Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

MENGIRIM ORANG FAKIR UNTUK MENAGIH HUTANG DAN MENGANGGAPNYA SEBAGAI ZAKAT

15-03-2012

Pertanyaan 146362

Saya memberi hutang kepada seseorang sejumlah uang. Apakah saya dibolehkan mengutus seorang fakir untuk mengambil hutang tersebut, lalu saya niatkan uang itu sebagai zakat untuknya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Menggugurkan hutang dan menganggapnya sebagai zakat adalah tidak sah dan tidak dianggap sebagai zakat. Karena di antara syarat zakat adalah berpindah tangan dan kepemilikan kepada fakir. Menggugurkan hutang adalah pengguguran yang tidak menyebabkan kepemilikan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

(سورة البقرة: 271)

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 271)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam tafsirnya. Di antara pelajaran dalam ayat ini adalah bahwa sedekah tidak diangap sebelum dia sampai ke tangan fakir, berdasarkan firman Allah Ta’ala, ‘Dan kamu berikan kepada orang-orang fakir.’ Lihat jawaban soal no. 13901, dan 119113.

Akan tetapi contoh yang anda pertanyakan adalah bukan menggugurkan hutang, tapi mewakilkan seorang fakir untuk mengambil haknya pada seseorang dan menganggapnya uang itu sebagai zakat. Hal ini tidak mengapa dan dianggap (sah).

Namun jika sang fakir tidak dapat menerimanya, misalnya pembayar hutang tersebut menunda-nunda pembayaran atau mempersulit, maka wajib bagi anda mengeluarkan zakat. Karena ketika itu tanggungjawab anda belum lepas.

As-Sarkhasi rahimahullah berkata, ‘Seandainya dia bersedekah kepada seorang fakir, kemudian memerintahkan fakir tersebut untuk mengambil hutang dengan niat bahwa uang pembayaran hutang tersebut sebagai zakat dirinya, maka hal tersebut dapat dianggap (sah). Karena sang fakir ketika itu adalah wakil darinya untuk menerima hutang, seakan-akan pemilik hutang itu yang menerimanya, lalu dia menyerahkannya kepada sang fakir dengan niat sebagai zakat.” (Al-Mabsuth, 3/36)

Wallhaua’lam.

Golongan penerima zakat
tampilan di situs islamqa.info