Jum'ah 17 Syawal 1445 - 26 April 2024
Indonesian

Redaksi Tasyahhud Yang Dibolehkan di Dalam Shalat

262502

Tanggal Tayang : 09-09-2018

Penampilan-penampilan : 3915

Pertanyaan

Bagaimanakah hukumnya orang yang shalat di dalam tasyahud awal dan akhirnya membaca:

"السلام عليك أيها النبي ورحمة الله"

“Semoga salam dan rahmat Allah tercurahkan kepadamu wahai Nabi”.

Tidak ada kata:

"وبركاته"

“Dan barakah-Nya juga”.

Dia juga mengatakan:

"أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً رسول الله"

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

Tidak mengatakan:

"وحده لا شريك له"

“Semata dan tidak ada sekutu  bagi-Nya”.

Maka saya ingin mengetahui redaksi mana yang dibolehkan untuk setiap tasyahud awal dan tsani ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Para ulama telah menyebutkan secara tekstual bahwa tasyahud di dalam shalat ada redaksi yang wajib dan ada redaksi yang sunnah.

Pertama:

Adalah redaksi yang wajib, yaitu; dengan membaca kadar yang dibolehkan sesuai dengan riwayat yang telah disepakati, karena lafadz tasyahud pada sebagian riwayat tanpa ada tambahan “Wa Barakatuh” juga ada riwayat yang tidak ada lafadz “Wahdahu laa Syarikalah”, ada riwayat dengan lafadz “Wa Anna Muhammadan Rasulullah” ada pula dengan “Abduhu wa Rasuuluh”.

Para ulama –rahimahumullah- berkata:

“Jika ada lafadz tasyahud yang tertinggal, dan yang tertinggal itu termasuk bagian dari yang ada riwayat lainnya, maka tasyahudnya tetap sah”.

Ibnu Qudamah setelah menguatkan riwayat tasyahudnya Ibnu Mas’ud berkata:

“Dan jika seseorang bertasyahud dengan yang lainnya maka tetap dibolehkan; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika mengajarkannya kepada para shahabat dengan redaksi yang berbeda-beda, maka hal itu menunjukkan bahwa semuanya dibolehkan, seperti; qira’at yang bermacam-macam yang terkandung di dalam mushaf.

Al Qadhi berkata:

“Hal ini menunjukkan jika ada lafadz tasyahud yang tertinggal, dan yang tertinggal itu termasuk bagian dari yang ada riwayat lainnya, maka tasyahudnya tetap sah”.

Atas dasar inilah maka, boleh dikatakan bahwa minimal yang dibolehkan adalah:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْك أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ - أَوْ : أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ "

“Semua bentuk pengagungan hanya milik Allah, semoga salam dan rahmat Allah tercurahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga keselamatan juga tercurahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya atau bahwa Muhammad adalah Rasulullah”.

(Al Mughi: 1/385)

Ibnu Muflih berkata:

“Yang wajib dalam tasyahud adalah 5 kata:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، سَلَامٌ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، سَلَامٌ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَوْ رَسُولُ اللَّهِ ؛

“Semua bentuk pengagungan hanya milik Allah, semoga salam dan rahmat Allah tercurahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga keselamatan juga tercurahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya atau bahwa Muhammad adalah Rasulullah”.

Karena hal ini mencakup semua makna dan inilah yang disepakati dalam banyak riwayat”. (Al Mubdi’: 1/412)

An Nawawi berkata:

“Minimal dengan membaca:

(التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، سَلَامٌ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، سَلَامٌ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ)

“Semua bentuk pengagungan hanya milik Allah, semoga salam dan rahmat Allah tercurahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga keselamatan juga tercurahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah”.

Dikatakan juga dengan menghapus kata: “Wa Barakatuh” dan kata “Ash Shalihin”. (Majmu’: 3/455)

Yang lebih utama bagi yang melaksanakan shalat, jika ia hanya mau dengan ukuran yang wajib saja, jangan dihapus kata: “Was Shalawat wa At Thayyibat”; karena keduanya ada di dalam semua riwayat. Sebagian ulama mengarahkan agar menghapus kata: “Was Shalawat wa Thayyibat” alasannya karena keduanya merupakan sifat dari kata: “At Tahiyyat” maka dari itu pada sebagian riwayat disebutkan tanpa ‘Wawu ‘Athaf” (kata sambung).

Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:

“Akan terjadi masalah jika dibolehkan untuk menghapus kata: “As Shalawat” padahal tertera di semua riwayat yang ada, demikian juga kata: “Ath Thayyibat” disertai penetapan oleh sebagian penganut madzhab Syafi’i menyebutkannya itulah yang baku di semua riwayat”.

Namun sebagian mereka mengarahkan untuk menghapusnya karena keduanya merupakan kata sifat, sebagaimana yang nampak pada riwayat Ibnu Abbas”.

(Fathul Baari: 3/234)

Adapun redaksi yang kedua:

Tasyahhud yang sunnah (mustahab); yaitu: dengan membaca tasyahud yang sesuai dengan riwayat yang ada dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan lengkap, dan disunnahkan untuk membaca dengan bergantian  dengan yang lainnya.

Baca juga jawaban soal: 98031

Kedua:

Tasyahud pertama dan kedua tidak ada bedanya, kecuali pada tasyahud kedua ada tambahan shalawat kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, jika seseorang membaca shalawat yang mana saja maka akan tetap sah dan shalawat paling minimal adalah:

" اللهم صلّ على محمد "

“Ya Allah, berikanlan shalawat kepada Nabi Muhammad”.

Yang lebih utama adalah yang sesuai dengan redaksi shalawat dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, di antaranya adalah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ)

“Ya Allah, berikanlan shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana shalawat yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji dan Mulia. Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana keberkahan yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji dan Mulia”.

(HR. Bukhori: 3370)

Bentuk shalawat lainnya adalah:

(اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ) رواه مسلم (405(

“Ya Allah, berikanlan shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana shalawat yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sungguh Engkau Maha Terpuji dan Mulia. Ya Allah, berikanlan keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana keberkahan yang telah Engkau berikan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, di dalam semesta alam sungguh Engkau Maha Terpuji dan Mulia”.

Dan jika tidak bershalawat sama sekali maka shalatnya tetap sah in sya Allah; karena menurut pendapat yang rajih dari pendapat para ulama bahwa shalawat dalam shalat tidak wajib.

Baca juga jawaban soal nomor: 39676

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam