Alhamdulillah.
Pertama:
Dalam syariat Islam, kuburan itu mempunyai kedudukan yang agung dan terhormat. Tidak dibolehkan bagi siapapun menelantarkannya atau bersikap melampau batas. Bahkan Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengharamkan duduk di atas kuburan dengan larangan keras. Terdapat riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ رواه مسلم (971).
“Salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api sampai terbakar bajunya dan sampai mengenai kulitnya itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim, 971)
Pengharaman ini mengandung makna bahwa orang Islam harus mempunyai perhatian sesuai kadarnya, sekiranya dapat menjaga kehormatan mayat dan jangan mengganggu atau menghinakannya.
Hal itu dengan sarana-sarana berikut ini:
- Meletakkan tanda menonjol di bagian kapalanya, sebagaimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam meletakkan tanda di kepala shahabat mulia; Utsman bin Maz’un. (HR. Abu Daud, no. 3206).
An-An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang sesuai sunah, meletakkan tanda yang tampak di bagian kepala mayat, seperti batu atau kayu atau selain dari keduanya. Begitulah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan pengarang kitab (maksudnya As-Syairozi) serta seluruh shahabat.” (Al-Majmu, 5/265) .
- Meninggikan kuburan sejengkal saja dan tidak boleh lebih. Begitu juga kuburan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Ditinggikan kuburan dari tanah setinggi sejengkal agar diketahui kalau itu adalah kuburan. Sehingga seseoragn memperhatikannya dan mendoakan rahmat bagi pemiliknya. Tidak dianjurkan meninggikan kuburan kecuali sedikit saja.” (Al-Mughni, 2/190. Dinukil dari Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (11/342) bahwa perkara ini merupakan kesepakatan para ulama fikih..
- Membuat batas di sekeliling kuburan, untuk menjaga dan membedakan dengan apa yang ada disekitarnya, dan melindungi dari kerusakan anak kecil, dan kerusakan hewan yang kadangkala merusak kuburan. (Silahkan lihat ‘Fatawa Syekh Muhammad bin Ibrohim, 3/211-212 dan ‘Ahkamul Maqobir, karangan Suhaibani, no. 457).
Kedua:
Adapun praktek-praktek yang diharamkan yang dilakukan sebagian untuk menjaga kuburan kerabatnya, maka hal itu dilarang. Hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi dan tempat. Di antara hal itu adalah:
- Meninggikan kuburan melebihi dari sejengkal dari tanah dengan menggunakan dalil sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Tholib:
لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ رواه مسلم (969)
“Jangan engkau tinggalkan patung kecuali kamu hapuskan dan kuburan yang tinggi kecuali anda ratakan.” (HR. Muslim, no. 969).
- Membangun sesuatu di atas kuburan. Maksudnya mendirikan bangunan, baik tinggi atau tidak, berbentuk kubah atau makam atau bentuk bangunan apapun.
Terdapat dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (32/250),
- Mengecat kuburan dengan cat atau pewarna atau pewarna lainnya sebagai hiasan.
Terdapat dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, (32/250), “Para ulama fikih sepakat berpendapat dimakruhkannya mengecat kuburan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melarang mengecat kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya. Dalam kitab Al-Muhalla dikatakan, ‘Mengapur adalah memutihkan dengan bahan yang putih. Yaitu semacam bata putih.’ Umairah berkata, ‘Hikmah dilarang adalah karena perkara tersebut termasuk menghias (kuburan yang dilarang), ditambah termasuk menghamburkan harta ke sesuatu yang tujuannya bukan syar’i.”
- Membuat pagar di sekeliling kuburan, selain pagar yang tujuannya sebatas melindungi kubur dari tangan usil atau merendahkan. Karena hal itu dianggap sama dengan mendirikan bangunan yang diharamkan di atas kuburan.
Syekh Al-Albani rahimahullah mengatakan, “Memagari kuburan dengan maksud ini dengan berbagai bentuk hiasan, sesungguhnya dia termasuk bentuk kemunkaran yang menjadikan orang berbuat kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam serta dapat membuat orang jadi mengagungkan ahli kubur dengan sesuatu yang tidak dibolehkan secara syariat sebagaimanya yang terjadi terjadi dan dapat disaksikan.” (Tahzirul Masajid, hal. 89)
- Menulis di kuburan dengan tulisan berupa sanjungan dan pujian atau semisal itu, termasuk yang mengandung ratapan terhadap mayat, atau membuka pintu bagi sikap pengagungan dan berlebih-lebihan.
- Menanam pohon atau rerumputan hijau di atas kuburan. Hal itu bukan termasuk kebiasaan orang-orang Islam terhadap kuburan, justru termasuk kebiasaan orang Kristen. Terdapat penjelasan hal itu juga dalam jawaban soal no. (14370), (41643), (48958).
Ketiga:
Dari penjelasan tadi, maka perawatan yang dianjurkan terhadap kuburan hampir saja tidak membutuhkan harta yang diinfakkan, selagi kuburan terjaga dari penghinaan dan kerusakan. Sementara mengecatnya, meninggikan dan membangun di atasnya, kesemuanya ini merupakan bentuk merawat yang dilarang terhadap kuburan. Begitu juga dengan membentengi dengan pagar besi. Adapun kondisi kuburan banyak debunya, bukan termasuk sikap teledor sedikitpun atas kuburan. Bahkan memang kondisi kuburan kenyataannya seperti itu, yaitu orangnya dikubur di bawah tanah.
Wallahu a’lam