rakaat terakhir adalah sunnah. Pendapat ini (diikuti) sekelompok shahabat, di antaranya Abu Bakar As-Siddiq radhiallahu’anhu, dan ini pendapat Imam Syafi’i baik dalam shalat Zuhur atau yang lainnya. Dan ulama kami kemudian (muta’akhirin) mengambilnya (sebagai pendapatnya) yaitu Abu Al-Hasanat Al-Laknawi..' (Sifatus Shalat, hal. 113)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: “Kalau orang yang shalat sirriyah (membaca dengan pelan) sudah selesai membaca Al-Fatihah dan surat. Sementara Imam belum ruku', apakah dia diam (saja)? Beliau menjawab: “Makmum hendaknya tidak diam apabila selesai membaca Al-Fatihah dan surat, sementara imamnya belum ruku'. Dia dianjurkan untuk tetap membaca sampai imamnya ruku'. Bahkan pada dua rakaat akhir setelah tasyahud awwal, apabila dia telah selesai membaca Al-Fatihah sementara imam belum ruku', maka dia (dianjurkan membaca) surat lainnya sampai imamnya ruku'. Karena dalam shalat tidak ada diam kecuali dalam kondisi makmum mendengarkan bacaan Imam.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/108)
Wallahu’alam