Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Salah satu kerabatku meminta kepada saudara-saudara lainnya agar ikut menyumbang dengan sebagian hartanya untuk merawat kuburan ibundanya. Karena banyak debu dan di sekitarnya banyak semak-semak. Kuburannya di kelilingi pagar besi dengan cat putih. Ada tulisan namanya, tanggal lahirnya dan lain-lainnya. Apakah dibolehkan mengeluarkan sejumlah harta untuk perhatian dengannya?
Alhamdulillah.
Pertama:
Dalam syariat Islam, kuburan itu mempunyai kedudukan yang agung dan terhormat. Tidak dibolehkan bagi siapapun menelantarkannya atau bersikap melampau batas. Bahkan Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengharamkan duduk di atas kuburan dengan larangan keras. Terdapat riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ رواه مسلم (971).
“Salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api sampai terbakar bajunya dan sampai mengenai kulitnya itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim, 971)
Pengharaman ini mengandung makna bahwa orang Islam harus mempunyai perhatian sesuai kadarnya, sekiranya dapat menjaga kehormatan mayat dan jangan mengganggu atau menghinakannya.
Hal itu dengan sarana-sarana berikut ini:
An-An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang sesuai sunah, meletakkan tanda yang tampak di bagian kepala mayat, seperti batu atau kayu atau selain dari keduanya. Begitulah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan pengarang kitab (maksudnya As-Syairozi) serta seluruh shahabat.” (Al-Majmu, 5/265) .
Kedua:
Adapun praktek-praktek yang diharamkan yang dilakukan sebagian untuk menjaga kuburan kerabatnya, maka hal itu dilarang. Hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi dan tempat. Di antara hal itu adalah:
لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ رواه مسلم (969)
“Jangan engkau tinggalkan patung kecuali kamu hapuskan dan kuburan yang tinggi kecuali anda ratakan.” (HR. Muslim, no. 969).
Terdapat dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (32/250),
Terdapat dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (32/250), “Para ulama fikih sepakat berpendapat dimakruhkannya mengecat kuburan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melarang mengecat kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya. Dalam kitab Al-Muhalla dikatakan, ‘Mengapur adalah memutihkan dengan bahan yang putih. Yaitu semacam bata putih.’ Umairah berkata, ‘Hikmah dilarang adalah karena perkara tersebut termasuk menghias (kuburan yang dilarang), ditambah termasuk menghamburkan harta ke sesuatu yang tujuannya bukan syar’i.”
Syekh Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Memagari kuburan dengan maksud ini dengan berbagai bentuk hiasan, sesungguhnya dia termasuk bentuk kemunkaran yang menjadikan orang berbuat kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam serta dapat membuat orang jadi mengagungkan ahli kubur dengan sesuatu yang tidak dibolehkan secara syariat sebagaimanya yang terjadi terjadi dan dapat disaksikan.” (Tahzirul Masajid, hal. 89)
Ketiga:
Dari penjelasan tadi, maka perawatan yang dianjurkan terhadap kuburan hampir saja tidak membutuhkan harta yang diinfakkan, selagi kuburan terjaga dari penghinaan dan kerusakan. Sementara mengecatnya, meninggikan dan membangun di atasnya, kesemuanya ini merupakan bentuk merawat yang dilarang terhadap kuburan. Begitu juga dengan membentengi dengan pagar besi. Adapun kondisi kuburan banyak debunya, bukan termasuk sikap teledor sedikitpun atas kuburan. Bahkan memang kondisi kuburan kenyataannya seperti itu, yaitu orangnya dikubur di bawah tanah.
Wallahu a’lam