Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Ada orang yang sakit, kalau berdiri tidak dapat duduk, dan kalau duduk tidak dapat berdiri, bagaimana cara shalatnya? Apakah duduk terus saat shalat atau berdiri terus selama shalat?
Alhamdulillah.
Pertama:
Kaidah dalam kewajban dan rukun shalat adalah bahwa jamaah shalat harus melakukan apa yang dia mampu lakukan dan gugur baginya apa yang dia tidak mampu lakukan.
Dengan demikian, kalau jamaah shalat itu mampu mengawali shalatnya dalam kondisi berdiri, maka ini wajib baginya, kemudian dia rukuk secara sempurna kalau dia mampu, kalau tidak mampu, maka dia bisa menunduk semampunya.
Kalau dia mampu sujud di tanah, maka ini wajib dilakukan. Kalau dia tidak mampu, maka dia duduk (di atas tanah atau di atas kursi) kemudian menunduk untuk sujud. Kalau dia tidak mampu berdiri lagi, maka dia dapat menyempurnakan shalatnya dalam kondisi duduk dan menunduk ketika ruku dan sujud di atas lantai kalau dia mampu. Kalau dia tidak mampu, maka dia juga menunduk untuk sujud, hanya saja kalau menunduk untuk sujud hendaknya lebih rendah dibandingkan menunduk untuk ruku. Dengan demikian, maka jamaah shalat telah menunaikan seperti firman Allah ta’ala:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
التغابن: 16
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. AT-Tagobun: 16)
Dan sabda Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam:
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ (رواه البخاري، رقم 7288 ومسلم، رقم 1337)
“Kalau saya perintahkan suatu perkara, maka lakukan semaksimal mungkin.” (HR. Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337).
Terdapat dalam kitab ‘Mukhtasor Khalil Al-Maliki, “Kalau dia mampu semuanya, kalau dia sujud tidak dapat berdiri, maka dia sempurnakan satu rakat, lalu dia duduk.”
Al-Khurosyi dalam penjelasannya, (1/298) mengatakan, “Maksudnya adalah bahwa jamaah shalat kalau dia mampu melakukan semua rukun shalat, dari berdiri, membaca, rukuk, sujud dan berdiri darinya kemudian sujud, kecuali kalau dia duduk tidak mampu untuk berdiri maka dia shalat pertama dengan berdiri dengan sempurna. Kemudian menyempurnakan sisa shalatnya dalam kondisi duduk dan ini pendapat yang lebih condong diikuti oleh Al-Lakhmy dan Tunisi dan Ibnu Tunis.”
Ada yang berpendapat hendaknya dia menunaikan shalat secara umum dengan berdiri dan memberikan isyarat, kecuali di akhirnya maka dia rukuk dan sujud di dalamnya. Silahkan lihat soal no. (36738 ).
Kedua:
Kalau jamaah shalat mampu berdiri dan berbaring, dan tidak mampu duduk, maka dia shalat dalam kondisi berdiri dan memberikan isyarat ketika rukuk dan sujud dan tasyahud sedangkan dia dalam kondisi berdiri dan memberi salam.
Syekh Zakariya Al-Anshari As-Syafi’i dalam kitab ‘Asna Al-Matolib, (1/146) mengatakan, “Siapa yang mampu berdiri dan berbaring saja, maka dia berdiri sebagai ganti dari duduknya, karena dia termasuk berdiri dan ada tambahannya, dan memberikan isyarat ketika rukuk dan sujud di tempatnya serta tasyahud dalam kondisi berdiri dan tidak berbaring.”
Dalam kitab ‘Hasyiyah Al-Ibady ‘ala Tuuhfatil muhtaj, (2/23): “Kalau dia mampu berdiri atau berbaring saja, maksudnya tidak bisa duduk, maka dia harus berdiri karena berdiri termasuk duduk dan ada kelebihannya, dan memberikan isyarat dalam kondisi berdiri ketika rukuk dan sujud sesuai dengan kadarnya. Dan bertasyahud serta salam dalam kondisi berdiri. Tanpa berbaring.”
Al-Kharasyi Al-Maliki, (1/297) mengatakan, “Orang yang tidak mampu melakukan semua rukun kecuali dia mampu berdiri, maka melakukan semua shalatnya dalam kondisi berdiri, dan memberikan isyarat ketika sujudnya lebih rendah dibandingkan dengan rukuknya.”
Kalau dia tidak mampu berdiri, maka dia shalat dalam kondisi duduk, sementara untuk rukuk dan sujudnya dengan memberikan isyarat. Kalau dia mampu melakukan sujud di tanah, maka dia wajib melakukan hal itu.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mugni, (2/570) mengatakan, “Para ulama ijmak (konsensus) bahwa orang yang tidak mampu berdiri, maka dia boleh shalat dalam keadaan duduk.”
Dalam Hasyiyah Ad-Dasuqi Al-Maliki, (2/475), “Bahwa orang yang tidak mampu berdiri, maka dia melakukan shalat dalam kondisi duduk begitu juga rukuk dan sujudnya.”
Ketiga:
Kalau ada orang sakit, dia bisa berdiri semua dalam shalatnya atau duduk terus dalam shalatnya, maka dia shalat dalam kondisi duduk, yang menunjukkan akan hal itu adalah:
Karena syariat telah menetapkan gugurnya rukun berdiri pada sebagian kondisi, seperti shalat sunah, dan shalat seseorang yang mampu berdiri di belakang imam yang sakit dan shalat dalam kondisi duduk, maka dia tinggalkan berdiri dan shalat dalam kondisi duduk seperti imamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Berdiri adalah rukun yang ringan, dapat gugur pada shalat sunah secara umum dan gugur pada shalat wajib di beberapa tempat.” (Syarah Al-Umdah, 4/515).
Ketika terjadi kontradiksi antara berdiri dan duduk maka melakukan duduk itu lebih didahulukan, khususnya ketika dengan duduk dia dapat melakukan rukun-rukun yang lainnya dalam shalatnya seperti sujud, duduk diantara dua sujud, dan duduk tasyahud. Oleh karena itu lebih dikuatkan untuk menyempurnakan shalatnya dibandingkan dengan berdiri.
Wallahu a’lam