Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Pada saat saya datang bulan pada tahun tertentu, saya kadang-kadang sudah memasuki masa suci namun masih keluar darah lagi, saya juga terkadang tidak mengetahui masa suci (karena saya ragu-ragu) dan saya bertanya kepada ibu saya: “Apakah sudah suci atau belum?”, ada cairan kuning yang keluar, saya menunggu agar warna kekuningan memudar sampai menjadi putih (bening) baru kemudian saya mandi, dan terkadang tidak keluar cairan putih bening, saya menunggu selama 15 hari, kemudian baru saya mandi; karena ibu saya pernah bertanya kepada seorang syeikh dan dia berkata: “Janganlah kamu mandi kecuali setelah menlihat ada cairan bening”. Setelah beberapa lama saudari saya menanyakan kepada saya tentang kebiasaan saya pada saat suci dari haid dengan keluarnya cairan kuning, maka saya pun melakukannya.
Maka apakah saya mengqadha’ shalat-shalat yang telah lalu ?, bagaimana saya mengetahui jumlahnya ?, dan bagaimana cara mengqadha’nya ?
Perlu diketahui bahwa saya termasuk yang sangat ragu-ragu (was-was), saya juga hawatir apakah saya sudah mandi untuk bersuci padahal masih dalam masa haid, saya memikirkan untuk mengganti shalat-shalat tersebut, namun saya juga tidak yakin, saya takut sekali, doakan saya agar mendapat petunjuk.
Saya juga hawatir pada awal masa baligh saya, saya juga belum mengqadha’ shalat yang darah haid keluar di tengah waktunya, seperti; haid saya keluar pada waktu ashar padahal saya belum mengerjakan shalat ashar, namun saya tidak yakin juga.
Maka apakah saya harus mengqadha’ semua shalat-shalat tersebut ?, dan bagaimana cara mengqadha’nya ?
Alhamdulillah.
Masa suci dari haid itu mempunyai dua tanda bagi seorang wanita:
1.Keluarnya cairan bening
2.Berhentinya darah haid, bahkan jika seorang wanita menempelkan kapas atau semacamnya pada tempat keluarnya haid, kapas tersebut bersih tidak ada sisa darah, flek kecoklatan atau kekuningan
Sebagian wanita masa sucinya bisa diketahui dengan keluarnya cairan bening, namun sebagian lainnya tidak melihatnya, akan tetapi dengan mengeringnya daerah kewanitaannya menjadi tanda masa sucinya dari haid.
Al Qashah Baidha’ adalah sesuatu yang menyerupai benang putih yang keluar dari kemaluan wanita pada akhir masa haidnya yang menjadi tanda kesuciannya.
Atau dikatakan juga : cairan bening yang keluar di akhir masa haidnya.
Baca juga Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah: 23/278.
Kedua:
Jika darah haid sudah berakhir dan tempat keluarnya sudah mongering dengan sempurna, maka anda sudah suci dari haid, kemudian janganlah dihiraukan jika ada cairan kuning atau lainnya yang keluar setelahnya, berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘anha- berkata:
كُنَّا لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا " رواه أبو داود(307) وصححه الشيخ الألباني.
“Kami dahulu tidak menghiraukan flek kecoklatan dan kekuningan yang keluar setelah masa suci”. (HR. Abu Daud: 307 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani)
Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Tanda berakhirnya haid dan keberadaan masa sucinya, bahwa keluarnya darah dan flek kekuningan dan kecoklatan akan terhenti, jika sudah terhenti maka seorang wanita dianggap sudah suci, meskipun setelahnya keluar cairan bening atau tidak”. (Al Majmu’: 2/562)
Ulama Lajnah Daimah (4/206) pernah ditanya:
“Seoarang wanita setelah berhentinya darah haidnya, dia melihat cairan yang warnanya agak kecoklatan, di titik yang terbatas dan jumlahnya tidak banyak, dia tidak melihat tanda masa sucinya, hal itu dialaminya selama dua sampai tiga hari, maka apa yang harus dia lakukan, apakah tetap shalat dan puasa ? atau dia harus manungu kering atau keluarnya tanda suci ?”
Mereka menjawab:
“Jika seorang wanita telah suci dari haidnya, lalu dia melihat lagi -setelah masa suci ditandai dengan mengeringnya daerah kewanitaannya atau cairan bening- beberapa cairan; maka hal itu tidak dianggap sebagai haid, hukumnya sama dengan kencing, anda harus membersihkannya dan berwudhu, hal ini banyak dialami oleh para wanita, setelah bersuci darinya hendaknya bersegera mendirikan shalat dan berpuasa Ramadhan, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘Anha- bahwa dia berkata:
( كنا لا نعد الصفرة والكدرة بعد الطهر شيئا ) رواه أبو داود بسند صحيح ، ورواه البخاري
“Kami dahulu tidak menganggap flek kekuningan dan kecoklatan setelah bersuci mempunyai dampak apapun”. (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih)
Dan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori tidak disebutkan setelah bersuci.
Disebutkan dalam Fatawa Lajnah Daimah (4/222) jilid 2 :
“Kami mengetahui bahwa masa suci itu bisa diketahui dengan dua kondisi; mengeringnya daerah kewanitaan dulu atau cairan bening, masalah saya adalah saya sudah mendapatkan daerah kewanitaan saya mengering kemudian setelah beberapa hari saya melihat cairan bening, kadang-kadang saya mendapati cairan bening kemudian setelah itu flek kecoklatan dan kekuningan”.
Mereka menjawab:
“Jika seorang wanita yang sedang haid telah mendapatkan masa suci dengan sempurna, dan telah mandi besar, maka dia tidak perlu menghiraukan apa yang terjadi setelahnya seperti; flek kecoklatan dan kekuningan, berdasarkan perkataan Ummu Athiyah –radhiyallahu ‘anha- :
( كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئاً )
“Kami dahulu tidak menganggap flek kekuningan dan kecoklatan setelah bersuci mempunyai dampak apapun”.
Adapun jika flek kecoklatan dan kekuningan yang bersambung dengan masa haid, maka seorang wanita tidak boleh terburu-buru untuk mandi besar; karena flek kecoklatan yang bersambung dengan darah haid, menjadi bukti bahwa haid belum selesai; oleh karena itu Ummu Athiyah berkata: “Setelah bersuci” maka hal itu menunjukkan bahwa flek kekuningan dan kecoklatan sebelum benar-benar suci, tetap berpengaruh, maka hal itu menjadi bukti bahwa haid belum selesai.
Adapun menunggu selama 15 hari berlaku bagi wanita yang tidak melihat salah satu dari kedua tanda suci tersebut dan masih tetap keluar darah, maka dia menunggu selama 15 hari, baru setelah itu bersuci dan shalat dan puasa menurut jumhur ahli fikih”.
Adapun sebelumnya, kapan saja ia melihat tanda suci, maka segera bersuci lalu mengerjakan shalat dan puasa sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Baca juga Al Mughni / Ibnu Qudamah (1/214) dan jawaban soal nomor: 95421 .
Ketiga:
Adapun yang berkaitan dengan mengqadha’ shalat-shalat sebelumnya, karena ketidaktahuan anda akan hukum syar’i maka dimaafkan, apalagi jika anda sudah bertanya kepada salah seorang Syeikh atau Mufti lalu beliau telah memberikan jawaban kepada anda, maka hal itu lebih bisa dimaafkan, meskipun apa yang telah anda kerjakan atau yang telah difatwakan tersebut pada hakekatnya adalah salah.
Yang kami nasehatkan kepada anda adalah jangan terlalu memperdulikan was-was dan keragu-raguan; karena hal itu akan merusak ibadah anda, dan memperkeruh kehidupan anda, dan jika pintu itu dibuka maka tidak akan ada habisnya dan tidak akan mudah berhenti, bahkan kapan saja anda melarutkan diri dalam keraguan tersebut maka syetan akan membukan pintu yang lainnya.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Jika pada diri seseorang banyak terdapat keragu-raguan, sehingga tidaklah dia melakukan apapun kecuali dia merasa ragu-ragu, jika dia berwudhu’ ragu-ragu, jika shalat ragu-ragu, berpuasa menjadi ragu, maka dalam hal ini tidak perlu dihiraukan; karena yang demikian itu merupakan penyakit. Pembicaraan kita ini diperuntukkan bagi seseorang yang sehat dari penyakit, adapun seorang peragu akalnya dianggap tidak stabil, maka tidak perlu dihiraukan”. (Asy Syarhul Mumti’: 3/379)
Semoga Allah memudahkan urusan anda dan memberikan kesembuhan dari apa yang sedang anda alami.
Wallahu A’lam.