Selasa 9 Ramadhan 1445 - 19 Maret 2024
Indonesian

Ragu-ragu Bilangan Towaf Dan Menggabungkan Diantara Dua Pendapat

Pertanyaan

Saya melihat dua pendapat terkait hukum ragu-ragu bilangan towaf. Pendapat pertama mengatakan, “Kalau seseorang ragu-ragu disela-sela towaf pada bilangan towaf. Apakah enam atau tujuh, selayaknya dia melakukan tofah lagi untuk menyempurnakan tujuh untuk menghilangkan keragu-raguan. Kalau ragu-ragu ini datang setelah selesai towaf penuh, maka ragu-ragu tersebut dari syetan dan towaf anda benar dan tidak terkena apa-apa. Fatawa Syekh Ibnu Baz.
Pendapat kedua, diriwayatkan dari Malik beliau mengatakan, “Kalau seseorang towaf sekitar Ka’bah, setelah selesai pergi untuk melakukan dua rakaat towaf. Kemudian datang keragu-raguan pada bilangan towafnya. Maka setelah itu, dia harus kembali dan untuk menyempurnakan bilangan (towaf) yang ragu-ragu belum dikerjakan. Kemudian kembali menunaikan shalat dua rakaat yang baru. Sementara dua rakaat yang telah dikerjakan tidak dianggap. Karena keduanya tidak diterima kecuali setelah towaf tujuh (putaran). Bagaimana menggabungkan dua pendapat tersebut? Hadits no. 266 dari Muwato’ Malik.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Ragu-ragu tidak terlepas dari dua kondisi.

Kondisi pertama: dalam (pelaksanaan) ibadah. Dalam kondisi seperti ini, maka diambil yang terkecil. Kalau ragu-ragu apakah dia towaf lima atau enam, maka diambil yang terkecil ‘Lima’ karena ini yang yakin sementara tambahan ‘Enam’ itu yang diragukan. Dalil akan hal itu adalah sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

(إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ) رواه مسلم (888)

“Kalau salah seorang diantara kalian ragu dalam shalatnya, tidak tahu apakah shalat tiga atau empat (rakaat), maka hilangkan ragu-ragu dan tegakkan apa yang telah yakin.” HR. Muslim (888).

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kalau ragu-ragu bilangan towaf, maka diambil yang yakin. Ibnu Munzir mengatakan, “Telah Ijma’ (sepakat) orang yang kami hafal dari kalangan ahli ilmu akan hal itu. Karena ia ibadah, kapan saja ragu dalam ibadah tersebut, maka diambil yang meyakinkan seperti shalat.” Selesai dari ‘Al-Mugni, (3/187).

Kondisi kedua: ragu-ragu setelah selesai ibadah. Maka jangan memperdulikan hal itu menurut pendapat terkuat diantara pendapat para ulama’. Karena asalnya adalah sempurnanya ibadah dari kekurangan. Agar tidak terbuka pintu was was dalam dirinya.

Telah ada dalam ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (29/125): “Kalau ragu-ragu setelah selesai ibadah, maka jangan dihiraukan menurut mayoritas (jumhur). Kecuali Malikiyah dalam masalah ini dengan towaf. Sementara Hanafiyah, dalam ungkapannya secara umum dalam keragu-raguan.” Selesai

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ragu-ragu setelah selesai beribadah tidak dianggap. Contoh akan hal itu, kalau dia ragu bilangan towaf, apakah telah towaf enam atau lima. Kita katakan, kalau disela-sela towaf, maka tambahkan yang meragukan dan sudah selesai perkaranya. Kalau setelah selesai towaf dan keluar dengan mengatakan, “Demi Allah saya tidak tahu apakah saya telah towaf enam atau tujuh, maka keragu-raguan ini tidak dianggap. Hilangkan ragu-rahu ini dan jadikan towaf tujuh kali.

Kaidah ini sangat bermanfaat untuk orang, kalau dia seringkali ragu-ragu, maka jangan dihiraukan. Kalau ada ragu-ragu setelah beribadah, maka jangan dihiraukan. Kecuali kalau dia yakin benar, maka dia harus melengkapi kekurangannya.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi.

Wallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam