Alhamdulillah.
Kaidah dalam shalat orang yang sakit adalah dia harus melakukan apa yang bisa dari rukun dan kewajiban shalat. Dan dianggap gugur apa yang dia tidak mampu melakukannya. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, baik dalam Al-Quran maupun hadits.
Allah Ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
سورة التغابن: 16
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Dan firman-Nya:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا
سورة البقرة: 286
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Baqarah: 286)
Dan sabda Nabi sallalahu’alaihi wa sallam:
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ (رواه البخاري، رقم 7288 ومسلم، رقم 1337)
“Jika aku perintahkan kepada kalian suatu perkara, maka lakukan semampu kalian.” (HR. Bukhori, no. 7288 dan Muslim, no. 1337).
Dari Imran bin Husain radhiallahu anhu, dia berkata, saya menderita wasir, maka saya bertanya kepada Nabi sallallahu alaihi wa salam tentang cara shalatnya. Maka beliau bersabda:
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ (رواه البخاري، رقم 1117)
“Shalatlah dalam kondisi berdiri, kalau tidak mampu, (shalatlah dalam kondisi) duduk, kalau tidak mampu, maka lakukan dalam kondisi berbaring.” (HR. Bukhori, no. 1117).
Dengan demikian, kalau anda mampu shalat dalam kondisi berdiri, maka anda harus berdiri. Kemudian ketika anda tidak mampu berdiri atau berat dan sangat memberatkan, maka anda boleh duduk ketika shalat.
Dibolehkan duduk di atas kursi atau di atas lantai, sesuai dengan kemampuan dan kemudahan untuk anda. akan tetapi yang lebih utama adalah duduk di atas lantai. Karena yang sesuai sunah adalah seseorang duduk bersila saat waktunya berdiri dan rukuk. Hal ini tidak mungkin kalau duduk di atas kursi.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalau tidak mampu berdiri, maka tunaikan shalat dalam kondisi duduk. Dan yang lebih utama adalah dalam kondisi bersila saat waktunya berdiri dan rukuk.” (Risalah Thoharatul Marid wa shalatahu)
Duduk bersila ini bukan merupkan suatu kewajiban, dia dibolehkan duduk dalam kondisi apapun. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Kalau tidak mampu, maka (shalat) dalam kondisi duduk. Tanpa menjelaskan tata cara duduknya.” (Lihat As-Syarhul-Mumti, 4/462).
Kalau anda kesulitan sujud dan ruku, maka anda boleh memberikan isyarat untuk keduanya (maksudnya dengan sedikit menundukkan punggung anda) dan untuk sujud menunduk lebih rendah dibandin rukuk.
Jika anda dapat berdiri, maka anda memberikan isyarat untuk rukuk dalam kondisi anda berdiri, dan berikan isyarat untuk sujud dalam kondisi anda duduk. Karena berdiri itu lebih dekat dengan ruku, dibandingkan dengan duduk. Sementara duduk itu lebih dekat ke sujud daripada berdiri.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Siapa yang mampu berdiri dan tidak mampu rukuk atau sujud, maka kewajiban berdirinya tidak gugur. Maka dia shalat dalam kondisi berdiri dan memberikan isyarat untuk rukuk. Kemudian duduk dan memberi isyarat untuk sujudnya. Dan menjadikan sujudnya lebih rendah dibandingkan untuk rukuknya. Kalau dia tidak mampu hanya sujudnya saja, dia rukuk dan memberi isyarat untuk sujudnya. Kapan saja orang yang sakit mampu Kembali melakukan sesuatu yang tadinya tidak mampu, baik berdiri, duduk, rukuk atau sujud, maka hendaknya dia melakukan hal itu dan terus melanjutkan shalatnya.” (Ahkam Shalatil Mardhi wa tharatuhu)
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Siapa yang tidak mampu ruku, maka dia memberi isyarat dalam kondis berdiri. Dan siapa yang tidak mampu sujud, maka memberi isyarat dalam kondisi duduk.” (As-Syarhul-Mumti, 4/475).
Wallahu a’lam