Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya pernah nazar empat tahun lalu dan saya iringi nazarnya dengan kehendak Allah. Maka saya katakan ‘Demi Allah, insya Allah, kalau saya mendapatkan kerja, saya akan bersedekah dengan gajiku sebulan penuh.’ Apa yang seharusnya saya lakukan sekarang? Gajiku sekarang lebih banyak dari gaji pertama kali saya mendapatkan pekerjaan. Kalau saya wajib mengeluarkan sadaqah, apakah dengan kadar gajiku ketika saya mendapatkan pekerjaan pertama kali ataukah dengan gajiku sekarang? Kalau hal tersebut diwajibkan bagiku, sementara saya juga ingin menunaikan haji bersama keluarga tahun ini, manakah yang lebih utama, apakah saya dahulukan nazar atau haji? Perlu diketahui bahwa saya mempunyai dana yang cukup untuk haji bersama keluarga, tapi tidak cukup jika digunakan sekaligus untuk menunaikan nazar dan haji. Terimakasih, semoga Allah menjaga anda semuanya.
Alhamdulillah.
Ungkapan anda ‘Demi Allah, insyaallah, jika saya mendapatkan pekerjaan, saya akan bersedekah dengan gajiku sebulan penuh’ ini termasuk sumpah, bukan nazar. Sumpah kalau orang yang bersumpah menggantungkannya dengan kehendak Allah, dia tidak melanggar dan tidak diharuskan membayar kafarat (tebusan). Begitu juga dengan nazar, kalau anda tidak bersedekah, maka tidak ada apa-apa untuk anda.
Dalam kitab ‘Zadul mustaqni’ dikatakan, “Siapa yang mengatakan dalam sumpah yang ada tebusannya ‘insyaallah/jika Allah berkehandak)’ maka dia tidak melanggar sumpah (jika tidak melaksanakan apa yang dia katakan)’.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam penjelasannya, “Sumpah yang ada kafaratnya adalah seperti bersumpah dengan nama Allah, nazar dan zihar. Maka tiga hal ini semuanya ada kafarat (semacam kompensasi yang harsu dikeluarkan apabila sumpahnya dilanggar). Keluar dari hal itu adalah perceraian dan pembebasan budak, maka keduanya tidak ada tebusannya.
Jika dia menyatakan ucapan ‘insya Allah/jikalau Allah berkehendak’ dalam sumpah yang ada tebusannya, maka dia tidak melanggar. Maksudnya, meskipun dia melanggar sumpahnya, maka dia tidak dikenakan kafarat (tebusan) atas pelanggarannya.
Contohnya dalam bersumpah atas nama Allah dia berkata, ‘Demi Allah, saya tidak akan memakai baju ini, insyaallah’ kemudian dia memakai baju tersebut, maka dia tidak terkena apa-apa. Karena dia mengatakan ‘insyaallah’. Jika dia mengatakan ‘Demi Allah saya akan memakai baju ini hari ini, insyaallah, kemudian hingga matahari tenggelam dan dia tidak memakainya, maka dia tidak terkena apa-apa.
Dalil akan hal itu sabda Nabi sallallahualaihi wa sallam:
من حلف على يمين فقال: إن شاء الله فلا حنث عليه
“Siapa yang bersumpah seraya mengatakan ‘Insyaallah’, maka dia tidak melanggarnya.”
Contoh nazar, kalau dia mengataan ‘Kalau Allah menyembuhkan penyakitku, maka aku bernazar kepada Allah, insyaallah, maka dia tidak terkena apa-apa kalau dia meninggalkannya. Begitu juga kalau kalau dia mengatakan, “Demi Allah saya bernazar saya tidak akan berbicara dengan si fulan, insyaallah” kemudian dia berbicara kepadanya, maka dia tidak terkena apa-apa.” (Asy-Syarhul Mumti, 15/139).
Beliau rahimahullah mengatakan, “Kalau nazar diiring dengan ungkapan kehendak , misalnya mengatakan ‘Demi Allah saya bernazar untuk melakukan ini, insyaallah, maka hukum nazarnya sama hukumnya seperti hukum bersumpah, dianggap tidak melanggar dan terkena kafarat (kalau dia tidak memenuhi nazarnya).
Jika perbuatan yang dimaksud merupakan ketaatan, maka kita nilai, kalau maksudnya sekedar menggantungkan sesuatu, maka dia tidak terkena denda (jika tidak melaksanakannya). Tapi kalau maksudnya benar-benar ingin merealisasikan atau bertabaruk, maka dia harus melakukannya. Sesuai dengan niatnya." (Asy-Syarhul-Mumti, 15/221).
Maksud dari nazar yang hukumnya seperti hukum sumpah adalah nazar yang maksudnya adalah membenarkan sesuatu atau mendustakannya. Atau menghalangi dari sesuatu atau menganjurkan sesuatu. Dinamakan nazar lijaj dan marah.
Adapun kalau nazar untuk melakukan ketaatan, jika dikaitkan dengan kehendak Allah (dengan mengucapkan insya Allah), maka dilihat dahulu, kalau maksudnya sekedar menggantungkan apa yang dinazarkan dengan kehendak Allah, maka dia tidak diharuskan membayar kafarat (kalau tidak melakukannya). Kalau maksud dari ucapan ‘insyaallah' (saat nazar) sekedar bertabaruk atau menguatkan perkataan dan menegaskannya, maka dia harus melakukan nazarnya (jika tidak melakukan ketaatan tersebut).
Telah disebutkan tadi bahwa perkataan yang keluar dari anda adalah redaksi sumpah bukan nazar, maka anda tidak melanggar dan tidak diharuskan melakukan sesuatu apapun (apabila melanggar sumpahnya).
Wallahu a’lam