Alhamdulillah.
Hari Jum’at termasuk hari-hari yang utama yang disunnahkan untuk memperbanyak berdzikir kepada Allah secara umum.
Allah –Ta’ala- berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
الجمعة/10
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Al Jumu’ah)
Dan dzikir-dzikir yang disunnahkan selain untuk hari Jum’at maka tingkat sunnahnya ditambah karena keutamaan hari ini.
An Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Ketahuialah bahwa apa yang dibaca pada selain hari Jum’at, bisa diucapkan pada hari Jum’at, sunnahnya memperbanyak dzikir di dalam hari Jum’at lebih bertambah dari pada (hari) lainnya”. (Al Adzkar: 71)
Dan di antara dzikir-dzikir yang terpenting adalah dzikir pagi dan sore, dan telah disebutkan sebagiannya pada jawaban soal nomor: 217496 dan untuk menambah manfaat pada waktunya silahkan membuka jawaban soal nomor: 22765.
Adapun dzikir-dzikir yang khusus adalah:
Pertama:
Memperbanyak shalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-
Dari Aus bin Aus berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ: فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ قُبِضَ، وَفِيهِ النَّفْخَةُ، وَفِيهِ الصَّعْقَةُ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. قَالَ: قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ - يَقُولُونَ: بَلِيتَ -؟ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
رواه أبو داود (1047)، والنسائي (1374) وابن ماجه (1085)، وصححه الألباني في "صحيح سنن أبي داود" (4 / 214)، وقال: " إسناده صحيح على شرط مسلم... وصححه ابن حبان أيضا والنووي " انتهى.
“Sungguh di antara hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu juga beliau diwafatkan, pada hari itu juga terjadi tiupan sangkakala, pada hari itu juga terjadi dentuman (hari kiamat), maka perbanyaklah oleh kalian bershalawat kepadaku pada hari tersebut, sungguh shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku”. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, dan bagaimana shalawat kami diperlihatkan kepadamu ? sementara (jasad) engkau sudah rusak ?, beliau bersabda: “Sungguh Allah –‘azza wa jalla- telah mengharamkan kepada tanah (untuk memakan) jasad para Nabi”. (HR. Abu Daud: 1048, An Nasa’i: 1374, Ibnu Majah: 1085 dan telah ditashih oleh Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud (4/214) dan berkata: Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim dan telah ditashih juga oleh Ibnu Hibban juga dan Nawawi)
Kedua:
Membaca surat Al Kahfi
Dari Abu Sa’id al Khudri –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
رواه الحاكم في "المستدرك" (2 / 368)، وقال: "هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخْرِجَاهُ"، وصححه الألباني في "إرواء الغليل" (3 / 93(
“Sungguh barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at maka akan ada cahaya yang bersinar baginya di antara kedua Jum’at”. (HR. Al Hakim di dalam Al Mustadrak (2/368) dan ia berkata: “hadits ini sanadnya shahih namun keduanya tidak meriwayatkannya”, dan telah ditashih oleh Albani di dalam Irwa’ al Ghalil (3/93).
Ketiga:
Bersungguh-sunguh untuk berdoa pada siang hari di hari Jum’at.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyebutan terkait hari Jum’at seraya bersabda:
فِيهِ سَاعَةٌ، لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ) وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
رواه البخاري 935 ومسلم 852
“Di dalamnya terdapat suatu jam (waktu), dimana seorang muslim tidak mendapatkannya dalam keadaan ia sedang shalat dengan meminta sesuatu kepada Allah, kecuali Dia akan memberikan kepadanya (beliau memberi isyarat dengan tangannya menunjukkan sebentar saja)”. (HR. Bukhori: 935 dan Muslim: 852)
Ada banyak pendapat terkait dengan batasan dari suatu jam pada hadits di atas, yang paling kuat adalah dua pendapat, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu Qayyim –rahimahullah- beliau berkata:
“Dan yang paling kuat dari semua pendapat ini adalah: dua pendapat yang telah mencakup hadits-hadits yang telah ditetapkan, dan salah satu dari keduanya lebih kuat dari yang lainnya.
Pertama:
Jam (istimewa tersebut) adalah mulai duduknya imam sampai selesai shalat, yang menjadi dasar dari pendapat ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahihnya dari hadits Abu Burdah bin Abu Musa bahwa Abdullah bin Umar berkata kepadanya:
أسمعت أباك يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم في شأن ساعة الجمعة شيئا؟ قال: نعم سمعته يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ( هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ ....)
“Saya telah memperdengarkan ayah anda meriwayatkan dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- terkait dengan suatu jam pada hari Jum’at ?, beliau berkata: “Ya, saya telah mendengarnya, beliau berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “(Waktu itu) adalah antara pada saat imam duduk sampai shalat selesai didirikan…”.
Pendapat kedua:
Waktu tersebut adalah setelah ashar, inilah pendapat yang lebih kuat dari kedua pendapat tersebut, hal ini merupakan pendapat Abdullah bin Salam, Abu Hurairah, Imam Ahmad dan banyak lagi. Yang menjadi dasar dari pendapat ini adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dari hadits Abu Sa’id dan Abu Hurairah bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَهِيَ بَعْدَ الْعَصْرِ
“Sungguh pada hari Jum’at ada saat di mana seorang muslim tidak mendapatkannya dalam keadaan memohon kepada Allah –‘Azza wa Jalla- di dalamnya suatu kebaikan, kecuali Dia akan memberikan kepadanya, dan hal itu setelah shalat Ashar”.
Abu Daud dan Nasa’i telah meriwayatkan dari Jabir dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ - يُرِيدُ - سَاعَةً، لَا يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا، إِلَّا أَتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
“Hari Jum’at pada jam 12.00 tidak ada seorang muslim yang memohon kepada Allah –‘Azza wa Jalla- sesuatu, kecuali Allah akan mengabulkannya, maka carilah oleh kalian waktu tersebut pada akhir waktu setelah shalat Ashar”.
Inilah pendapat kebanyakan ulama salaf dan kebanyakan hadits sesuai dengan hal tersebut.
Pendapat berikutnya adalah waktu tersebut adalah waktu shalat.
Sisa pendapat yang lainnya tidak ada dalilnya.
Menurut hemat saya, bahwa waktunya shalat di dalamnya diharapkan menjadi waktu mustajab juga, keduanya adalah waktu mustajab, dan jika jam khusus tersebut adalah waktu setelah Ashar, maka waktu tertentu itu ada pada satu hari itu tidak maju dan tidak mundur, adapun jam shalat maka akan mengikuti waktu shalat, bisa maju dan bisa mundur; karena berkumpulnya umat Islam, shalat mereka, ketundukan mereka, mubahalah (mendekatkan diri mereka) kepada Allah akan mempengaruhi waktu mustajab, maka jam berkumpulnya mereka ini adalah jam yang diharapkan menjadi waktu mustajab, yang demikian ini sesuai dengan semua hadits yang ada, dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menganjurkan umatnya untuk berdoa, bermubahalah kepada Allah pada kedua waktu tersebut”. (Zaad al Ma’aad: 1/377-382)
An Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Para ulama salaf dan khalaf telah berbeda pendapat terkait waktu khsusus (hari Jum’at) menjadi banyak pendapat yang tersebar luas, saya telah mengumpulkan semua pendapat yang ada di dalam Syarh al Muhadzab dan telah saya jelaskan siapa yang mengatakannya, dan sungguh banyak dari para sahabat berpendapat bahwa waktu tersebut adalah setelah shalat Ashar. Maksudnya semenjak orang berdiri melaksanakan shalat adalah orang yang menunggu masuknya waktu shalat maka ia dihukumi sebagai orang yang shalat”. (Al Adzkar: 144)
Wallahu A’lam